*

*

Ads

FB

Selasa, 30 Agustus 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 163

"Hun Bwee, tahan!" Cui Im membentak dan Hun Bwee menghentikan langkahnya lalu menoleh.

"Dengar baik-baik. Engkau sudah berjanji mentaati perintahku, bukan? Nah, perintah pertama engkau tidak boleh membunuh Keng Hong...

"Akan tetapi dia... dia..."

"Engkau tidak boleh mengganggunya tanpa seijin dariku, mengerti? Kalau sudah tiba saatnya aku harus membunuhnya, biarlah kuserahkan tugas itu kepadamu. Mengerti?"

Dengan muka kecewa sekali Hun Bwee mengangguk, kemudian berdiri dekat Cui Im sambil menundukkan muka seperti orang melamun. Cui Im menepuk-nepuk pundaknya dan berkata,

“Mulai sekarang engkau menjadi pebantuku yang setia, Hun Bwee...”

Hun Bwee hanya mengangguk-angguk dan semua ini dipandang oleh Biauw Eng dengan hati panas, akan tetapi bagaimana dia akan dapat menyalahkan sucinya yang memang tidak waras pikirannya itu? Ia hanya dapat menghela napas panjang. Selain Hun Bwee berubah seperti itu, tentu saja kini menjadi makin sukar lagi bagi mereka untuk lolos. Berkurang seorang tenaga yang amat kuat.

Tak terasa lagi, dalam keputus-asaan ini Biauw Eng mengerling ke arah Keng Hong dan betapa heran hatinya melihat Keng Hong yang menyandar tubuh yang lemas itu ke tiang di mana dia terikat, juga memandangnya dan tersenyum! Pandang mata pemuda itu kepadanya seolah-olah menggantikan kata-kata yang menghibur, yang minta kepadanya agar tidak putus asa!

Tawanan yang kini tingga empat orang itu lalu dibawa pergi dan dijebloskan ke dalam kamar-kamar tahanan yang amat kuat dan terpisah. Kamar tahanan itu terbuat daripada dinding batu dan pintu serta jendelanya diberi jeruji besi yang amat kuat.

Empat orang muda yang ditahan ini masing-masing tenggelam dalam lamunan sendiri. Cong San amat khawatir akan keselamatan teman-temannya, terutama sekali Yan Cu. Ia harus mengakui bahwa baru satu kali ini dia jatuh cinta, yaitu kepada Yan Cu. Dia tidak khawatir akan keselamatan diri sendiri. Sebagai seorang pemuda gemblengan murid ketua Siauw-lim-pai, tentu saja dia mempunyai tenaga dan ilmu simpanan dan kalau dia menghendaki, dengan pengerahan tenaga sakti, dia akan dapat mematahkan belenggu dan membebaskan diri.

Akan tetapi tadi dia melihat tanda isyarat pandang mata Keng Hong dan dia dapat menangkap apa kehendak Keng Hong dengan isyarat itu. Memang benar kalau dia memberontak, hal ini akan membahayakan keselamatan mereka berliga, kini hanya tinggal berempat karena wanita gila itu berfihak kepada musuh. Fihak musuh terlalu kuat dan terlalu banyak. Dia harus menanti saat yang baik, mencari kesempatan agar sekali memberontak, dapat membebaskan mereka semua. Tentu Keng Hong juga berpendapat demikian, pikir Cong San yang duduk termenung bersandar dinding di dalam kamar tahanannya yang sempit?






Benarkah seperti murid Siauw-lim-pai ini pendapat Keng Hong? Hanya sebagian saja demikian. Sesungguhnya banyak hal yang menyebabkan Keng Hong mandah dan diam saja dijadikan tawanan. Dengan ilmu kepandaiannya yang tinggi, kalau dia mau tentu saja dia pada kesempatan pertama sudah dapat menyelamatkan dirinya sungguhpun belum tentu dia akan dapat menyelamatkan empat orang temannya.

Akan tetapi Keng Hong tidak mau melakukan hal itu. Pertama kali, ketika mereka semua tertawan dan dia sendiri telah dibelenggu Biauw Eng, dia sengaja diam saja untuk sekedar mencoba Biauw Eng, akan tetapi tentu saja dia setiap saat siap untuk melindungi teman-temannya apabila terancam keselamatannya. Ketika melihat bahwa Cui Im hanya menawan mereka, dia pun diam saja, pura-pura tidak berdaya.

Kini, Keng Hong masih belum turun tangan, pertama karena usahanya pertama kali gagal, dan ke dua, selain melihat kokoh kuatnya penjagaan benteng itu dan banyaknya tokoh-tokoh yang berilmu tinggi, juga dia harus mengingat akan pusaka-pusaka yang kembali terampas oleh Cui Im. Terutama sekali pusaka-pusaka yang harus dia kembalikan kepada partai-partai besar yang memilikinya. Kalau dia sampai gagal merampas tentu kelak akan sukar sekali baginya untuk merampas kembali dan tentu Cui Im akan lebih berhati-hati.

Biauw Eng juga melamun dalam kamar tahanannya. Hatinya masih penuh penasaran melihat sikap Hun Bwee. Tak disangkanya sama sekali bahwa sucinya itu ternyata adalah seorang yang rendah budi, yang begitu saja menyerah kepada musuh dan mengorbankan teman-temannya, terutama sekali mengorbankan dia, sumoinya. Benarkah bahwa Hun Bwee berbuat seperti itu karena iri hati dan cemburu kepadanya? Karena dia kini kembali menyatakan cinta kasihnya kepada Keng Hong? Dan gadis ini pun mulai meneliti perasaannya sendiri.

Tadinya dia memang benci kepada Keng Hong, tidak saja karena sikap Keng Hong yang lalu, akan tetapi ditambah lagi certia Hun Bwee bahwa pemuda itu memperkosanya. Setelah bertemu dengan Keng Hong dan melihat bertapa Keng Hong menyatakan penyesalannya atas sikapnya yang dahulu terhadap dirinya, bahkan Keng Hong telah menyerah dan rela untuk ditawan atau dibunuhnya sekalipun. Apalagi ketika ia mendengar ucapan Cong San kemudian melihat sikap Hun Bwee dan Lian Ci Sengjin yang membongkar perkosaan itu, makin membuyar rasa bencinya dan timbul kembali cinta kasihnya terhadap Keng Hong yang memang tak pernah padam.

Dia mencinta Keng Hong, hal ini terjadi semenjak dahulu. Akan tetapi Hun Bwee, yang katanya telah diperkosa Keng Hong, apakah juga mencinta Keng Hong dan cemburu kepadanya? Akan tetapi kalau benar demikian, mengapa Hun Bwee kini hendak membunuh Keng Hong?

Benar-benar ia menjadi bingung. Apakah Hun bwee kumat gilanya? Akan tetapi sinat matanya tidak liar seperti biasanya kalau kumat.

Yan Cu juga termenung. Gadis ini merasa menyesal sekali kepada Biauw Eng yang ia anggap menjadi gara-gara sampai mereka tertawan. Akan tetapi ia pun merasa menyesal kepada Keng Hong mengapa suhengnya begitu tolol untuk mengorbankan diri demi cintanya kepada Biauw Eng yang tak dapat menghargai cinta orang itu!

Dan ia teringat akan sikap Cong San kepadanya. Pemuda murid Siauw-lim-pai itu cinta kepadanya! Akan tetapi dia? Ah, sukarlah untuk menjawabnya. Hatinya masih belum dapat melenyapkan perasaan mesranya terhadap Keng Hong, sungguhpun ia sendiri tidak berani mengatakan apakah dia sebenarnya mencinta Keng Hong. Sampai saat itu pun Yan Cu mencar-cari arti cinta itu belu dapat menemukannya!

Akan tetapi, dia tidak putus asa, juga tidak takut. Selama nyawa masih dikandung badan, dia tidak akan kehabisan akal dan harapan. Pasti akan muncul saat dan kesempatan bagi seorang di antara mereka untuk meloloskan diri dan menolong teman-temannya. Dia sendiri pun akan mencari kesempatan itu. Kalau mungkin malam nanti melepaskan ikatannya dan berusaha keluar dari kamar tahanan. Atau kalau tidak berhasil, dia akan menanti sampai penjaga memberi makanan. Mungkin dia akan dapat merobohkan penjaga. Kalau saja Keng Hong tidak begitu lemah terhadap cinta kasihnya yang amat mendalam kepada Biauw Eng! Ia percaya penuh bahwa dengan kelihaiannya, suhengnya itu akan dapat menolong mereka semua.

Sementara itu, Cui Im, Pat-jiu Sian-ong, Pak-san Kwi-ong dan semua tokoh yang berada di benteng itu mengadakan perundingan. Cui Im yang dianggap paling lihai di antara mereka dan paling cerdik, memimpin perundingan

Mereka telah mengirim mata-mata dan kurir, untuk menyediliki keadaan kota raja, menyelidiki pertemuan para tokoh kang-ouw di puncak Tai-hang-san, dan mengirim utusan untuk menghubungi kepada suku bangsa Mongol dan Mancu yang berada di luar Tembok Besar di daerah utara. Mereka itu memutuskan untuk menanti kembalinya para penyedlidik sekalian menanti datangnya utusan Mongol dan Mancu yang mereka undang.

Tan Hun Bwee benar-benar diberi kebebasan. Mendapatkan sebuah kamar yang cukup indah dan dia tidak diganggu sama sekali. Namun Cui Im adalah seorang cerdik. Dia memang ingin menggunakan gadis gila itu untuk menarik Go-bi Thai-houw bersekutu, akan tetapi diam-diam ia pun selalu menyuruh orang memperhatikan dan menjaga gadis ini. Namun, dalam beberapa hari itu Hun Bwee kelihatan baik-baik saja, bahkan dia mulai mendekati Lian Ci Sengjin!

Hal ini diketahui baik oleh Cui Im dan dia diam-diam tertawa. Lebih baik Lian Ci Sengjin didekatkan kembali dengan gadis yang telah diperkosanya itu. Dia tahu betapa Lian Ci Sengjin masih tergila-gila kepadanya dan sering suka menggodanya dengan celaan-celaan dan tuntutan-tuntutan agar dia suka mempertimbangkan lamarannya! Kalau Hun Bwee bisa menghiburnya, tentu akan berkurang bekas tosu itu menggodanya.

Malam itu bulan bersinar sepenuhnya Lian Ci Sengjin keluar dari pondoknya dengan muka merah. Baru saja dia kembali cekcok dengan suhengnya. Sian Ti Sengjin. Suhengnya itu telah beberapa kali mengajaknya agar kembali saja ke Phu-niu-san, dimana mareka berdua sedang membangun dan memperkembang partai yang mereka bentuk setelah mereka "tidak mendapat angin" di Kun-lun-pai.

"Suheng, mengapa tergesa-gesa? Bukankah kita membutuhkan bantuan Cui Im untuk membalas sakit hati kita ke Kun-lun-pai? Pula, kalau kita berhasil menghancurkan Kun-lun-pai, mana bisa nama kita bersih daripada noda setelah kita berdua diusir dari sana? Tentu dunia kang-ouw akan mencemoohkan nama partai Phu-niu-san yang akan kita kembangkan!" Demikian dia membantah ajakan suhengnya.

“Akan tetapi aku merasa ragu-ragu, Sute. Mereka itu... ah, bagaiana kita sudah terperosok begini rendah sehingga bersekutu dengan kaum sesat?" Sian Ti Sengjin berkata sambil menarik napas berulang-ulang dan keningnya berkerut.

"Aku pun tidak suka, akan tetapi kita terpaksa, Suheng! Sudahlah, kita sudah terlanjur basah, lebih baik terjun sama sekali!"

Dengan kata-kata itu, Lian Ci Sengjin meninggalkan suhengnya dan keluar untuk mencari hawa sejuk agar mendinginkan hati dan pikirannya yang panas. Di bawah sinar bulan purnama itu, teringatlah dia akan wajah-wajah cantik. Ia menengadah, memandang bulan purnama dan bekas tosu Kun-lun-pai yang gagal menguasai nafsunya sendiri itu menghela napas.

Bulan yang bundar itu seolah-olah berubah menjadi wajah Cui Im yang tersenyum kepadanya. Ah, tiada harapan, pikirnya. Wanita cantik itu terlalu angkuh. Kemudian bulan itu mebayangkan wajah Hun Bwee dan dia menarik napas kembali. Gadis itu cantik juga dan kalau dia teringat akan peristiwa dahulu ketika dia berhasil merenggut kehormatan gadis itu, timbul pula gairahnya. Kalau saja dia bisa mendapatkan Hun Bwee untuk menjinakkan nafsunya yang liar bergelora, akan puaslah hatinya.

Sayang bahwa gadis itu agaknya telah berubah ingatannya! Tapi, sekarang kelihatan sudah waras dan dengan pakaiannya yang merah dan ketat, sungguh tidak kalah menariknya oleh Cui Im yang jauh lebih tua. Biarpun kelihatan masih cantik, akan tetapi dia dapat menduga bahwa usia Ang-kiam Bu-tek Bhe Cui Im sudah mendekati tiga puluh tahun, sedangkan Hun Bwee tentu baru dua puluh tahun lebih!

"Lo-enghiong...!"

Suara halus ini menyadarkan Lian Ci Sengjin dari lamunan dan ketika dia menengok, dia melihat Hun Bwee berdiri sambil tersenyum manis dan pandang mata begitu indah, seperti sinar bulan purnama sendiri! Pertama-tama dia terkejut dan siap menghadapi wanita ini kalau hendak mengamuk, akan tetapi melihat senyum dan pandang mata itu, dia merasa lega.

"No... Nona..., engkau di sini?"

Hun Bwee tersenyum, senyum yang amat manis dalam pandang mata Lian Ci Sengjin, karena disertai bayangan malu-malu kucing!

"Lo-enghiong... mengapa engkau agaknya selalu menjauhkan diri dariku? Apakah... apakah Lo-enghiong termasuk golongan pria yang berwatak habis manis sepah dibuang?"

Berubah wajah Lian Ci Sengjin, menjadi pucat lalu berubah merah, matanya terbelalak. Tadinya dia mengira bahwa gadis ini benar-benar menjatuhkan tuduhan perkosaan itu kepada Keng Hong, akan tetapi pertanyaan ini berarti lain?"

"Apa... apa maksudmu, Nona?"

Kembali Hun Bwee tersenyum malu-malu dan mengerling.
"Lo-enghiong, aku sudah membersihkan nama baikmu dan menjatuhkan noda kepada Cia Keng Hong yang kubenci, apakah kau masih tidak mengerti apa yang kumaksudkan? Marilah kita bicara di taman sana, Lo-enghiong. Sungguh tidak menyenangkan dan amat memalukan bagiku kalau ada telinga lain yang mendengarnya," kata gadis itu perlahan-lahan.

Timbul kecurigaan di hati Lian Ci Sengjin.
"Katakan dulu mengapa kau lakukan itu, baru aku percaya," katanya terus terang.

Hun Bwee menarik napas panjang dan menoleh ke kanan kiri, kemudian melangkah maju mendekat dan berbisik lirih,

"Lo-enghiong, aku adalah puteri tunggal Tan-piauwsu. Ayah dan ibuku mendendam sakit hati kepada Sin-jiu Kiam-ong dan aku sudah bersumpah membalasnya. Karena ayah dan ibu mati oleh perbuatan Sin-jiu Kiam-ong, maka aku harus membalas kepadanya dan karena dia pun sudah tidak ada, maka satu-satunya jalan hanya membalas dendam kepada muridnya,"

Lian Ci Sengjin mengangguk-angguk. Dia mengenal Tan-piauwsu dan sudah mendengar pula piauwsu itu merupakan seorang di antara musuh-musuh Sin-jiu Kiam-ong.

"Lalu bagaimana?"

"Aku... eh, telah... Menjadi isteri Lo-enghiong... dan... Hal itu... amat membahagiakan hati..."

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: