*

*

Ads

FB

Sabtu, 16 Juli 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 062

Cui Im lalu berlutut dan bersumpah bahwa ia akan tunduk akan segala kata-kata Keng Hong. Setelah itu Keng Hong menarik tangannya dan cepat berlari mengambil pedang Siang-bhok-kiam tulen yang dia sembunyikan di balik batu karang yang berlubang.

"Wah, ini Siang-bhok-kiam tulen! Baunya saja, sudah begini wangi..?"

"Sudah, diamlah dan jangan mengganggu, jangan pula bicara. Lihat saja dan ikuti aku!"

Keng Hong membentak karena dia maklum bahwa dia tidak mempunyai banyak waktu. Ia membawa pedang itu ke tempat penampungan air di mana air itu mengalir turun menjadi kali kecil, air yang merupakan sumber kecil akan tetapi tidak pernah kering.

Ia menggunakan pedang itu untuk mengukur, sambil mengukur dia terus mengikuti aliran air yang menuju ke bawah melalui celah-celah batu karang, terus turun ke dinding bagian belakang yang luar biasa curamnya.

"Aku takut turun…..!"

Cui Im berbisik. Boleh jadi Cui Im seorang gadis yang meiliki kepandaian, akan tetapi melihat dinding karang yang luar biasa curamnya, sampai tidak tampak dasarnya karena terhalang halimun, benar-benar membuat ia menggigil.

"Panjangkah ikat pinggangmu?"

"Panjang. Mengapa?"

"Berikan ujungnya, kau ikatkan pada lenganku dan ujung di situ ikatkan pada lenganmu. Dengan demikian andaikata engkau jatuh ke bawah, aku dapat menahanmu. Cepat! Apakah kau tidak taat?"

Cui Im ingat akan sumpahnya dan ia mengangguk, lalu memberikan ujung ikat pinggangnya. Setelah keduanya mengikat lengan dengan ujung ikat pinggang merah itu, Keng Hong melanjutkan pekerjaannya mengukur jalan air dengan pedang Siang-bhok-kiam sambil menghitung.

Seratus dua puluh tujuh! Ia masih ingat akan pemecahan Siauw-bin kuncu atas deretan sajak yang terukir di gagang pedang. Setelah mengukur sampai seratus dua puluh tujuh, yang berarti dia sudah turun dari puncak melalui belakang batu pedang itu sejauh kurang lebih dua ratus kaki, air itu lenyap masuk ke dalam celah batu dan agaknya mengalir di sebelah dalam batu pedang. Akan tetapi di situ terdapat sebuah batu yang agak rata dan lubang ini jelas bukan lubang biasa, melainkan buatan.






Keng Hong berdebar memandang lubang yang bentuknya panjang sempit seperti lubang sarung pedang. Ia memang cerdik maka tanpa ragu-ragu lagi dia lalu memasukkan Siang-bhok-kiam pada lubang itu dan ternyata pas sekali. Siang-bhok-kiam masuk sampai ke gagangnya dan Keng Hong lalu memutar-mutarnya ke kiri kanan.

Terdengar suara gemuruh di sebelah dalam batu pedang seolah-olah terjadi gempa bumi.

"Ihhhhh, aku takut..!"

Cui Im merangkulnya. Gadis ini dengan susah payah juga mengikuti Keng Hong. Sebetulnya, dengan tingkat kepandaian dan ginkangnya, Cui Im akan dapat menuruni batu karang terjal itu. Akan tetapi karena melihat tempat securam itu, jantungnya bergetar dan timbul rasa takut. Setelah dengan ikat pinggang lengannya terikat dan terjaga oleh lengan keng Hong, hal ini mengusir sedikit rasa takutnya dan mendatangkan rasa aman, maka ia dapat mengikuti Keng Hong tanpa banyak kesukaran lagi. Kiranya Keng Hong menyuruh mengikat tangan tadi memang dengan niat mengusir rasa takut itulah seperti yang pernah dilakukan oleh suhunya kepadanya dahulu!

Tiba-tiba terdengar bunyi batu pecah dan... terbukalah sebuah gua di depan Keng Hong, sebelah kiri dari "lubang kunci!" tadi. Keng Hong cepat mencabut Siang-bhok-kiam, lalu berbisik.

"Suhu hebat sekali!" Suaranya memuji penuh kekaguman. "Mari ikut masuk!" Kedua orang itu lalu merangkak masuk karena gua itu hanya satu meter tingginya, merupakan terowongan yang dingin gelap.

Namun Keng Hong percaya penuh akan kepandaian suhunya, dan dia terus merangkak masuk, beberapa kali dia dipegang dan didorong dari belakang oleh Cui Im yang masih merasa ngeri.

Kurang lebih seratus meter jauhnya mereka merangkak, tiba-tiba terowongan itu menjadi terang dan lebar sekali. Mereka bangkit berdiri dan tertegun! Kiranya ruangan itu merupakan sebuah "kamar" batu yang berdinding licin dan penuh ukiran-ukiran huruf yang indah!

"Nanti dulu, aku lupa menutupkan kembali pintu terowongan!"

Tiba-tiba Keng Hong teringat bahwa para pengejarnya adalah orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Sungguh pun tidak mungkin mereka akan dapat mengukur tempat penyimpanan pusaka dari puncak Kiam-kok-san tanpa bantuan pedang Siang-bhok-kiam, namun siapa tahu kalau orang-orang sakti itu mencari di setiap tebingnya dan kalau mereka lewat di depan itu pasti mereka akan memasuki nya.

Kalau pintu terowongan yang merupakan dinding batu biasa itu tertutup, tanpa memiliki "Kuncinya" yang berupa pedang Siang-bhok-kiam, tidak mungkin pula mereka dapat masuk atau menyangka bahwa lubang kecil itu adalah kunci rahasia untuk menuju ke tempat penyimpanan pusaka.

Tanpa menanti jawaban gadis itu yang masih terpesona memandangi keadaan ruangan tadi, Keng Hong kembali merangkak keluar terowongan sambil membawa Siang-bhok-kiam. Setelah tiba di mulut terowongan, dia melihat dan meneliti.

Ternyata bahwa mulut terowongan itu terbuka dengan cara bergesernya sebuah batu besar ke kiri yang tentu digerakkan oleh alat rahasia. Kini batu sebesar gajah itu berdiri di dekat pintu terowongan yang menganga seperti mulut seekor ular raksasa.

Keng Hong memeriksa dan akhirnya dia menemukan lubang "kunci" dari sebelah dalam. Tanpa ragu-ragu lagi dia lalu menusukkan Siang-bhok-kiam ke dalam lubang ini yang ternyata seperti lubang di luar, pas menerima masuknya Pedang Kayu Harum. Tiga kali keng Hong memutar ke kanan dan terdengar suara hiruk pikuk ketika batu sebesar gajah itu tiba-tiba bergerak menggelinding dan menutupi mulut terowongan sehingga kelihatan wajar. Takkan ada manusia dari luar menyangka bahwa sebagian batu kasar yang tampak dan sebuah lubang itu adalah batu "daun pintu " yang amat besar dan dapat bergerak sendiri.

Puaslah hati Keng Hong. Biarpun keadaan kini amat gelap setelah lubang itu tertutup, namun hatinya lega dan dia merangkak kembali ke dalam. Ia tersenyum geli memikirkan Cui Im. Betapa akan takutnya gadis itu dia tinggal sendirian di dalam ruangan tadi. Akan tetapi ada pula hal yang menggelisahkan hatinya. Tidak bersalahkah dia terhadap gurunya bahwa dia membawa Cui Im masuk ke tempat ini?

Ah, tentu tidak .Dia tidak sengaja membawa Cui Im ke sini, adalah gadis itu yang tadinya mencari dan menantinya di lereng Kiam-kok-san, kemudian gadis itu telah menyelamawtkan nyawanya.

Andaikata dia tidak sedang dikejar banyak orang sakti, tentu dia akan mengusir Cui Im dan tidak akan memperkenalkan gadis itu ikut. Akan tetapi, dia tahu betul bahwa kalau dia melakukan hal itu, Cui Im tentu akan terbunuh oleh orang-orang sakti yang sedang mengejarnya, apalagi Cui Im terkenal tokoh golongan sesat dan kini telah melanggar larangan Kun-lun-pai dengan mendatangi bahkan mendaki Kia-kok-san yang dianggap keramat oleh para tosu Kun-lun-pai.

Tiba tiba dia teringat betapa gadis berpakaian merah itu pun dahulu amat menginginkan pusaka gurunya! Ah, kalau sampai Cui Im mempelajari segala ilmu peninggalan gurunya dan menjadi seorang yang memiliki kesaktian hebat, bukankah dunia ini akan bertambah seorang tokoh kaum sesat yang berbahaya sekali? Bagaimana dia mengajak seorang gadis yang sedemikian jahat dan kejamnya ke tempat suci ini? Tidak! Dia harus menyuruh pergi Cui Im, setidaknya menanti sampai keadaan aman. Biarlah dia memberi benda-benda berharga peninggalan suhunya, karena bukankah wanita paling suka akan benda-benda perhiasan yang serba indah dan mahal? Atau kalau gadis itu masih belum puas, boleh dia bagi sebuah kitab pelajaran ilmu yang tidak terlalu berbahaya.

Teringat akan ini, Keng Hong mempercepat gerakannya merangkak dan begitu tiba di ruangan penuh ukiran-ukiran huruf itu, dia meloncat berdiri dan memanggil.

"Cui Im...!"

Hanya gema suaranya sendiri yang menjawab. Cui Im tidak tampak di dalam ruangan itu!

"Cui Im...!"

Keng Hong memanggil sambil memandang ke arah pintu yang terbuka, menuju ke ruangan sebelah dalam. Tentu gadis itu yang mengagumi keadaan ruangan ini telah masuk ke sana untuk melihat-lihat ruangan lain. Dan baru teringat dia sekarang betapa menggelikan keadaannya ketika tadi dia memtertawakan Cui Im yang disangkanya takut dia tinggalkan seorang diri. Cui Im takut? Ah, alangkah bodohnya pendapat ini.

Cui Im adalah seorang tokoh kang-ouw, seorang tokoh golongan sesat atau hitam yang berjuluk Ang-kiam Tok-sian-li (Dewi Beracun Berpedang Merah) yang ditakuti orang melebihi seorang iblis betina! Seorang tokoh seperti itu mana bisa merasa takut berada sendirian dalam ruangan di sebelah dalam batu pedang di puncak Kiam-kok-san itu? Kalau tadi ketika mendaki, Cui Im takut-takut adalah karena rasa ngeri seorang wanita yang tidak biasa mendaki tempat-tempat curam seperti itu.

"Cui Im..!"

Keng Hong melangkah maju melalui pintu yang terbuka. Kiranya di balik pintu ini ada ruangan lain yang amat luas dan dindingnya amat indah karena batu karang di sebelah dalam batu pedang ini kiranya menjadi batu yang berkilauan! Ruangan luas ini memiliki lubang-lubang di sebelah atas dan begitu dia memasuki ruangan ini, selain udaranya segar, juga terdengar suara angin memasuki lubang-lubang itu yang menimbulkan suara seperti suling di tiup, amat aneh namun halus dan merdu.

Di sebelah atas tampak ukiran-ukiran huruf besar yang amat indah, berbunyi: MENDIRIKAN KUN-LUN-PAI UNTUK MENEGAKKAN KEADILAN DI DUNIA

Keng Hong tertarik sekali sehingga sejenak dia melupakan Cui Im. Apakah artinya ukiran-ukiran huruf itu? Tak mungkin suhunya yang membuat ukiran itu. Mendirikan Kun-lun-pai? Ah, pengukirnya tentu orang yang mendirikan Kun-lun-pai. Sucouw dari Kun-lun-pai. Benar! Bukankah tempat ini merupakan tempat keramat dari partai Kun-lun? Pernah ketika dia masih menjadi kacung di Kun-lun-pai, seorang tosu tua mendongeng kepadanya tentang pendiri partai Kun-lun-pai yang mereka sebut sucouw, yang kabarnya memiliki kesaktian seperti dewa.

Dan kabarnya sucouw ini setelah menyerahkan Kun-lun-pai kepada murid-muridnya, lalu naik ke batu pedang dan bertapa di situ sampai lenyap dan oleh semua anak murid Kun-lun-pai di anggap telah naik ke alam baka bersama raganya! Itulah sebabnya mengapa Kiam-kok-san dianggap sebagai tempat keramat, sebagai "kuburan" sucouw mereka yang terhitung kakek buyut guru Thian Seng Cinjin!

Tentu disinilah tempat sucouw itu bertapa dan mungkin sekali tempat ini adalah ciptaan atau buatan sucouw itu yang kemudian dipergunakan oleh Sin-jiu Kiam-ong sebagai tempat bertapa dan tempat menyimpan pusakanya. Siapa pula nama sucouw itu? Kalau tidak salah dia mendengar dari tosu tua itu bahwa nama sucouw ini adalah Thai kek Couwsu.

Tiba-tiba dia terkejut karena teringat akan Cui Im. Kembali dia memandang ke sekiling setelah beberapa lama termenung karena membaca huruf-huruf terukir itu. Ia melihat bahwa ruangan lebar itu mempunyai empat buah pintu. Sebuah menuju ke ruangan luar tadi dan yang tiga buah lagi daun pintunya yang terbuat daripada kayu tebal tertutup.

"Cui Im..!"

Ia mengerahkan khikang sebagai suaranya bergema keras. Namun tidak ada jawaban. Keng Hong lalu menghampiri pintu di sebelah kiri dan membukanya. Daun pintu itu terbuka dengan mudah. Dia terpesona dan silau melihat benda-benda berharga teratur rapi di atas sebuah meja dan dinding penuh dengan lukisan dan tulisan indah yang serba mahal. Benda berharga di atas meja ini terbuat dari emas, perak, dan batu-batu permata yang serba indah.

Kendi dan cawan-cawan emas, peti-peti kecil dari emas dan perak diukir indah dan dihias batu-batu permata. Perhiasan-perhiasan wanita yang halus buatannya. Mainan berupa segala macam binatang yang terbuat dari emas dan perak pula, dengan mata intan yang besar. Bahkan terdapat ukiran dari emas yang menggambarkan pelbagai pasangan binatang yang sedang bercumbuan dan di sudut yang terindah dari segala yang berada di situ, terdapat ukiran emas yang menggambarkan sepasang manusia yang sedang bermain cinta!

Keng Hong tersenyum melihat ini, teringat akan watak suhunya. Kemudian dia ingat lagi kepada Cui Im. Benda-benda di kamar ini agaknya masih tersusun rapi, tidak terusik. Kemudian dia menutupkan daun pintu kamar kiri dan melangkah menghampiri pintu kanan yang dia dorong terbuka daun pintunya.

Sekali lagi dia terpesona dan jantungnya terdengar keras. Benda-benda di dalam inilah yang membuat tokoh-tokoh kang-ouw mengejar-ngejarnya, membuat mereka berebutan tulang. Di dekat dinding berjajar senjata-senjata pusaka yang indah. Pedang-pedang, golok, tombak dan beberapa macam senjata lagi,. Kalau tidak salah, senjata-semjata ini adalah senjata pusaka tokoh-tokoh besar di dunia kang-ouw yang dirampas oleh gurunya dan kembali Keng Hong tersenyum.

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: