*

*

Ads

FB

Kamis, 14 Juli 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 055

Untung bagi Keng Hong bahwa sebelum suhunya meninggal dunia, kakek sakti itu telah "mengoperkan " hawa sinkang mujijat ke dalam tubuh muridnya sehingga otomatis Keng Hong memiliki sinkang kuat sekali seperti mendiang suhunya dan tanpa dia sadari pula dia telah memiliki ginkang yang membuat tubuhnya seolah-olah dapat bergerak di luar kesadarannya. Datangnya pukulan Ouw Beng Kok cepat, namun tubuh pemuda itu lebih cepat lagi, membuang diri ke belakang lalu bergulingan menjauhi lawan.

Orang-orang yang menyerangnya adalah orang-orang yang berkedudukan tinggi, sedikit banyak merasa malu dan sungkan untuk menggeroyok seorang pemuda, maka mereka itu begitu menyerang dan luput, merasa sungkan untuk mendesak, membiarkan orang lain yang lebih dekat untuk turun tangan.

"Bukk..!"

Ketika tubuh Keng Hong sedang bergulingan, kaki Kok Liong Cu, tosu kedua dari Kong-thong Ngo-lojin ini selain ilmu pukulan Ang-liong-jiauw-kang yang dimiliki oleh mereka berlima, juga terkenal lihai dalam ilmu tendangannya. Datangnya tendangan cepat dan tak terduga sehingga tubuh Keng Hong terlempar ketika dicium ujung sepatunya.

Keng Hong merasa napasnya seolah-olah berhenti, namun dengan pengerahan sinkang dia dapat melindungi tubuh dan tidak terluka, hanya merasa nyeri di punggung. Ia melompat bangun lagi hanya untuk menghadapi sinar berkeredepan menyambar dari depan dibarengi bentakan Coa Bu orang kedua dari Hos-san Siang-sin-kiam yang menusukkan pedangnya sambil membentak.

"Bocah iblis, mampuslah!"

Keng Hong kaget bukan main, cepat dia membuang diri lagi ke kanan menghindarkan diri dari sambaran pedang. Sinar pedang itu menyeleweng lewat dan membabat rumput sehingga rumput-rumput itu terbabat habis tanpa tergerak, menandakan betapa tajam dan lihainya pedang kakek ini! Keng Hong sudah meloncat bangun lagi, wajahnya pucat, napasnya terengah dan ketika dia mengerling, kiranya dia sudah dikurung!

"Aku tidak bersalah, dan aku akan mempertahankan nyawaku dari kalian orang-orang tua yang tidak adil!" teriaknya.

Ia maklum bahwa sekali ini sukar bagi dia untuk lolos, karena yang megepungnya adalah orang-orang yang sakti dan jumlah mereka tanpa menghitung Sim Lai Sek yang tidak ada artinya, adalah delapan orang. Baru menghadapi seorang di antara mereka saja sudah berat, apalagi delapan orang sekaligus! Baiknya mereka itu masih sungkan untuk mengeroyok, hanya menjaga agar dia tidak melarikan diri dan siap-siap menerjang jika pemuda itu mendekat.






Dalam keadaan marah dan penasaran, Keng Hong merasa betapa seluruh tubuhnya menggetar dan teringatlah dia bahwa apabila tubuhnya menggetar seperti ini berarti dia dapat menyedot hawa sinkang lawannya. Ia mengerling dan melihat bahwa di antara mereka, yang bersenjata dan yang sukar untuk dihadapi dengan sinkang adalah dua orang Hoa-san-pai yang berpedang itu, Coa Kiu dan Coa Bu, orang tertua dari Kong-thong Ngo-lojin, yaitu Kok Sian Cu yang memegang tongkat bambu, dan Thiat-ciang Ouw Ban Kok yang bertangan palsu.

Maka dia lalu sengaja menggeser kakinya mendekatkan diri dengan Kok Liong Cu dan Kok Kim Cu, dua orang kakek Kong-thong-pai yang tidak bersenjata. Pancingannya berhasil karena kedua orang ini sudah mengulur tangan hendak mencengkeram dan memukulnya. Keng Hong mengeluarkan teriakan keras dan menggerakkan lengan menangkis, sekaligus menangkis dua lengan mereka.

"Plak! Plak!"

Kedua tangan orang tua itu berhasil dia tempel dengan tangkisannya dan benar saja, begitu menempel, hawa sinkang dari dua orang kakek itu menerobos keluar memasuki tubuhnya melalui lengannya yang menangkis tadi! Dua orang kakek Kong-thong-pai itu terkejut dan makin besar mereka mengerahkan tenaga untuk melepaskan diri, makin lekat tangan mereka dan makin banyak tenaga mereka tersedot keluar!

"Ilmu keji!"

Kok Sian Cu yang menyaksikan keadaan dua orang sutenya itu telah menggerakkan tongkatnya, cepat seperti kilat menusuk mata Keng Hong! Pemuda ini terkejut dan miringkan kepala, akan tetapi ternyata serangan itu hanya merupakan gertakan belaka karena tahu-tahu ujung tongkat telah menotok sikunya, membuat lengannya lumpuh dan otomatis daya tempel atau daya sedotnya lenyap untuk sementara sehingga dua orang kakek Kong-thong-pai itu dapat membebaskan diri. Ujung tongkat terus menyambar ke arah lehernya. Keng Hong kembali mengelak dan "brettt!" ujung tongkat itu menusuk pecah baju di pundaknya.

"Desss!"

Pada saat itu pula, kaki Kok Liong Cu sudah mengirim tendangan yang amat keras dan yang tepat mengenai lambung Keng Hong, membuat pemuda itu roboh terguling-guling dengan kepala pening.

Melihat betapa pemuda itu kembali mempergunakan ilmu yang mujijat dan yang mereka sangka adalah ilmu hitam Thi-khi-i-beng (Mencuri Hawa Memindahkan Nyawa), para tokoh kang-ouw itu menjadi marah dan mengambil keputusan untuk turun tangan sekaligus membunuh bocah berbahaya itu.

Sepasang pedang di tangan Hoa-san Siang-sin-kiam meluncur ke arah leher dan dada Keng Hong yang masih bergulingan di atas tanah. Pemuda ini cepat menekan kedua tangan di atas tanah dan mengerahkan tenaga, dan... tubuhnya mencelat ke atas sedemikian cepatnya sehinga dua sinar pedang itu tidak mendapatkan sasarannya.

"Dukkk!"

Keng Hong terbanting roboh kembali ketika tangan besi Ouw Beng Kok menghantamnya dengan cara memapakinya pada saat tubuhnya mencelat ke atas tadi. Pukulan berat ini tidak sempat ditangkis atau dielakkan lagi oleh Keng Hong sehingga terpaksa pemuda ini menerimanya dengan pengerahan sinkang melindungi tubuhnya. Ia masih belum terluka parah, namun seluruh tubuhnya terasa nyeri dan kepalanya makin pening.

Dan begitu tubuhnya terbanting ke atas tanah, dua sinar pedang dari Hoa-san Siang-Sin-Kiam dan sinar hijau tongkat bambu ditangan Kok Sian Cu menyambar. Keng Hong tidak melihat jalan keluar lagi, mengelak tak mungkin apalagi menangkis, maka dia membelalakkan mata menanti maut sambil mengerahkan sinkangnya secara untung-untungan untuk mengadu kekebalan tubuh yang penuh tenaga sinkang itu dengan tiga senjata lawan yang ampuh.

"Cring-cring-traaakkk..!"

Kedua orang kakek Hoa-san Siang-Sin-Kiam, juga Kok Sian Cu terkejut dan cepat menarik kembali senjata mereka ketika tiba-tiba ada sinar putih menyambar dan tepat sekali menangkis senjata mereka disusul dengan berkelebatnya sinar putih panjang yang mengancam mereka.

Terpaksa mereka meloncat mundur dan tahu-tahu di situ telah berdiri seorang gadis berpakaian serba putih yang cantik jelita dan sikapnya agung dan penuh wibawa. Kiranya yang menangkis senjata-senjata yang sudah mengancam nyawa Keng Hong tadi adalah tiga buah senjata rahasia berbentuk bola-bola putih berduri dan sinar panjang berwarna putih adalah sabuk sutera yang sudah berada di tangan gadis itu.

"Sungguh tidak malu, golongan tua tokoh-tokoh partai besar mengeroyok seorang pemuda yang tidak melawan! Cih, beginikah watak dan sikap golongan yan patut disebut locianpwe?"

Gadis itu berkata, suaranya dingin sekali dan pandangan matanya menyapu mereka yang mengurung Keng Hong dengan pandang mata menghina.

"Siancai.. bukankah nona ini Song-bun Siu-li, puteri Lam-hai Sin-ni?"

Kok Sian Cu orang tertua dari Kong-thong Ngo-lojin berseru heran dan kaget, akan tetapi juga penasaran.

"Nona, harap jangan mencapuri urusan kami seperti juga kami tidak pernah mencapuri urusan Lam-hai Sin-ni. Harap nona membuka mata dan melihat bahwa urusan dengan pemuda ini menyangkut Kong-thong-pai, Hoa-san-pai, dan Thiat-ciang-pang!"

Dari ucapannya ini saja orang tertua dari Khong Thong Pai itu jelas menyatakan jerihnya terhadap Lam-hai Sin-ni, bukan terhadap putrinya ini dan hendak mempergunakan nama ketiga partai besar untuk menakuti-nakuti.

Akan tetapi Sie Biauw Eng atau Song-bun Siu-li (Dara Jelita Berkabung) hanya memandang air muka dingin dan mata bersinar lebih dingin lagi.

"Tidak bisa, selama ada aku di sini, kalian tidak boleh menyentuhnya, apalagi membunuhnya!"

Tiat-ciang Ouw Beng Kok menjadi marah di dalam hati, akan tetapi karena dia sendiri sudah mendengar akan nama besar Lam-hai Sin-ni sebagai tokoh paling lihai di antara para datuk hitam, maka dia tidak berani menyatakan kemarahannya, hanya berkata dengan suaranya yang besar.

"Nona, karena nona adalah puteri Lam-hai Sin-ni, maka kami bersikap sungkan dan mengharap dengan halus hendaknya nona suka mundur dan jangan melindungi pemuda iblis ini. Bukankah dia itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan ibu nona yang terhormat Lam-hai Sin-ni?"

"Dengan ibuku memang tidak, akan tetapi dia adalah satu-satunya pria di dunia ini yang kucinta dan akan kubela dengan seluruh tubuh dan nyawaku!" Ucapan yang dikeluarkan dengan suara polos jujur ini sejenak membuat semua orang menjadi tertegun. Akan tetapi dengan sikap wajar nona itu lalu mengeluarkan sebatang pedang dan menyerahkan pedang itu kepada Keng Hong sambil berkata, "Keng Hong, kau pergunakanlah pedangku ini dan mari kubantu kau menghadapi manusia-manusia haus darah ini!"

Keng Hong menerima pedang yang diberikan itu, memegangnya dengan kedua tangan dan megerahkan tenaga .

"Krekkkk!" pedang yang terbuat daripada baja pilihan itu patah menjadi dua potong lalu dilemparkannya ke atas tanah dengan muka merah dan pandang mata penuh kemarahan kepada Biauw Eng.

"Aku tidak sudi pertolonganmu! Kau perempuan kejam, kau telah menyeretku ke dalam lembah permusuhan! Engkaulah orangnya yang telah membunuh gadis itu karena cemburu, engkau curang, kejam dan...aku benci kepadamu!"

Semua orang yang memandang peristiwa itu membelalakkan mata, akan tetapi terutama sekali Biauw Eng yang menjadi pucat dan memandang Keng Hong dengan mata seekor kelinci ketakutan, kemudian bibirnya bergerak-gerak.

"Tidak...., aku tidak melakukan hal itu...ah, Keng Hong, aku hanya ingin membantumu, membelamu, karena aku cinta padamu...."

"Aku tidak butuh bantuanmu, tidak butuh pembelaanmu, tidak membutuhkan cintamu yang keji dan kotor....!"

"Keng Hong...., uuuuhhhhhhhh... Keng Hong....." Gadis itu tak dapat menahan air matanya yang jatuh berderai, kemudian ia menyusut air matanya dan mengangkat mukanya sambil berkata tegas. "Kalau begitu, baiklah, kita mati bersama!"

Sabuk sutera putih di tangannya bergerak meluncur ke depan menyerang para pengurung yang terdekat.

"Perempuan iblis! Patut dibasmi kalian!”

Teriak Kok Kiam Cu yang dengan susah payah baru dapat menyelamatkan diri dari sambaran sabuk ini ke arah lehernya dengan jalan menggulingkan diri ke tanah karena sinar sabuk itu benar-benar cepat bukan main, tidak sempat lagi dia menangkis.

Kini majulah para pengeroyok yang banyak jumlahnya itu. Dua orang Hoa-san Siang-sin-kiam memutar pedangnya, bersama Kok Sian Cu, Kok Kim Cu, Ouw Beng Kok dan Lai Ban!

Pertandingan terpecah menjadi dua rombongan, namun keduanya merupakan pertandingan yang tak seimbang, atau boleh dikatakan bukan merupakan pertandingan, melainkan pengeroyokkan dan usaha pembunuhan.

Mereka yang mengeroyok itu adalah orang-orang sakti yang berkepandaian tinggi. Betapapun lihainya permainan sabuk sutera putih di tangan Biauw Eng, namun dia bukanlah lawan tiga orang kakek tokoh-tokoh besar Hoa-san-pai itu. Sepasang pedang Hoa-san Siang-sin-kiam masih dapat ia menahannya dengan gulungan sinar sabuk putih yang membentuk lingkaran-lingkaran, akan tetapi desakan tongkat bambu di tangan Kok Sian Cu, kakek pertama yang buta mata kirinya dari Kong-thong Ngo-lojin benar-benar membuat Biauw Eng sibuk bukan main.

Sudah dua kali ia terkena senjata lawan, pertama kali ujung pedang Coa Kiu menyerempet pundaknya, menimbulkan luka pada kulit dan sedikit dagingnya, tidak parah namun cukup mengakibatkan pakaiannya yang putih bersih jadi merah. Kedua kalinya, ujung tongkat babu di tangan Kok Sian Cu merobek kulit paha kirinya sehingga celana putihnya ikut robek dan tampak bagian kulit pahanya yang berdarah. Namun, gadis ini tak pernah mengeluh dan permainan sabuk suteranya malah menjadi makin cepat dan ganas.

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: