*

*

Ads

FB

Selasa, 30 Agustus 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 164

"Hemmm... sesunguhnyakah?"

"Perlu apa aku bohong? Mengapa Lo-enghiong dahulu itu meninggalkan aku begitu saja? Padahal aku... aku mencari-carimu, maka aku menimpakan noda itu kepada Keng Hong."

"Tapi... tapi kenapa engkau mengancamku ?"

"Aihhhhh... Lo-enghiong mengapa tidak tahu akan wanita? Tentu saja aku malu di depan begitu banyak orang ?"

"Tapi... tapi... hatiku belum yakin..."

Lian Ci Sengjin semenjak mudanya menjadi tosu. Seperti juga segala macam agama di dunia ini, Agama To pun merupakan agama yang amat baik, amat suci dan merupakan pelajaran bagi manusia untuk tidak menghambakan diri kepada nafsu dan kesenangan duniawi. Kalau toh ada seseorang beragama yang melakukan penyelewengan, hal ini bukanlah sekali-kali salahnya agama itu sendiri, melainkan kesalahan si orang yang lemah batinnya sehingga menyeleweng daripada ajaran agamanya! Agamanya sendiri tetap suci, tetap bersih, namun manusia juga tetap manusia, mahluk yang selemah-lemahnya!

Tubuh Lian Ci Sengjin tergelimpang tak berdaya di atas rumput dan hanya matanya yang memandang betapa gadis dengan tubuh yang bagaikan terselaput emas di bawah sinar bulan purnama itu kini tidak tampak lagi oleh Lian Ci Sengjin karena seolah-olah gadis itu telah berubah menjadi setan yang amat menyeramkan baginya.

"Hi-hi-hik, he-he-heh-heh-heh!"

Lian Ci Sengjin maklum bahwa dia telah terjebak, maklum akan bahaya maut mengancam dirinya. Cepat dia membuka mulut hendak menjerit untuk menarik perhatian kawan-kawannya.

Namun secepat kilat Hun Bwee menampar mulutnya, mencengkeram mulut itu dengan tangan kiri, kemudian tangan kanannya menyambar pakaian Lian Ci Sengjin. Celana bekas tokoh Kun-lun-pai itu kini disumbatkan ke dalam mulut sampai hampir memenuhi kerongkongan!

"Hi-hi-hik! Lian Ci Sengjin, ataukah Lian Ci Tojin? Enak benar ya engkau dahulu memperkosa aku? Hi-hi-hik, sekarang tiba saatnya engkau menerima hukumanku!"

Lian Ci Sengjin hanya membelalakkan matanya dengan penuh rasa ngeri dan serem, kemudian saking takutnya, air keluar dari atas dan bawah! Ia terkencing-kencing saking takutnya, dan air matanya mengalir turun, pandang matanya minta dikasihani seperti mata seekor lembu yang sudah ditelikung akan disembelih. Namun tentu saja keadaannya ini bukan menimbulkan rasa iba di hati Hun Bweee, bahkan menambah kemarahan gadis yang sudah kumat lagi gilanya itu!

"Singggg...!" Sinar hitam berkelebat ketika Hek-sin-kiam dicabut.

"Apamu dulu yang harus dihukum? Hi-hi-hik!" Hun Bwee mengelebatkan pedangnya depan hidung Lian Ci Sengjin. "Mula-mula tanganmu, ya? Tanganmu mencengkeramku, merenggut lepas pakaianku, membelaiku. Benar, tanganmu yang lebih dulu kurang ajar." Sinar hitam berkelebat dan andaikata mulut Lian Ci Sengjin tidak disumbat, tentu dia melolong-lolong saking nyerinya.

Hebatnya, gadis itu kini menari-nari di depan Lian Ci Sengjin! Menari-nari sambil terkekeh-kekeh kegirangan seperti seorang anak kecil bermain-main.

"Bagus! Bagus! Hi-hik-hik, kini tanganmu tidak dapat mengerayangi tubuh wanita lagi! Sekarang apamu?"

Tiba-tiba Hun Bwee berhenti menari, menengadah dan mengerutkan kening, mengingat-ingat.dahulu ketika dia diperkosa, dia berada dalam keadaan pingsan, atau setengah pingsan sehingga dia hanya ingat secara remang-remang saja.

"Hi-hi-hik! Engkau makin buruk saja, menjijikkan! Orang macam engkau ini hendak menjadi kekasihku? Heh-he-heh! Sekarang bagian tubuhmu yang paling menjijikkan harus dibuang!"

Pedang berkelebat dan Lian Ci Sengjin memejamkan mata, maklum bahwa maut akan datang merenggut nyawanya. Akan tetapi pedang tidak jadi dibacokkan dan Hun Bwee tertawa-tawa.

"Ah, nanti dulu, hi-hi-hik! Keenakan engkau kalau mati sekarang! Engkau pun telah menyiksaku dan sampai kini aku masih hidup, hu-hu-huuuuuk!" Gadis itu menangis.

Lian Ci Sengjin makin mengkirik ngeri.

Tiba-tiba Hun Bwee tertawa lagi.
"Ha-ha-hi-hi-hik! Benar! Matamu itu, ah, kalau saja matamu bukan yang kau pakai sekarang ini, belum tentu engkau akan melakukan perkosaan kepadaku. Matamu itu mata keranjang, dan lebih baik dibuang saja!"

Mengerikan sekali keadaan bekas tokoh Kun-lun-pai itu. Kalau tadi dia masih dapat memperlihatkan rasa takut dan rasa nyeri yang luar biasa melalui pandang matanya, kini dia hanya mampu berkelojotan.

Hanya gerakan berkelojotan lemah ini saja yang menandakan bahwa dia belum mati, belum pingsan dan masih menderita penyiksaan yang hanya dapat dilakukan seorang yang sudah gila itu, gila karena berubah ingatan atau juga gila karena diamuk dendam.

“Heh-heh-heh, engkau tidak merintih. Ohhh, sumbat mulutmu!"

Hun Bwee yang agaknya merasa kurang puas karena melihat korbannya tidak dapat mengeluarkan suara itu, menyambar dan membuka sumbat yang dijejalkan ke mulut Lian Ci Sengjin.

“...ampun... ampun... ampun...!"

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: