*

*

Ads

FB

Sabtu, 16 Juli 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 063

Gurunya merampas senjata-senjata ini sama sekali bukan karena tamak menginginkan senjata-senjata ini untuk dipergunakan, melainkan dirampas untuk dijadikan koleksi senjata, atau sebagai tanda kemenangannya karena lawan yang tidak kalah tak mungkin dapat dirampas senjatanya! Gurunya memang nakal, romantis dan berandalan!

Akan tetapi yang paling menarik hati Keng Hong adalah sebuah rak batu di mana berdiri jajaran kitab-kitab yang sudah lapuk. Inilah kitab-kitab ilmu peninggalan gurunya. Akan tetapi hatinya berdebar keras ketika dia melihat betapa keadaan tempat kitab-kitab ini tidak rapi susunannya, bahkan kacau-balau dan ada beberapa buah kitab tercecer di atas lantai. Melihat betapa senjata-senjata itu masih rapi seperti juga keadaan benda-benda berharga, maka kitab-kitab itu pasti ada yang mengusik dan mengganggu. Cui Im! Tak salah lagi, tentu gadis itu yang mendahuluinya mendapatkan kamar ini telah mengambil kitab-kitab yang dipilihnya! Celaka, pikir Keng Hong.

Terjadilah apa yang dia khawatirkan. Di antara segala benda berharga, perhiasan-perhiasan indah dan senjata-senjata pusaka, yang diambil Cui Im adalah kitab-kitab pelajaran ilmu kesaktian! Dia tidak tahu kitab-kitab apa yang diambil Cui Im, akan tetapi melihat bekas-bekasnya, tentu tidak sedikit yang diambil.

"Cui Im ...!"

Ia meanggil lebih keras sambil berlari keluar dari kamar itu. Ia harus minta kembali kitab-kitab yang diambil Cui Im ! Kalau gadis itu ingin mempelajari satu dua macam ilmu di situ, harus dia yang memilihkannya karena selain dia seoranglah yang berhak mewarisi pusaka gurunya, juga dia harus dapat mengekang watak kejam gadis itu, atau sedikitnya menjaga agar jangan sampai gadis itu memperoleh ilmu-ilmu yang sakti sehingga kelak akan menjadi seekor harimau buas yang buas tumbuh sayap!

"Cui Im...!"

Keng Hong lari dan membuka daun pintu terakhir yang ternyata merupakan sebuah terowongan sebelah depan yang kecil sehingga hanya dapat dilalui dengan merangkak. Terowongan sebelah belakang ini cukup tinggi, ada dua meter dan lebarnya semeter sehingga dia dapat berjalan dan mencari Cui Im. Dia merasa yakin bahwa gadis itu pasti melarikan kitab-kitab yang diambilnya melalui terowongan dari ruangan itu.

Pada saat itu, Keng Hong mendengar suara hiruk-pikuk seperti ada gempa bumi terjadi di puncak Kiam-kok-san. Ia menghentikan langkahnya dan mendengarkan dengan teliti. Terdengar suara batu-batu pecah dan batu-batu menggelinding turun. Ia tidak tahu apa yang telah terjadi.

Suara itu sesungguhnya adalah suara yang ditimbulkan oleh kemarahan para tokoh yang naik ke puncak batu pedang. Dipelopori oleh Bu-tek Sam kwi, para tokoh itu mulai membongkar batu-batu di puncak, merobohkan pohon-pohon dan bahkan menggunakan kesaktian mereka menghantami puncak-puncak batu karang, sehingga ambrol dan batu-batu besar bergulingan jatuh ke bawah menimbulkan suara hiruk-pikuk yang sampai terasa getarannya dan terdengar suaranya oleh Keng Hong yang berada di sebelah dalam batu pedang!






Batu-batu yang terguling itu sebagian ada yang menguruk tempat di mana terdapat gua rahasia terowongan sehingga tertimbun dan kini tak mungkin ada orang mampu mendapatkan tempat rahasia yang mereka cari-cari itu.

Betapapun Bu-tek Sam kwi dan para tokoh kang-ouw menggaruk di atas puncak batu pedang, mereka tidak dapat menemukan Keng Hong dan tidak dapat menemukan tempat penyimpanan pusaka Sin-jiu Kiam-ong. Akhirnya, sambil memaki-maki, Bu-tek Sam kwi meninggalkan tempat itu dan mendaki turun, diikuti oleh para tokoh kang-ouw yang merasa kecewa sekali.

Thian Seng Cinjin, Kiang Tojin dan para tosu Kun-lun-pai memandang ke atas dengan kaget dan heran. Mereka mendengar suara hiruk-pikuk itu, dan melihat pula sebagian batu gunung yang runtuh dan menggelinding turun dari batu pedang sehingga mereka cepat mencari tempat yang aman agar tidak sampai tertimpa hujan batu itu.

Mereka ingin sekali tahu apa yang sedang terjadi di puncak batu pedang itu, akan tetapi selain tidak diperkenankan naik oleh ketua mereka, juga mendaki pada saat dari puncak turun hujan batu itu amatlah berbahaya bagi keselamatan mereka.

Setelah suara hiruk-pikuk itu lenyap, tampaklah Bu-tek Sam kwi dan para tokoh lain menuruni batu pedang dengan wajah keruh. Para tosu Kun-lun-pai memperhatikan dan dengan hati lega mereka tidak melihat mereka itu membawa sesuatu turun dari puncak.

Hal ini menjadi tanda bahwa usaha mereka tidak berhasil untuk menemukan pusaka Sin-jiu Kiam-ong. Adapun Kiang Tojin yang tidak melihat mereka membawa Keng Hong sebagai tangkapan, menjadi terheran-heran dan hatinya diliputi dua macam perasaan. Ia girang bahwa mereka tidak dapat menangkap Keng Hong akan tetapi juga khawatir kalau-kalau pemuda itu dibunuh oleh mereka di atas puncak karena pemuda itu tidak mau mengaku di mana adanya pusaka peninggalan Sin-jiu- Kiam-ong.

"Pinto harap cu-wi sekalian tidak melanggar pantangan melakukan pembunuhan di puncak Kiam-kok san yang kami hormati," kata Kiang Tojin, suaranya tenang saja padahal hatinya berdebar keras.

"Membunuh apa? Seekor semut pun tidak ada di puncak itu. Bocah itu kembali telah mengakali kita! Tidak saja kun-lun-pai yang ditipu dengan pedang kayu palsu juga kali ini kita tertipu semua. Dia tidak berada di puncak!' kata Ang-bin Kwi-bo dengan muka cemberut.

"Kalau ku dapatkan bocah itu, akan kuganyang dagingnya, kuminum darahnya dan ku hancurkan kepalanya!"

Pak-san kwi-ong berkata dengan nada marah sekali. Pat-jiu Sian-ong juga marah dan kecewa, akan tetapi sesuai dengan sifatnya, dia tersenyum dan berkata halus,

"Sayang sekali, kembali Kun-lun-pai yang menjadi korban. Kalau dunia kang-ouw mendengar akan hal ini, siapakah yang tidak akan timbul persangkaan bahwa bocah itu sengaja disembunyikan oleh Kun-lun-pai?"

"Pat-jiu Sian -ong, hati-hati sedikit kalau bicara!" Kiang Tojin membentak, alisnya berkerut dan matanya mengeluarkan sinar berapi.

Pat-jiu Sian-ong tersenyum menyeringai dan matanya mengerling ke kanan kiri.
"Eh, apakah yang telah ku katakan? Aku tidak menuduh Kun-lun-pai, hanya menyatakan betapa mengherankan melihat bocah yang sudah terluka itu mendaki batu pedang kemudian lenyap tak berbekas sama sekali dari puncak sana. Kemanakah perginya? Terbangkah dia? Atau menghilang? Siapa dapat menjawab? Batu pedang bukanlah milik kami, bukan wilayah kami, tentu saja hanya Kun-lun-pai yang dapat mengetahui rahasianya. Sudahlah, selamat berpisah! Kwi-bo dan Kwi-ong, tidak pergi dari sini atau menunggu apalagi sih?"

Pat-jiu Sian-ong tertawa dan berkelebat pergi dan diikuti Ang-bin Kwi-bo dan Pak-san Kwi-ong.

Demikian pula para tokoh kang-ouw itu pergi seorang demi seorang meninggalkan puncak Kiam-kok-san dengan hati kecewa. Melihat sikap mereka, Kiang Tojin maklum bahwa omongan Pat-jiu Sian-ong tadi mendapatkan sasaran dan para tokoh itu biarpun sedikit, ada menaruh kecurigaan kepada Kun-lun-pai dan hal ini pasti akan tersiar luas!

Setelah mereka semua pergi, Kiang Tojin berkata kepada gurunya,
"Suhu, amatlah mengherankan bagaimana Keng Hong dapat lenyap dari puncak sana. Dapatkah Suhu memberi ijin kalau teecu meninjau ke puncak dan melihat apakah sebetulnya yang terjadi di sana?"

"Suhu, teecu juga hendak ikut!" kata Lian Ci Tojin dan Sian Ti Tojin hampir berbareng.

Thian Seng Cinjin menghela napas panjang.
"Semoga arwah sucouw sudi mengampuni kita yang membiarkan orang mengotori Kiam-kok-san. Pergi dan lihatlah, apa yang telah terjadi dan kemana perginya murid Sin-jiu Kiam-ong. Ah, Sie-taihiap, masih belum cukup banyakkah kami membalas budi kebaikanmu terhadap Kun-lun-pai?"

Kiang Tojin dan dua orang sutenya itu cepat menggunakan ginkang mereka mendaki batu pedang. Mereka yang belum pernah mendaki batu tinggi ini, melakukannya dengan hati-hati sekali dan dengan perasaan penuh hormat kepada tempat yang dianggap keramat ini.

Kiang Tojin terheran-heran setelah tiba di atas menyaksikan permukaan batu pedang yang sudah rata dan rusak bekas amukan tokoh kang-ouw tadi, terheran memikirkan bagaimana Keng Hong dapat melepaskan diri dari ancaman orang-orang sakti tadi?

Tidak ada jalan keluar kecuali dari tempat yang dinaikinya tadi. Dari atas tampak jelas betapa sisi-sisi lain dari batu pedang itu tidak mungkin dituruni orang karena tegak lurus dan licin. Jangan-jangan anak itu putus harapan dan meloncat turun, pikirnya. Kiang Tojin adalah seorang tokoh besar yang sudah mengalami segala macam peristiwa, akan tetapi memikirkan kemungkinan bahwa Keng Hong meloncat turun dari tempat setinggi itu, dia bergidik.

Kalau hal mengerikan ini dilakukan Keng Hong dan tubuh pemuda itu terbanting ke bawah, kiranya tidak akan ada sisanya dan hancur lebur sebelum mencapai tanah, dihunjam dan dikerat permukaaan batu yang runcing dan tajam.

Betapapun ketiga orang tosu itu mencari-cari, tidak ada bekas-bekas Keng Hong dan terpaksa mereka lalu turun kembali melaporkan kepada Thian Seng Cinjin yang menghela napas dan berkata.

"Hanya Thian yang mengetahui apa yang telah terjadi denngan murid Sin-jiu Kiam-ong itu. Masih baik bahwa tidak terjadi pertempuran dan banjir darah. Mudah-mudahan saja urusan mengenai peninggalan Sin-jiu Kiam-ong akan habis sampai di sini saja."

Akan tetapi benarkah akan terjadi seperti yang diharapkan ketua Kun-lun-pai? Jauh daripada itu. Cia Keng Hong masih hidup dan pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong ternyata masih utuh dan dapat ditemukan Keng Hong. Lebih hebat lagi, tanpa dikehendakinya, Keng Hong terpaksa mengajak Ang-kiam Tok-sian-li memasuki tempat rahasia penyimpanan pusaka-pusaka itu dan kini Bhe Cui Im, gadis murid lam-hai Sin-ni itu telah melarikan beberapa buah kitab yang dipilihnya dari kumpulan kitab-kitab peninggalan Sin-jiu Kiam-ong!

"Cui Im..!"

Keng Hong berteriak-teriak sambil berjalan terus setelah menanti beberapa lama mendengar suara batu-batu pecah dan gempur tanpa dapat menduga apa yang sesungguhnya telah terjadi. Terowongan itu amat panjang dan makin lama makin gelap.

"Cui Im!"

Akhirnya tampak cahaya terang dan terowongan itu berakhir, akan tetapi Keng Hong berdiri terbelalak di ujung terowongan memandang ke depan. Kiranya jalan terowongan itu berakhir di pinggir sebuah celah yang amat lebar dan disebelah celah atau jurang itu tampak Cui Im berdiri sambil tersenyum menertawakannya!

"Cui Im...!" Keng Hong berseru memanggil dengan nada suara marah, “Apa yang telah kau lakukan? Kembalikan kitab-kitab peninggalan suhu yang kau curi!"

"Hi-hi-hik, Keng Hong yang ganteng, kau pikirkan dulu baik-baik sebelum memaki orang karena ucapanmu itu sama saja dengan maling teriak maling!"

Gadis berpakaian merah itu mengangkat tinggi-tinggi lima buah kitab kuno dengan kedua tangannya lalu melanjutkan kata-katanya.

"Tahukah engkau kitab-kitab apa yang kupegang ini? Yang dua buah adalah kitab-kitab Seng-to-ci-keng dan I-kiong-hoan-hoat dari Siauw-lim-pai untuk pelajaran Iwekang dan menghimpun sinkang. Yang sebuah adalah kitab pelajaran ilmu pedang dari Go-bi-pai. Sebuah lagi kitab pelajaran ilmu ginkang dan yang sebuah terakhir adalah kitab pelajaran ilmu silat tangan kosong yang hebat dan kalau tidak salah gubahan Sin-jiu Kiam-ong sendiri. Nah, di antara lima buah kitab, yang tiga buah adalah kitab curian. Sin-jiu Kiam-ong mencuri kitab, kalau sekarang kitabnya dicuri orang lain, bukankah sudah adil itu namanya?"

“Cui Im, jangan gila kau! Engkau sudah kuajak masuk ke sini, mau mempelajari ilmu boleh saja, akan pergi jangan mencuri!"

Dengan pandang matanya, Keng Hong mengukur dan dia terkejut sekali mendapatkan kenyataan bahwa tidaklah mungkin bagi seorang manusia untuk meloncati jarak antara dia dan Cui Im. Akan tetapi bagaimanakah gadis itu dapat berada di seberang?

Agaknya dari jarak sejauh itu, Cui Im dapat menduga apa yang dipikirkan Keng Hong. Ia tertawa, kemudian duduk di tepi jurang itu dengan suara mengejek.

“Hi-hi-hik, mau meloncat ke sini? Jangan mimpi, Keng Hong. Selain terlampau jauh, sekali kau terjatuh ke bawah, tubuhmu akan hancur lebur. Tidak mengerikankah? Sayang tubuhmu yang muda dan perkasa, wajahmu yang tampan. Hanya ada satu cara untuk menyeberang melewati jurang ini, yaitu melalui jembatan, dan jembatannya berada di tanganku!"

Keng Hong mendengus marah. Gadis ini membual. Mana mungkin jembatan bisa disimpan?

"Kau tidak percaya? Inilah jembatannya, berada ditanganku. Kalau kuhendaki mudah saja aku menyeberang ke situ, akan tetapi engkau? Kecuali kalau di pundakmu keluar sayap dan dapat terbang, tak mungkin engkau dapat menyeberang ke sini!"

"Hemmm, engkau jahat dan curang, Cui Im! Akan tetapi, jangan kau mengira bahwa aku akan membiarkan saja engkau melarikan kitab-kitab itu," kata Keng Hong dan mengertilah dia bahwa di antara kedua tempat ini memang terdapat jembatan yang merupakan penghubung, yaitu yang terbuat daripada sehelai tambang yang kini sudah tergulung dan berada di tangan Cui Im.

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: