*

*

Ads

FB

Sabtu, 10 September 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 203

Sementara itu, dengan dada panas seperti akan meledak dan kepala berdenyut pusing, Cong San lari cepat menuju ke pinggir telaga. Tempat ini telah menjadi tempat di mana dia sering kali termenung seorang diri, menumpahkan segala perasaan yang tertekan sambil memandangi air telaga. Air yang bening dan tenang itu dapat menenangkan hatinya.

Akan tetapi sekali ini, hatinya tidak dapat tenang, bahkan makin dipikir makin panaslah hatinya. Ucapan isterinya masih terngiang di telinganya dan yang terdengar hanyalah kata-kata "rindu" yang keluar dari mulut Yan Cu. Tentu rindu kepada Keng Hong! Kepada siapa lagi? Tak mungkin isterinya rindu kepada Biauw Eng, dan kalau isterinya menyebut "rindu kepada mereka" tentu yang dimaksudkan rindu kepada Keng Hong!

"Bresss!"

Cong San memukul tanah di depannya dengan tinju, giginya berkerot menahan kemarahan.

Cemburu merupakan bahaya yang amat besar bagi hati orang mencinta. Seperti tetumbuhan yang hidup di dahan pohon lain, makin lama makin membesar menghisap sari penghidupan pohon itu, makin lama makin mengakar dan berkembang mengancam kebahagiaan hidup orang yang dihinggapi penyakit ini.

Cemburu merupakan sebuah penyakit dalam tubuh cinta kasih, menunggangi nafsu berahi dan nafsu mementingkan diri sendiri (egoism). Cinta murni timbul dari perasan hati ke hati, menimbulkan berbagai keinginan untuk memiliki, dimiliki, membela, dibela dan dorongan hasrat untuk bersatu lahir batin. Di sinilah nafsu cemburu menyelinap dan mengotorkan cinta dengan menunggang berahi dan mempergunakan sifat ingin mementingkan diri sendiri dari si manusia yang digodakan sehingga menimbulkan lemah kepercayaan terhadap orang yang dicinta.

Kalau kekasih yang dicemburukan itu ternyata memang melakukan penyelewangan cinta, maka hal itu segera dapat mengakhiri keadaan dari siksa cemburu dan persoalannya selesai, keputusannya tergantung dari kebijaksanaan kedua fihak. Akan tetapi, amatlah berbahaya kalau tidak ada bukti penyelewengan seperti halnya kecemburuan Cong San terhadap isterinya. hal ini benar-benar menyiksa batin. Makin dipikir, makin dicurigakan dan diragukan, makin menyiksa karena kelemahan kepercayaan terhadap isterinya ini merupakan pupuk yang paling baik bagi nafsu cemburu sehingga tumbuh dengan suburnya, setiap detik mengusik pikiran menggerogoti hati.

Cong San menyiksa hati sendiri. Sejauh ini, yang terbukti hanyalah penyelewengan di fihak Keng Hong yang jelas telah menulis surat kepada Yan Cu dan surat itu selalu berada di saku bajunya. Tidak ada bukti sama sekali bahwa isterinya masih mencinta Keng Hong.

Akan tetapi pandangannya yang sudah dicengkeram nafsu cemburu, melihat gerak-gerik dan kata-kata Yan Cu seolah-olah merupakan gambaran isterinya itu mencinta Keng Hong dan rindu kepada bekas kekasihnya itu. Hal ini mendorong khayal dibenaknya, khayal yang memanaskan dadanya, membayangkan betapa dahulu isterinya berkasih-kasihan dengan Keng Hong, betapa isterinya itu sebetulnya lebih mencinta Keng Hong daripada dia. Dan yang lebih menyakitkan hatinya lagi adalah dugaan yang tak dapat dia tekan-tekan dan dilenyapkan bahwa anak mereka, Kun Liong, belum tentu keturunannya, mungkin keturunan Keng Hong! Kalau teringat akan hal yang satu ini, sering kali Cong San menangis di tepi telaga.

Bagi orang yang belum pernah merasakan betapa hebat kekuasaan nafsu cemburu, tentu akan mencela kelemahan hati Cong San dan akan menyalahkannya. Akan tetapi, patut dikasihani orang muda ini. Cemburu memang merupakan siksaan hebat, dan bagaimana Cong San tidak akan merasa cemburu setelah segala yang dia hadapi semenjak dia menikah dengan Yan cu? Dia mencinta Yan Cu lahir batin, mencinta sampai di setiap detik darah dan peluhnya, sampai menempel di setiap helai bulu badannya.

Akan tetapi, kenyataan yang menyolok matanya sungguh hebat! Ucapan-ucapan keji dari Cui Im dan Go-bi Thai-houw, kemudian kenyataan bahwa isterinya bukan perawan lagi, ditambah pula surat dari Keng Hong, dan tadi isterinya merengek minta pergi mengunjungi Cin-ling-san karena rindu!






Setelah kenyataan semua itu, betapa mungkin dia dapat bertemu muka dengan Keng Hong? Kalau dia tidak ingat bahwa di fihak isterinya belum ada bukti penyelewengan dan mencinta Keng Hong, tentu surat dari Keng Hong itu sudah cukup baginya untuk datang ke Cin-ling-san dan menantang Keng Hong bertanding mengadu nyawa!

Dia tidak pernah menegur isterinya, tidak pernah membencinya, melainkan berkorban diri dengan menyiksa hati sendiri. Hal ini dia lakukan karena dia tidak ingin menyinggung hati isterinya yang dia cinta, sama sekali dia tidak sadar bahwa sikapnya ini bahkan menimbulkan kegelisahan dan kedukan di hati isterinya.

"Ya Tuhan, apa yang harus hamba lakukan?"

Berkali-kali Cong San mengeluh di dalam hatinya ketika dia duduk seperti arca memandang air telaga tanpa melihat apa yang dipandangnya.

Tekanan batin ini membuat dia seperti buta dan tuli, sehingga dia yang telah memiliki pendengaran tajam terlatih tidak tahu bahwa ada orang menghampirinya dan kini berdiri antara tiga meter di belakangnya. Barulah dia kaget dan meloncat bangun dan membalikkan diri ketika terdengar suara orang itu tertawa,

"Hi-hi-hik, orang muda yang tampan dan bodoh! Apakah baru sekarang engkau melihat kebodohanmu?"

"Iblis betina!"

Cong San memaki ketika mengenal bahwa yang berdiri di depannya adalah Cui Im, orang yang dibencinya!

"Tahan!" Cui Im mengangkat tangan ke atas ketika melihat Cong San sudah akan menyerangnya. "Aku datang bukan untuk bertanding denganmu. Engkau tidak tahu betapa aku kasihan kepadamu, melihat engkau dipermainkan orang! Engkau seperti buta, tidak tahu betapa engkau dipermainkan isterimu dan Keng Hong!"

"Mulut busuk!"

Cong San menerjang dan mengirim pukulan keras ke arah dada Cui Im. Dengan gerakan lincah Cui Im meloncat ke samping lalu mundur.

"Tahan, dengar dulu omonganku! Aku hanya ingin menolongmu, membuka matamu yang buta. kalau kau menghadapi Keng Hong, mana kau mampu menangkan dia? Aku akan membantumu membalas penghinaan yang dilakukan olehnya kepadamu."

"Aku tidak percaya mulutmu yang beracun, iblis betina!" Cong San menyerang lagi.

Cui Im meloncat jauh, lalu melemparkan sehelai kertas.
"Nah, bacalah ini dan apakah kau tidak mengenal tulisan isterimu sendiri? Hi-hi-hik! Selama engkau menyiksa hati di pinggir telaga setiap hari, apakah kerjanya istrimu? Bertemu dengan kekasihnya di hutan sebelah utara telaga. Sekarang pun aku berani bertaruh mereka sedang berkasih-kasihan di sana. Manusia tolol!"

"Keparat, kubunuh engkau!"

Cong San menerjang lagi, akan tetapi Cui Im sudah menggerakkan kaki tangannya melawan dengan jurus In-keng-hong-wi (Awan menggetarkan angin dan hujan). Jurus ini hebat sekali karena inilah ilmu Silat San-in-kun-hoat peninggalan Sin-jiu Kiam-ong yang sudah dipelajarinya.

Angin pukulan yang dahsyat ini takkan dapat dihadapi orang yang tingkatnya setinggi Cong San sekalipun sehingga orang muda itu terhuyung ke belakang. Kalau Cui Im menghendaki, tentu dia telah roboh oleh hantaman ini, namun Cui Im tidak menghendaki demikian dan ketika Cong San meloncat lagi, wanita itu telah lenyap, cepat bukan main gerakannya. Cong San mengejar, akan tetapi kehilangan jejak musuhnya.

Dengan alis berkerut dia kembali ke tempat tadi, memandang kertas yang menggeletak di atas tanah. Hari telah mulai senja, cuaca sudah agak gelap maka dari tempat dia berdiri, dia hanya melihat kertas yang ada tulisannya. Hatinya berkeras tidak mau percaya Cui Im, akan tetapi nafsu cemburu membuat dia membungkuk dan seperti di luar kehendaknya, tangannya menyambar kertas.

Begitu melihat huruf-huruf itu, jantungnya berdebar dan kepalanya pening. Tidak dapat disangkal lagi, itulah huruf-huruf tulisan Yan Cu! Betapa dia tidak mengenal tulisan isterinya yang setiap hari sering kali membuat resep obat, huruf-huruf yang indah dan kecil, rapi seperti bunga-bunga diatur dalam sebuah taman! Matanya terbelalak dan entah beberapa kali dia membaca isi surat itu.

Suheng, kekasihku.

Suheng, harap temui aku sore ini di tempat biasa. Aku tidak tahan lagi. Dia agaknya mulai curiga. Suheng, tolonglah aku, mati hidup aku ikut bersamamu, Suheng, kekasihku.

Baru membaca dua huruf ini saja naik hawa kemarahan dari perut Cong san dan matanya berkunang-kunang. Setelah dia menggosok matanya, baru dia dapat melanjutkan, keringatnya memenuhi muka dan lehernya, kedua tangannya menggigil.

Cong San roboh lemas, surat dikepalnya, napas terengah-engah. Di tempat biasa! Ah, iblis betina itu sengaja hendak menghancurkan kehidupannya, akan tetapi tidak membohong! Isterinya masih melanjutkan hubungan terkutuk itu bersama Keng Hong. Di tempat biasa! Di hutan sebelah utara telaga!

Cong San seperti gila. Melompat berdiri, memaksa kedua kakinya yang menggigil untuk berlari cepat menuju ke utara. Matahari telah tenggelam di barat, dia mempercepat kedua kakinya berlari, takut terlambat untuk memergoki isterinya. Menangkap basah! Ya Tuhan, mengapa sampai terjadi begini? Surat dimasukkan ke dalam saku baju, menjadi satu dengan surat dari Keng Hong dahulu, giginya berkerot dan dia tidak tahu apa yang akan dilakukan kalau berjumpa dengan Keng Hong dan isterinya.

Setelah memasuki hutan yang agak gelap, dia melihat dua bayangan manusia dan otomatis dia menghentikan larinya, lalu menyelinap di antara pohon-pohon, mendekati dengan hati-hati. Jantungnya berdebar sehingga kedua telinganya mendengar denyut jantungnya seperti tambur dipukul.

Tak salah lagi. laki-laki itu tentu Keng Hong! Dia mengenal bentuk tubuh dan potongan wajahnya, biarpun agak gelap. pakaiannya, gerakannya, siapa lagi kalau bukan Keng Hong si keparat? Dan wanita itu, masa dia tidak mengenal isterinya? Memang mereka membelakanginya, akan tetapi sanggul rambut itu, pakaian itu, dia mengenal betul. Isterinya!

Berjalan perlahan, berbisik-bisik dengan Keng Hong yang merangkul pinggang isterinya! Kemudian mereka berhenti melangkah sebentar dan....... hampir Cong San pingsan menyaksikan betapa Keng Hong mencium bibir isterinya. Mereka berciuman, bibir dengan bibir, lama sekali dan melihat betapa lengan isterinya merayap naik dan melingkari leher Keng Hong, melihat betapa kedua tangan Keng Hong mendekap pinggang dan pinggul isterinya!

"Ya Tuhan......!"

Keluhnya dan agaknya kedua orang terkutuk itu mendengar suaranya karena mereka itu menengok dan tiba-tiba mereka berkelebat lari dari tempat itu, cepat sekali.

"Keng Hong, manusia hina, tunggu!!"

Cong San meloncat, mengejar, akan tetapi karena gerakan kedua orang itu cepat sekali dan hutan itu pun gelap, dia tidak dapat menyusul dan kehilangan mereka. Dengan marah seperti gila dia berteriak-teriak, memaki-maki dan mencari ubek-ubekan di dalam hutan itu sampai akhirnya dia menjatuhkan diri di atas tanah, memegangi kepala dengan kedua tangan, terengah-engah seperti akan putus napasnya, bukan karena lelah berlari-lari sejak tadi, melainkan terengah-engah karena kemarahannya.

Kemudian dia teringat. Apapun yang akan dia lakukan terhadap Keng Hong, dia harus berjumpa dengan isterinya lebih dulu! Dia harus membikin perhitungan dengan isterinya, membereskan persoalan ini. Maka dia lalu meloncat lagi, berlari menuju ke rumahnya.

Tokonya masih tutup dan kedatangannya disambut oleh Chie-ma yang menggendong Kun liong. Ketika pelayan itu melihat wajah Cong San, hampir dia berteriak kaget. Wajah itu menakutkan, matanya merah dan melotot, rambu awut-awutan, pakaiannya kotor terkena lumpur dan debu, giginya berkerot, napasnya terengah.

"Di mana Toanio?"

Cong San bertanya dan kalau saja pelayan ini tidak mengenal betul wajah majikannya, tentu dia akan mengira bahwa yang bicara ini adalah orang lain. Suara majikannya demikian berubah!

"Toanio....... baru saja pergi, tergesa-gesa, entah kemana akan tetapi kelihatannya bingung......"

"Lekas siapkan pakaian Kun Liong, bantal yang baik dan siapkan di kamar!"

Menyaksikan sikap majikannya dan mendengar suaranya, pelayan itu tidak berani banyak cakap lagi, dan biarpun terheran-heran namun dia melakukan perintah itu. Cong San menyalakan lampu besar di toko, tidak membuka tokonya lalu duduk terhenyak di kursi, menanti kedatangan isterinya.

Ke manakah perginya Yan Cu kalau tidak mengadakan pertemuan hina dan berzinah dengan Keng Hong, pikirnya. Keparat, wanita berhati palsu dan berkelakuan hina dan rendah!

"Brakkkkk.....!"

Pintu terbuka dari luar dan muncullah Yan Cu dengan muka pucat. Ketika melihat Cong San duduk di atas kursi, Yan Cu berseru,

"San-koko.....!" Ia menubruk dan memeluk suaminya.

"Jangan sentuh aku!!"

Cong San menangkis dan Yan Cu hampir roboh terguling kalau dia tidak cepat meloncat ke kiri, berdiri memandang suaminya dengan mata terbelalak kaget seperti melihat setan.

"Kau...... kau...... ada apakah.......? Apakah terluka? Apakah yang terjadi.........?" Yan Cu bertanya gugup dan bingung.

Cong San mendelik.
"Perempuan........"

Dia tidak melanjutkan makiannya dan naik sedu-sedan dari dadanya yang mencekik kerongkongannya. Tidak, dia tidak mungkin dapat mengutuk isterinya, tidak dapat dia memaki isterinya. Melihat wajah itu, wajah yang terbelalak pucat membayangkan ketakutan hebat, dia merasa kasihan. Ahhhh, dia mencinta isterinya betapa mungkin dia menyakitinya, baik tubuh maupun jiwanya.

"Yan Cu, engkau masih bertanya apa yang terjadi? Aihhh, begitu kejamkah hatimu? Begitu palsukah? Apa yang terjadi? Sepatutnya engkau yang menceritakan kepadaku, apa yang terjadi......." Ia terisak dan memejamkan matanya.

Yan Cu berlutut.
"Suamiku......... apa yang terjadi? Aku diberitahu orang, entah siapa, bahwa engkau bertanding dengan seorang wanita...... aku khawatir sekali, menduga bahwa tentu iblis betina Cui Im yang menyerangmu. Aku berlari cepat menyusulmu ke telaga, akan tetapi tidak ada siapa-siapa di sana. Aku cepat pulang dan....."

"Cukuplah!"

Cong San berteriak, menjerit karena suara itu adalah jeritan hatinya. Kalau isterinya menangis dan menyatakan penyesalannya, minta ampun dan menceritakan dengan terus terang, agaknya dia akan dapat memaafkan isterinya yang dia cinta. Ia siap melakukan pengorbanan apa pun juga. Akan tetapi isterinya malah membohong! Isterinya yang dia lihat tadi berciuman mesra dengan Keng Hong....... pakaian itu, rambut itu...... tidak, tidak salah lagi, kini malah membohong seolah-olah matanya buta!

"Yan Cu, tidak perlu membohong dan tidak perlu kiranya bicara lebih panjang kalau hal itu menyakitkan hatimu. Kalau engkau memang mencintanya, biarlah aku mengalah, aku mundur....."

"Suamiku! Ucapan apa yang kau keluarkan ini? Apa..... apa maksudmu? Demi Tuhan, apa maksudmu?" Yan Cu berteriak-teriak, tidak peduli apakah teriakannya akan terdengar tetangga.

Cong San hampir hilang kesabarannya. Yan Cu masih bermain sandiwara! Ini melampaui batas! Mengapa tidak berterus terang saja? Bukti-bukti sudah cukup. Ia bangkit berdiri, merogoh sakunya mengeluarkan dua buah surat yang selama ini mengganjal hatinya.

"Tulisan siapa ini?" Ia membeberkan surat kecil yang diterimanya dari Cui Im tadi.

Yan Cu memandang pucat, dari tempat ia berlutut ia tidak dapat membaca isi surat, akan tetapi ia mengenal tulisannya sendiri.

"Seperti tulisanku...... surat apakah itu?"

Cong San membanting kakinya dengan pengerahan sinkang sehingga kakinya amblas sampai beberapa senti meter di lantai. Tangannya bergerak dan surat Keng Hong melayang ke bawah.

"Lihat surat kekasihmu ini! Utusannya datang untuk memberikannya kepadamu, akan tetapi aku merampasnya. Apakah masih perlu banyak membohong lagi?"

Dengan muka pucat dan mata terbelalak Yan Cu mengambil dua surat itu, membacanya dan wanita itu demikian heran, bingung, dan marahnya sehingga ia mengeluarkan jerit aneh dan terkulai lemas, roboh pingsan!

Hampir saja Cong San menubruk dan memeluk isterinya. Melihat wanita yang dicintainya itu roboh pingsan, hatinya tidak kuat. Akan tetapi, dia tahu bahwa tanpa sepatah pun kata Yan Cu telah mengaku, maka isterinya itu pingsan. Ia menguatkan hatinya, meloncat bangun dan lari ke dalam menyambar Kun Liong dari gendongan Chie-ma yang berdiri menggigil dan memandang dengan mata terbelalak, menyambar buntalan pakaian anaknya lalu melesat keluar dari kamar. Chie-ma menjerit dan lari keluar, hampir menginjak tubuh Yan Cu yang menggeletak di lantai.

"Toanio......! Aihhhh..... Toanio, apa yang terjadi ini........?"

Chie-ma memeluk tubuh majikannya yang pingsan dan melolong-lolong, merasa seolah-olah dunia kiamat karena dia tidak tahu apa yang menyebabkan semua kejadian hebat ini.

Yan Cu siuman, mengeluh dan teringat. Cepat ia meloncat bangun sehingga Chie-ma terpelanting.

"Mana suamiku.......?"

"Ahhhh, Toanio...... dia....... dia membawa Kun liong, lari......"

"San-koko........! Suamiku......! Ini semua fitnah.......!"

Ia menjerit-jerit, lari masuk ke kamar, mencari-cari, lari keluar sehingga para tetangga yang kaget mendengar jeritan-jeritan itu keluar rumah. Mereka melihat Yan Cu berlari-larian cepat sekali, ke sana ke mari, tidak tahu hendak mengejar kemana, kemudian nyonya muda itu terguling roboh, pingsan lagi di pinggir jalan!

Dengan bantuan para tetangga, Chie-ma menggotong tubuh Yan Cu memasuki toko. Setelah siuman, Yan Cu menangis, mengguguk. Kemudian ia turun, mengambil dua surat dan menyimpannya. Ia masih bercucuran air mata, akan tetapi tidak menangis lagi, wajahnya membayangkan sikap dingin yang mengerikan.

"Chie-ma, kau jaga baik-baik rumahku. Aku harus pergi mengejar suamiku," katanya dan tanpa banyak cakap lagi malam-malam itu Yan Cu lari keluar, mencari dan mengejar suaminya.

Chie-ma yang dikerumuni para tetangga hanya melolong-lolong, tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka karena sesungguhnya dia sendiri pun tidak mengerti apa yang telah terjadi.

Setelah para tetangga pulang, Chie-ma masih menangis. Cemburu! Tentu itu sebabnya. Cemburu.

"Ya Tuhan, lindungilah mereka...... aduhhh, kebahagiaan mereka hancur oleh cemburu....." ia menangis lagi semalam suntuk.

**** 203 ****
Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: