*

*

Ads

FB

Kamis, 14 Juli 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 053

Tan Hun Bwee, gadis itu, menjadi curiga, akan tetapi karena dia percaya akan kepandaiannya sendiri, dia tidak takut dan menghampiri lalu duduk agak jauh di atas sebuah batu, menghadapi pemuda yang ia dapat menduga tentu bukan orang sembarangan itu. Orang yang tahu akan adanya Kiam-kok-san kiranya bukan sembarangan orang.

"Siapakah engkau dan bagaimana engkau dapat mengenal ayahku?"

"Sudah kukatakan bahwa aku she Cia dan tentang ayahmu, pernah aku bertemu berkenalan. Aku tahu bahwa ayah dan ibumu pernah mendatangi Kiam-kok-san untuk memusuhi Sin-jiu Kiam-ong akan tetapi gagal dan dikalahkan oleh kakek itu. Apakah kedatangan Nona ini ada hubungannya dengan urusan itu?"

Kembali gadis itu terkejut dan terheran-heran. Bagaimana pemuda tampan dan halus tutur sapanya ini mengetahui akan hal itu? Ia tidak suka urusan pribadi orang tuanya dibicarakan orang lain, maka ia menjawab singkat,

"Dendam besar antara keluarga kami dengan Sin-jiu Kiam-ong adalah urusan pribadi, tidak perlu aku membicarakannya dengan orang lain. Kalau engkau mengetahui jalan ke Kiam-kok-san dan suka menunjukkannya kepadaku, harap katakan sekarang juga."

"Nanti dulu, Nona. Mengapa Nona berkeras hendak mendatangi Kiam-kok-san? Kakek berjuluk Sin-jiu Kiam-ong itu telah meninggal dunia, dengan demikiam maka urusan yang ada antara beliau dan orang tua sudah terhapus.."

Sepasang alis menjelirit hitam itu bergerak-gerak, indah sekali dalam pandangan Keng Hong, bibir yang merah itu bergerak cepat,

"Terhapus bagaimana? Enak saja! Dia seorang yang amat jahat, seorang manusia sombong dan keji, yang telah menghancurkan kebahagiaan keluarga ayahku!"

"Ah, terlalu keras engkau menjatuhkan keputusan, Nona. Aku pun telah mengetahui akan urusan antara Sin-jiu Kiam-ong dan orang tuamu. Bukankah dahulu orang tuamu sebagai piauwsu dari Hek-houw-piauwkiok pernah dirampok oleh kakek itu dan dirampas benda-benda perhiasaan milik seorang pembesar tinggi?"

"Bukan itu saja! Bahkan dia berani mengganggu puteri dari menteri..."

"Hemmm, bukan menganggu, hanya karena keduanya sama suka. Puteri itu tadinya di tawan dengan maksud dimintakan uang tebusan dan Sin-jiu Kiam-ong melakukan hal ini sebagai pengajaran karena sang menteri adalah seorang pejabat tinggi yang selain korup juga menindas rakyat mengandalkan kekuasaan. Akan tetapi puteri itu jatuh cinta kepada Sin-jiu Kiam-ong sehingga terjadilah hubungan cinta kasih antara mereka. Urusan itu ga ada sangkut pautnya dengan orang tuamu?"






"Piauwkiok ayahku menjadi tercemar namanya, dan menyeret pula nama besar ayahku. Pendeknya, aku tidak terima! Biarpun Sin-jiu Kiam-ong telah meninggal, dia masih berhutang kepada ayahku, dan aku harus mendapatkan kembali harta pusaka yang dia rampok karena itu menjadi hakku, disamping pusaka lainnya yang ditinggalkannya. Aku akan menggeledah Kiam-kok-san!"

Keng Hong tersenyum lebar.
"Nona, berpikirlah masak-masak. Dendam digerakkan oleh benci, dan siapa yang membenci orang lain berarti membenci diri sendiri. Sin-jiu Kiam-ong telah meninggal dunia, mengapa engkau masih menaruh dendam? Padahal, engkau sendiri tidak mempunyai urusan dengan dia, mengenalpun tidak. Perlukah dendam dibawa sampai menurun dari ayahmu kepadamu? Menurutkan dendam, berarti engkau mengikatkan dirimu dengan tali-temali karma yang amat ruwet, Nona. Bukankah dengan demikian engkau akan menyia-nyiakan waktu hidupmu? Perlukah engkau memenuhi permintaan orang tuamu yang begitu tega menyuruh seorang gadis muda seperti Nona menempuh bahaya besar, hendak mendatangi Kiam-kok-san yang tak dapat didatangi oleh orang-orang sakti di dunia kang-ouw? Orang tuamu benar-benar berpemandangan picik...'

"Ayah ibuku telah meninggal dunia..!"

"Ah, maaf..... aku tidak tahu..."

"Mereka telah meninggal dunia, meninggalkan aku seorang diri. Mereka meninggal karena tekanan batin, karena tidak mampu membalas kepada musuh besar kami. Aku sebagai puterinya harus melanjutkannya, harus dapat merampas kembali benda-benda berharga yang dahulu dirampas Sin-jiu Kiam -ong. Aku akan..eh, engkau ini siapakah yang tahu akan segala hal?"

"Tentu saja aku tahu, Sin-jiu Kiam-ong adalah mendiang guruku.."

"Bagus..! Ada yang mewakili menerima pembalasan keluarga Tan...!"

Sambil berkata demikian, gadis itu sudah meloncat ke belakang dan mencabut pedangnya. Gerakannya cepat sekali maka Keng Hong dapat menduga bahwa tentu gadis itu telah mewarisi ilmu kepandaian ayah bundanya. Ia diam saja, hanya duduk sambil memandangi gadis itu dengan wajah tenang.

"Hayo bangkitlah engkau murid Sin-jiu Kiam-ong! Bangkitlah agar segala perhitungan lama dapat dibereskan saat ini!"

Gadis itu menodongkan ujung pedangnya ke arah hidung Keng Hong yang masih duduk tenang tak bergerak dari tempatnya.

"Mendiang guruku tidak pernah merasa menjadi musuh orang tuamu, apalagi musuhmu, Nona. Dan aku pun tidak pernah merasa menjadi musuh keluarga Tan piauw su, maka bagiku tidak ada perhitungan apa-apa yang harus di bereskan.

Dan aku yakin bahwa seorang gadis perkasa seperti Nona tidak akan membunuh orang yan tidak mau melawannya, apalagi kalau orang itu selama hidupnya tidak pernah ada urusan dengan Nona maupun orang tua Nona. Akan tetapi kalau keliru dugaanku dan ternyata Nona bukan seorang wanita yang berhati keji dan haus darah, boleh saja Nona tusuk dada ini sampai tembus, aku pun tidak akan melawanmu!"

Pedang di tangan gadis itu menggigil akan tetapi tidak turun dari depan hidung Keng Hong.

"Aku mendengar penuturan orang tuaku bahwa Sin-jiu Kim-ong adalah seorang laki-laki yang bermulut tajam, pandai membujuk dan menipu. Siapa tahu kalau muridnya pun mewarisi kepandaian itu!"

Keng Hong bukanlah seorang bodoh yang membiarkan dirinya terancam maut begitu saja sehingga dia mengeluarkan ucapan tadi. Melihat sikap gadis itu, mendengar ucapan-ucapannya, dia merasa yakin bahwa gadis ini tidak mungkin mau membunuhnya begitu saja kalau dia tidak mau melawan, Kini dia tertawa dan menjawab.

"Nona, biarpun kau buka dada ini, engkau takkan mendapatkan niat buruk dalam hatiku terhadapmu. Aku tidak membujuk, hanya bicara sesungguhnya bahwa aku tidak pernah memusuhimu dan tidak suka bermusuhan dengamu karena memang tidak ada sebab yang mengharuskan kita saling bermusuhan. Apalagi setelah sekarang suhu tidak ada, juga kedua orang tuamu tidak ada, mengapa kita harus melanjutkan sikap bermusuhan orang tuamu, percayalah bahwa kelak kalau aku berhasil menemukan simpanan suhu, tentu benda-benda itu akan ku kembalikan kepadamu. Bukan hanya benda-benda dari orang tuamu, bahkan benda milik semua orang yang pernah diambil suhu akan ku kembalikan. Dengan jalan itu aku hendak menebus semua perbuatan suhu yang telah menimbulkan sikap bermusuhan dari orang-orang gagah terhadap suhu."

Ujung pedang yang menodong itu menurun, perlahan-lahan. Lalu tubuh gadis yang menegang itu menjadi agak lemas ketika ia berkata perlahan, seperti mengeluh.

"Ah, mengapa engkau tidak mau bangkit melawan saja? Agar terpenuhi kebaktianku kepada orangtuaku. Mengapa engkau tidak menjadi murid berbakti dari gurumu dan mempertahankan nama gurumu dengan menghadapi musuhnya?"

Keng Hong menggelengkan kepala.
"Engkau keliru dalam mengartikan sikap berbakti, Nona. Melanjutkan perbuatan orang tua baru dapat dikatakan berbakti kalau perbuatan itu sendiri benar. Akan tetapi kalau perbuatan itu tidak benar, maka kewajiban seorang berbakti adalah membetulkan perbuatan itu, tidak melanjutkannya. Mengerti engkau, Nona?"

Gadis itu menunduk, perlahan-lahan menyimpan kembali pedangnya.
"Biarpun aku tidak suka mengakui, namun aku percaya kepadamu."

Tiba-tiba Keng Hong mengangkat muka memandang ke kanan dan terdengarlah suara.
"Siancai..! Bocah keparat ini sama sekali tidak boleh dipercaya!"

Tan Hun Bwee cepat memutar tubuh memandang ke arah suara itu dan tahu-tahu di situ muncul dua tosu yang usianya sekitar lima puluh tahun. Mereka ini bukan lain adalah Lian Ci Tojin dan Sian Ti Tojin, dua orang tokoh Kun-lun-pai untuk mencari dan menangkap Keng Hong yang menipu Kun-lun-pai dengan menyerahkan pedang Siang-bhok-kiam palsu.

Melihat dua orang tosu ini, Keng Hong terkejut dan cepat dia maju, menjatuhkan diri berlutut.

"Kiranya Ji-wi Totiang yang datang, harap menerima penghormatan teecu,” katanya penuh hormat.

Sejak kecil Keng Hong hidup di Kun-lun-pai dan tak pernah dia kehilangan rasa terima kasihnya kepada Kun-lun-pai, terutama kepada Kiang Tojin yang telah menolong nyawanya dan telah memeliharanya. Dua orang tosu ini adalah adik seperguruan Kiang Tojin, tentu saja dia bersikap amat hormat.

"Cia Keng Hong! Tahukah engkau akan dosamu terhadap Kun-lun-pai?" bentak Sian Ti Tojin sambil menggerakkan ujung lengan nya yang panjang dan sikapnya keren.

"Teecu telah banyak menerima budi kebaikan Kun-lun-pai dan belum sempat membalasnya. Hal itu sudah merupakan dosa."

"Tak usah memutar lidah!" bentak Lian Ci Tojin yang seperti suhengnya, amat marah kalau mengingat betapa Kun-lun-pai sampai bentrok antara saudara sendiri, dan betapa Kun-lun-pai didatangi banyak tokoh-tokoh kang-ouw yang menganggu. Apalagi kalau teringat akan penipuan pedang palsu. "Engkau telah menipu kami, menipu guru kami dengan menyerahkan pedang Siang-bhok-kiam palsu. Apakah kau hendak menyangkal dosa besar ini?"

Keng Hong menundukkan mukanya dalam keadaan masih berlutut.
“Teecu tidak menyangkal, dan memang hal itu benar telah teecu lakukan. Teecu bersedia untuk menghadap Kiang Tojin dan para locianpwe di Kun-lun-pai untuk mohon pengampunan atas perbuatan teecu yang tidak patut itu."

"Enak saja kau bicara tentang minta ampun setelah kekacauan yang kau ciptakan di Kun-lun-pai!" bentak Sian Ti Tojin sambil melangkah maju dan tangan kirinya menampar.

“Plakk!”

Pipi kanan Keng Hong ditamparnya keras sekali sehingga tubuh pemuda itu terguncang miring dan hampir roboh.

“Kalau kami tidak menerima perintah untuk menangkapmu hidup-hidup dan menyeretmu ke depan kaki suhu, tentu sekarang juga pinto membunuhmu, bocah keparat!” ucapan ini keluar dari mulut Lian Ci Tojin yang juga menggerakkan tangan ke depan, menampar pipi kiri Keng Hong.

"Plakkk!"

Tamparan ini lebih keras lagi, sesuai dengan watak Lian Ci Tojin yang berangasan, apalagi karena tosu ini amat benci kepada Kiang Tojin sehingga kemarahannya dia timpakan kepada anak yang dipungut dan ditolong oleh Kiang Tojin itu. Kembali tubuh Keng Hong terguncang dan dari kedua ujung bibirnya menitik darah.

"Pendeta-pendeta berhati kejam!" Tiba-tiba Tan Hun Bwee memaki dan meloncat ke depan. "Kalian sungguh tak tahu malu, memukul orang yang sama sekali tidak mau melawan."

Lian Ci Tojin dan suhengnya mengangkat muka memandang gadis itu. Lian Ci Tojin tersenyum dan mengejek.

"Cia Keng Hong, apakah engkau sudah mewarisi watak mata keranjang suhumu dan gadis ini menjadi seorang di antara pacarmu?"

"Lian Ci totiang harap jangan bicara sembarangan. Nona ini adalah seorang gadis terhormat adalah puteri Tan-piauwsu dan sama sekali bukan pacar teecu.."

"Tosu bau, mulutmu busuk!"

Tan Hun Hwee sudah tak dapat menahan kemarahannya dan pedangnya sudah dia cabut dan secepat kilat dia menyerang Lian Ci Tojin.

Akan tetapi dengan mudah Lian Ci Tojin mengelak. Tosu ini adalah murid ke lima dari ketua Kun-lun-pai, tentu saja merupakan seorang di antara tokoh-tokoh Kun-lun-pai yang termasuk golongan atas.

"Hemmm, kalau bukan pacar bocah keparat ini, setidaknya tentu mata-mata musuh yang hendak menyelidiki Kun-lun-pai. Mengakulah, mau apa kau datang ke wilayah Kun-lun-pai?" bentak tosu itu.

"Tosu keparat, tosu palsu, lihat pedang!"

Tan Hun Bwee sudah menyerang lagi dan ternyata gadis ini memiliki ilmu pedang yang cukup lihai sehingga kembali Lian Ci Tojin terpaksa meloncat ke belakang mengelak sambil meraba punggungnya dan di lain saat pedangnya sudah berada di tangan.

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: