*

*

Ads

FB

Minggu, 24 Juli 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 084

Kakek itu mengangkat tangan dan menggoyang-goyangnya seperti hendak mencegah pemuda itu melanjutkan ucapan terima kasihnya.

"Seorang kuncu tidak mengangap bantuan sebagai pelepas budi, tidak menganggap kebajikan sebagai sesuatu yang dibanggakan melainkan sebagai suatu keharusan dan kewajiban. Orang muda, siapakah namamu? Aku sudah lupa lagi."

"Saya Cia Keng Hong, Locianpwe."

"Keng Hong, setelah engkau menemukan peninggalan pusaka gurumu, tentu engkau telah mewarisi seluruh ilmu kepandaian Sin-jiu Kiam-ong, bukan?"

"Ilmu, kepandaian tak dapat diwarisi, Locinpwe, hanya dapat dipelajari. Saya telah mempelajarinya sedikit-sedikit akan tetapi tentu saja masih jauh daripada sempurna."

"Wah, engkau pandai merendah, Keng Hong. Dahulu pun kepandaianmu sudah mengerikan, apalagi sekarang. Dan sekarang, kemana engkau hendak pergi, apa yang hendak kau lakukan setelah engkau memiliki ilmu kepandaian gurumu?"

"Locianpwe, saya mohon petunjuk Locianpwe mengenai cita-cita yang menjadi tugas saya ini. Saya akan berusaha untuk menemui semua tokoh kang-ouw yang dahulu memusuhi suhu dan akan saya usahakan sedapat mungkin untuk menebus kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh suhu terhadap para tokoh kang-ouw. Bagaimana menurut pendapat Locianpwe? Apakah usaha saya ini tidak berlawanan dengan kebaktian seorang murid terhadap gurunya?"

"Di dalam kitab Tiong-yong, guru besar Khong Cu berkata! Hu-hauw-cia, Sian-kee-jin-ci-ci, Sian-sut-jit-ci-su-cia-ya (Berbakti ialah melanjutkan cita-cita mulia dan pekerjaan benar daripada leluhurnya). Kalau seorang murid melakukan perbuatan-perbuatan mulia dan benar, berarti bahwa dia mengangkat tinggi nama gurunya. Kalau muridnya menjadi seorang baik, tentu gurunya dipuji orang. Sebaliknya kalau si murid menjadi seorang jahat tentu gurunya dimaki orang. Gurumu Sin-jiu Kiam-ong, di waktu hidupnya menjadi seorang petualang, ugal-ugalan dan karenanya menyusahkan banyak orang sehingga dimusuhi. Dia meninggalkan nama buruk. Kalau engkau sebagai muridnya dapat melakukan kebaikan-kebaikan, hal itu berarti engkau telah berbakti, karena dengan kebaikan muridnya, setidaknya nama buruk si guru akan tercuci sebagian. Akan tetapi, tujuan dan cita-cita baik saja belum ada gunanya kalau belum dilaksanakan, Keng Hong. Sekarang, engkau hendak kemana?"

"Terima kasih atas wejangan Locianpwe yang ternyata cocok dengan isi hati saya. Saya akan pergi ke puncak sana menemui para pimpinan Tiat-ciang-pang yang paling dekat dari sini. Tugas ini tidak ada sangkut pautnya dengan suhu. Seperti Locianpwe telah mengetahui, dahulu enam tahun yang lalu saya pernah bentrok dengan Tiat-ciang-pang karena salah faham maka sekarang saya hendak menghapus pertentangan itu dengan mohon maaf kepada para pemimpinnya."

Kakek itu tertawa dan mengelus jenggotnya.
"Ha-ha-ha, kebetulan sekali. Di sana sedang ada keramaian, dan mungkin setibamu di sana akan terjadi perkara besar di sana. Tidakkah kau melihat rombongan tamu yang menuju ke sana itu? Aku sendiri pun kalau ada minat, akan menonton keramaian."






"Saya tadi melihat rombongan itu, Locianpwe. Ada keramaian apakah?"

"Pesta keramaian dari mereka yang menang! Mereka merayakan ulang tahun Tiat-ciang pang, juga merayakan kemenangan bala tentara Raja Muda Yung Lo yang berhasil merebut kekuasaan. Sebagai fihak yang pro tentara, tentu saja Tiat-ciang-pang mendapat pahala dan karena itu mereka merayakan kemenangan. Nah, kalau kau hendak menemui para pimpinannya, sekaranglah saatnya. Pergilah, Keng Hong, dan jangan lupa dasar tujuanmu, yaitu menjunjung nama guru yang hanya dapat kau capai dengan perbuatan benar. Selamat berpisah!"

Kakek itu meloncat jauh lalu berloncatan dengan kedua lengan dikembangkan dan digerak-gerakkan seperti burung terbang!

Keng Hong menarik napas lega. Bercakap-cakap dengan kakek itu menambah keyakinannya akan benarnya usaha yang ditempuhnya. Ia maklum betapa berat tugasnya, namun keyakinan bahwa yang dia lakukan adalah benar memperingan tugas itu dalam hatinya. Ia lalu melanjutkan perjalannya menuju ke puncak Pegunungan Bayangkara dimana sudah tampak tembok besar yang menjadi bangunan pusat perkumpulan Tiat-ciang-pang.

Tiat-ciang-pang adalah sebuah perkumpulan yang besar dan terkenal, apalagi setelah timbul perang ketika Raja Muda Yung Lo memimpin bala tentaranya dari utara menyerbu ke selatan dan perkumpulan ini membantu dengan penuh semangat.

Setelah perang dimenangkan tentara utara, nama Tiat-ciang-pang meningkat dan makin banyaklah orang yang memuji-muji perkumpulan ini. Maka ketika perkumpulan itu merayakan ulang tahun sekalian merayakan kemenangan bala tentara utara, juga untuk mengadakan pemilihan ketua baru karena Ouw Beng Kok, ketua pertama itu hendak mengundurkan diri karena merasa sudah terlalu tua. Banyak sekali tamu berdatangan dari segenap penjuru, tokoh-tokoh kang-ouw dan bekas-bekas teman seperjuangan.

Keng Hong menyelinap di antara para tamu dan tidak ada seorang pun memperhatikan pemuda ini karena memang Keng Hong tidak kelihatan menyolok dengan pakaiannya yang sederhana dan kelihatannya tidak membawa sepotong pun senjata, sama sekali tidak kelihatan seperti seorang tokoh kang-ouw yang pandai ilmu silat. Apalagi karena pada saat itu warna kulit muka Keng Hong sudah berubah hitam, karena dia sengaja menggunakan semacam getah pohon untuk menghitamkan muka.

Kepandaian menyamar ini dia dapatkan dari sebuah di antara kitab-kitab suhunya, dan dia tahu bagaimana harus mengubah warna kulit mukanya menjadi hitam, putih, kuning, merah atau bahkan kehijauan, hanya mempergunakan getah-getah kulit pohon atau daun-daun. Karena kedatangannya dengan itikad baik, dia tidak ingin menimbulkan kekacauan dan tidak ingin dikenal anak buah Tiat-ciang-pang yang tentu akan mengacaukan urusan sebelum dia sempat bicara dengan Ouw Beng Kok dan Lai Ban.

Dari tempat duduknya di antara banyak tamu muda, Keng Hong memandang ke depan dimana para pipinan Tiat-ciang-pang dan para tamu yang dianggap terhormat berkumpul. Bagian itu agak tinggi dan luas sehingga tampak jelas dari semua bagian dimana tamu-tamu yang dianggap "biasa" atau hanya para anggota-anggota rendahan dari Tiat-ciang-pang. Karena di situ berkumpul pula tamu-tamu dari pelbagai golongan sehingga sebagian besar tidak dikenal oleh para anggota Tiat-ciang-pang, maka kehadiran Keng Hong tidak menyolok.

Keng Hong dapat melihat bahwa Ouw Beng Kok ketua Tiat-ciang-pang atau Ouw-pangcu itu, kelihatan tua dan mukanya penuh keriput, namun tubuhnya yang agak kurus itu masih membayangkan tenaga yang kuat, dan Keng Hong merasa bulu tengkuknya berdiri ketika melihat tangan kiri Ouw Beng Kok yang palsu, tangan besi yang amat hebat itu, karena tangan besi itulah yang menciptakan Tiat-ciang-pang.

Perkumpulan Tangan besi, sungguhpun para anggautanya tidak mempunyai tangan palsu dari besi, namun para tokohnya telah mempelajari ilmu Tiat-ciang-pang (Tangan Besi) yang amat ampuh sehingga tangan mereka dari tulang daging dan kulit itu seolah-olah keras seperti besi.

Di sebelah kirinya duduk seorang laki-laki berusia kurang lebih tiga puluh tahun yang bermuka brewok dan bertubuh tinggi besar dan gagah. Sedangkan di sebelah kanannya duduk Lai Ban, wakil ketua Tiat-ciang-pang yang berjuluk Kim-to Si Golok Emas. Senjata itu tergantung dengan megahnya di punggung, dan berbeda dengan ketua Tiat-ciang-pang itu, wakilnya itu masih kelihatan gagah bersemangat biarpun usianya sudah lima puluh tahun lebih. Di belakang kedua orang ketua ini duduk para pembantu-pembantu pemimpin Tiat-ciang-pang dengan sikap keren. Dan di depan mereka, mengelilingi meja-meja besar yang ditaruh berjajar, duduk para tokoh yang terhormat, yaitu tokoh-tokoh kang-ouw dan tokoh-tokoh pejuang pembantu barisan dari utara.

Setelah semua tamu menghaturkan selamat dan saling memuji dalam merayakan kemenangan tentara utara yang mereka lakukan sambil tertawa-tawa, menceritakan pengalaman pertandingan dalam perang saudara yang lalu, dan makan minum gembira, ketua Tiat-ciang-pang lalu mengumumkan kesempatan itu untuk mengadakan pemilihan ketua baru.

"Saya sudah tua dan lelah, perlu mengundurkan diri beristirahat dan memberi kesempatan kepada yang muda." Demikian Ouw Beng Kok menutup kata-katanya. "Sekarang, kebetulan sekali para sahabat dari berbagai golongan hadir sehingga dapat menjadi saksi pemilihan ketua baru Tiat-ciang-pang. Menurut pendapat dan rencana saya, tentu saja kalau seluruh anggauta Tiat-ciang-pang menyetujui, dan saya harap demikian, saya akan menyerahkan jabatan ketua kepada putera saya ini. Mungkin banyak di antara para sahabat yang belum mengenal puteraku.

Puteraku ini bernama Ouw Kian, dan karena semenjak kecil dia membantu Raja Muda Yung Lo di utara yang kini menjadi kaisar kita, maka dia tidak mendapatkan kesempatan untuk bekerja bagi Tiat-ciang-pang. Akan tetapi, mengingat bahwa ilmu Tiat-ciang-kang telah di warisinya, dan karena diapun ingin sekali menyumbangkan tenaganya, dan sudah disetujui pula meninggalkan kerajaan, maka saya sendiri mengusulkan untuk mengangkatnya menjadi ketua Tiat-ciang-pang."

"Ha-ha-ha, Ouw-pangcu mengapa begini sungkan? Kalau yang pangcu usulkan untuk menggantikan adalah putera Pangcu sendiri, hal itu sudah sewajarnya. Ouw -pangcu selain menjadi ketua dari Tiat-ciang-pang, juga menjadi pendiri Tiat-ciang-pang, dan kalau kini Pangcu hendak mengundurkan diri lalu menunjuk putera Pangcu sebagai ketua baru, siapa yang akan menyatakan tidak setuju."

Ucapan ini keluar dari mulut seorang di antara para tokoh yang hadir di situ. Para tamu lainnya sebagian besar menganggukkan kepala tanda setuju dengan pendapat ini. Akan tetapi Ouw Beng Kok mengerutkan alisnya yang tebal lalu berkata,

"Cu-wi sekalian (Tuan sekalian) tidak tahu akan keadaan Tiat-ciang-pang kami. Perkumpulan kami selama beberapa tahun ini telah mengalami kemajuan pesat sekali dan kini telah mempunyai belasan buah cabang perkumpulan di kota-kota dan jumlah anggauta kami seluruhnya tidak kurang dari seribu orang! Pada hari baik ini, seluruh pimpinan cabang yang sebagian adalah murid-murid saya, sebagian pula sahabat-sahabat seperjuangan yang jumlahnya tiga puluh orang lebih hadir pula. Saya tidak mau mengandalkan kedudukan sebagai pendiri dan ketua pertama untuk membawa kehendak sendiri dan kalau saya mengusulkan agar putera saya diangkat semata-mata adalah karena saya mengenal kecakapan putera saya dan tahu bahwa pada saat ini, dia merupakan ahli Tiat-ciang-kang yang paling kuat. Namun, saya menyerahkan keputusannya dalam pemilihan umum yang diadakan para pimpinan pusat dan cabang. Dan tentu saja mereka itu behak untuk memilih calon dan mengemukakan pendapat mereka demi kebaikan Tiat-ciang-pang."

Semua tamu menjadi kagum mendengar ucapan Ouw-pangcu ini dan diam-diam Keng Hong juga merasa kagum. Orang tua itu ternyata mempunyai watak yang adil dan tidak seperti pemimpin-pemimpin yang lain yang hanya ingin melaksanakan kehendaknya sendiri saja.

Setelah mendengarkan ucapan ketua Tiat-ciang-pang yang disaksikan oleh banyak tokoh kang-ouw yang hadir di tempat itu, mulailah para dewan pimpinan cabang dan pusat ramai saling bicara sendiri. Memang di antara mereka telah terjadi perpecahan yang menjadi dua golongan, yaitu segolongan yang sejutu dengan pilihan ketua mereka untuk mengangkat Ouw Kian menjadi ketua baru. Akan tetapi segolongan lain tidak setuju dan lebih suka melihat Lai Ban wakil ketua Tiat-ciang-pang menjadi ketua baru.

Seorang di antara mereka, yang bertubuh tinggi kurus dan bermuka seperti tikus bangkit berdiri dan setelah menjura kepada Ouw Beng Kok berkata, suarnya lantang,

"Hati kami lega setelah mendengar uraian Pangcu yang amat adil dan yang memberi kesempatan kepada kami untuk ikut mengajukan calon ketua baru. Oleh karena itu perkenankan saya mengajukan usul kepada Pangcu mengenai pencalonan ketua baru, sesuai dengan pendapat kawan-kawan yang mengambil keputusan demi kebaikan Tiat-ciang-pang yang kita cinta."

"Saudara Lu Tong adalah ketua cabang Bi-na-seng, bukan? Tidak perlu merasa sungkan, memang pemilihan ketua ini demi kebaikan perkumpulan kita. Boleh saja engkau mengajukan usul itu," jawab Ouw Beng Kok dengan sabar dan tenang.

"Terima kasih, Pangcu. Kami mengajukan calon kami yang sudah kami pilih dengan suara bulat, yaitu Ji-pangcu Lai Ban !"

Sejenak pembicara yang bernama Lu Tong ini berhenti bicara karena segera bangkit berdiri dua puluh orang lebih teman-temannya yang bersorak menyebut nama Lai Ban sebagai wakil atau calon mereka.

Lai Ban bangkit berdiri dan mengangkat kedua lengan ke atas, suaranya nyaring berpengaruh,

"Harap saudara-saudara tidak berisik dan suka duduk kembali, biar seorang saja mewakili saudara-saudara bicara!"

Dan ternyata mereka yang bersorak itu segera terdiam, lalu duduk kembali. Lai Ban dengan sikap tenang juga duduk kembali, wajahnya tenang dan sungguh-sungguh.

"Kalau Saudara Lu Tong masih ada kata-kata harap lanjutkan."

"Kami memilih Ji-pangcu Lai Ban dengan alasan yang kuat. Pertama, kami rasa bahwa selain Pangcu sendiri, Ji-pangcu Lai Ban adalah orang ke-dua yang selama ini memimpin Tiat-ciang-pang. Ke-dua, dalam hal ilmu kepandaian, kami semua telah mengerti akan kelihaiannya yang hanya berada di bawah tingkat Pangcu sendiri atau mungkin juga setingkat. Kami menolak pengangkatan atau pencalonan Saudara Ouw Kian bukan sekali-kali karena tidak suka kepadanya, melainkan kami meragukan kepandaiannya. Sudah sering kali Tiat-ciang-pang dimusuhi orang-orang jahat yang berilmu tinggi, maka kalau dipimpin oleh seorang pemuda yang belum berpengalaman dan kepandaiannya tidak boleh diandalkan, bukankah hal itu melemahkan Tiat-ciang-pang?"

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: