*

*

Ads

FB

Kamis, 14 Juli 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 052

Setelah masakan gandum dan ayam matang, makanlah Keng Hong bersama enam orang murid Kong-thong-pai itu dan kalau melihat keadaan mereka itu, Keng Hong sama sekali bukan seperti seorang tawanan, melainkan seorang sahabat baik. Bahkan empat orang murid laki-laki Kong-thong-pai kini sudah mulai mengajaknya bercakap-cakap dan berkelakar.

Ketika Bwee Ceng membagikan arak dan menuangkan arak pada cawan masing-masing yang diambilnya dari bungkusan perbekalan mereka, tercium bau arak yang wangi dan sedap sekali. Mereka menjadi gembira dan segera mengangkat cawan arak dan minum arak yang ternyata manis dan enak sekali.

Akan tetapi, tiba-tiba Keng Hong mengerutkan aslinya ketika arak itu melalui lidahnya. Mulutnya yang sudah amat kuat merasakan keanehan yang berada di dalam arak, racun!. Akan tetapi lidahnya begitu tersentuh racun itu sudah dapat merasai dan tahulah dia bahwa dia hendak di racun!

Keng Hong tersenyum ketika dia mengerling ke arah Swat Si yang kebetulan mengerling ke arahnya pula dari balik cawannya. Hem, tentu cawan untuknya itu yang diberi racun. Diam-diam dia mengeluh hatinya. Agaknya kedua orang wanita itu, ataukah Bwee Ceng itu karena dia tidak percaya bahwa Swat Si yang begitu halus dan mesra akan suka meracuninya, sengaja hendak membunuhnya karena khawatir kalau-kalau peristiwa semalam akan terbongkar dan diketahui orang lain.

Kalau Keng Hong mati, tentu rahasia itu takkan pernah dapat terbongkar lagi. Begini kejamkah wanita? Keng Hong hanya mengeluh dalam hati akan tetapi terus meneguk habis araknya karena baginya, racun itu tidak akan ada bahayanya.

Tiba-tiba Keng Hong meloncat bangun ketika melihat perubahan pada wajah enam orang itu. Mendadak saja wajah pucat mereka yang tadinya duduk di atas lantai.

"Aduhhh.... Keng Hong..!"

Swat Si mengeluh dan hati Keng Hong penuh keharuan dan kekhawatiran. Ia cepat meloncat dekat dan merangkul leher gadis itu. Wajah gadis itu menjadi agak menghitam, tubuhnya berkelojotan, akan tetapi matanya memandang wajah Keng Hong, mulutnya agak tersenyum sungguhpun giginya yang kecil rata dan putih mengkilap itu menggigit bibir bawah menahan rasa nyeri yang menusuk-nusuk perut.

"Swat Si... kenapa..." Keng Hong yang mendekapnya bertanya khawatir.

"Keng Hong ... jangan lupakan aku.." Swat Si berbisik dan tubuhnya menjadi lemas, matanya mendelik.

Tak salah lagi, tentu arak itu! Dan Bwee Ceng yang membelinya! Ia lepaskan tubuh Swat Si yang sudah sekarat lalu membalik menubruk Bwee Ceng, mengangkat tubuh itu yang lalu di rangkulnya. Seperti juga Swat Si, ketika memandangnya, Bwee Ceng berusaha untuk tersenyum.






"Keng Hong ... arak...itu... ada racun.. aku tidak penasaran...setelah semalam..."

Ia tidak dapat melanjutkan karena tubuhnya berkelojotan dan matanya mendelik pula. Keng Hong melepaskan Bwee Ceng dan memeriksa ke empat orang murid pria Kong-thong-pai. Semua sama keadaannya, merela sekarat dan dalam perjalanan maut.

Arak beracun! Seorang wanita petani menjual seguci arak kepada Bwee Ceng ! Seperti kemasukan setan Keng Hong meloncat dan lari memasuki dusun. Hari masih pagi sekali akan tetapi seperti kebiasaan dusun-dusun, sepagi itu para penduduk telah bangun.

Melihat Keng Hong berlari-lari, mereka semua terkejut dan heran. Bukankah pemuda ini yang kemarin menjadi tawanan enam orang gagah yang bermalam di dalam kuil? Pemuda tampan ini tentu seorang penjahat, maka menjadi tawanan enam orang pendekar itu.

"Siapa yang telah menjual seguci arak kepada kami?" Keng Hong berteriak-teriak seperti orang gila.

Seorang wanita setengah tua dengan muka pucat dan mata terbelalak melangkah maju dan berkata,

"Saya yang menjual seguci arak kepada mereka tadi pagi. Ada apakah orang muda? Arakku hanya ada seguci itu, kalau mau tambah lagi harus pergi ke kota..!"

Wanita itu menghentikan kata-katanya dan mengaduh-aduh karena Keng Hong sudah mencengkeram lengannya. Tadinya pemuda ini mengira bahwa nenek yang telah meracuni mereka tentu memiliki kepandaian lihai, akan tetapi ketika memegang lengannya dan mendapat kenyataan bahwa wanita ini tidak bisa apa-apa dan amat lemah, dia lalu mengendurkan cengkeramannya dan membentak.

"Lekas katakan! Dari mana engkau mendapat arak itu? Awas kalau membohong, kubunuh kau!"

Para penduduk dusun itu menjadi marah menyaksikan kekasaran KengHong terhadap seorang wanita. Mereka itu, yang laki-laki telah menyerbu sambil memaki,

"Orang gila! Mengapa datang-datang mengamuk ? Engkau adalah seorang tawanan, tentu seorang jahat!”

Melayanglah pukulan dan tendangan ke tubuh Keng Hong. Namun pemuda ini tidak memperdulikan mereka semua dan tetap memegangi lengan wanita setengah tua yang menggigil ketakutan. Terdengar suara bak-bik-buk ketika serangan itu mengenai tubuh Keng Hong, disusul teriakan-teriakan mengaduh-ngaduh para penyerang itu sendriri karena kaki tangan mereka bertemu dengan tubuh yang kerasnya seperti baja!

"Dia setan....!"

"Siluman.....!" teriakan-teriakan mereka yang mengaduh-ngaduh ini membuat suasana disitu menjadi gaduh sekali.

"Saudara-saudara jangan bertindak sembrono!" Keng Hong berteriak “saya hanya tentang arak kepada wanita ini, karena semua sahabatku yang minum arak itu kini mati semua!"

Mendengar ini, orang-orang dusun itu menjadi pucat mukanya dan otomatis mereka melangkah mundur memandang ke arah wanita dengan mata terbelalak. Wanita itu sendiri lalu menjatuhkan diri berlutut sambil menangis.

"Aku tidak tahu apa-apa.... Aku tidak tahu tentang arak dan tentang racun. Seguci arak itu kuterima dari seorang puteri dengan pesan agar kuberikan kepada rombongan yang menginap di kuil.... Dan.. karena niocu (nona) itu berbaik hati memberi hadiah uang......, tentu kuterima.."

Keng Hong melepaskan cengkeraman tangannya dan mendorong tubuh wanita setengah tua itu yang terhuyung ke belakang sambil memegangi pergelangan tangan yang terasa nyeri, menangis dengan muka pucat.

"Lekas katakan, seperti apa macamnya nona yang memberi arak kepadamu itu?"

"Dia masih muda cantik sekali seperti dewi…. pakaiannya serba putih, suaranya halus dan..."

Akan tetapi Keng Hong sudah meloncat pergi dan sebentar saja lenyap dari depan para penduduk yang melongo keheranan. Keng Hong tidak menjadi heran mendengar keterangan wanita dusun itu karena memang sudah disangkanya..Tangan keji Biauw Eng lagi! Siapa lagi kalau bukan Biauw Eng yang menggunakan racun membunuh enam orang Kong-thong-pai itu?

Pagi tadi, menyaksikan dua orang gadis Kong-thong-pai dilayani bercinta kasih oleh Keng Hong, dalam cemburunya gadis berwatak iblis itu menyerang dengan senjata rahasia. Kemudian, karena ada Keng Hong yang menghalangi niat kejinya, ia lalu menggunakan racun secara keji dan cerdik sekali. Tentu gadis itu tahu bahwa Keng Hong kebal akan racun, akan tetapi enam orang Kong-thong-pai tidak!

“Biauw Eng, engkau sungguh jahat!"

Keng Hong berkata dengan hati penuh duka dan penyesalan ketika dia tiba di dalam kuil dan berdiri memandang ke arah enam sosok mayat murid-murid Kong-thong-pai itu. Dengan perasaan berat Keng Hong lalu menggali lubang di pekarangan kuil dan mengubur mayat-mayat itu. Setelah selesai dia meninggalkan kuil dan baru mendapat kenyataan bahwa banyak penduduk menonton dari jauh dan secara sembunyi-sembunyi. Ketika dia melangkah dekat mereka itu melarikan diri dan terdengar suara mereka,

"pembunuh….pembunuh keji.."

Keng Hong menghela napas panjang. Murid-murid Kong-thong-pai dibunuh Biauw Eng semua dan kembali dialah yang tertuduh. Dia tidak menyalahkan orang-orang dusun itu yang menuduhnya dan dia merasa tidak ada gunanya untuk memberi penjelasan kepada mereka.

Makin keras hasrat hatinya untuk cepat kembali ke Kiam-kok-san, dimana dia takkan berhubungan lagi dengan dunia ramai, takkan terlibat urusan manusia yang hanya membuat kegetiran-kegetiran dan permusuhan ia berjalan terus mendaki lereng Pegunungan Kun-lun-san.

Keng Hong berhenti melangkahkan kakinya dan memandang ke kiri dengan kagum. Gadis itu, dia berani menduga bahwa bayangan tubuh ramping gesit itu tentu seorang gadis, berlari dengan cepat sekali.Tadinya jantungnya berdebar dan mukanya terasa panas karena mengira bahwa gadis itu Biauw Eng.

Akan tetapi setelah agak dekat dan pakaian gadis itu hijau muda, tidak putih seperti pakaian Biauw Eng, dia menduga-duga. Jelas bukan Biauw Eng, bukan pula Cui Im, sungguhpun gerakan gadis itu menunjukkan ginkang yang sudah tinggi. Yang jelas berbeda dan tampak dari jauh adalah cara gadis ini menyanggul rambutnya, disanggul tinggi di atas kepala seperti sebuah menara yang bergoyang-goyang ketika dia berlari cepat. Di punggungnya tampak sebatang pedang dalam sarung pedang merah.

Ketika gadis itu yang ternyata cantik manis dengan pandang mata tajam dan penuh gairah hidup tiba di dekat Keng Hong yang duduk di bawah pohon, gadis itu kelihatan kaget, akan tetapi dia bahkan langsung menghampiri Keng Hong. Sejenak gadis itu memandang tajam kemudian mengangkat kedua tangan ke depan dada sebagai penghormatan ketika dia bertanya.

"Maafkan kalau aku yang sesat jalan menggangu Twako dengan pertanyaan."

Keng Hong tersenyum. Senang hatinya menyaksikan sikap gadis yang membayangkan kegagahan ini ternyata amat peramah dan sopan santun. Ia cepat bangkit berdiri dan membalas penghormatannya, kemudian menjawab.

"Sudah sewajarnya kalau dua orang yang saling jumpa di tempat sesunyi ini saling bertanya. Nona hendak bertanya tentang apakah?"

Gadis itu kembali tertegun. Agaknya ia sama sekali tidak mengira bahwa pemuda tampan yang duduk mengaso di pohon itu adalah seorang yang demikian halus tutur sapanya, membayangkan seorang yang tahu akan kebudayaan dan sama sekali bukanlah seorang penduduk pegunungan yang buta huruf. Maka pandang matanya menjadi makin tajam dan penuh selidik.

"Aku hendak bertanya jalan yang menuju ke Kiam-kok-san.."

Kini Keng Hong yang merasa terkejut sekali. Akan tetapi hanya sebentar karena dia segera dapat menekan perasaannya dengan pengertian bahwa sekarang ini agaknya Kiam-kok-san menjadi mercusuar bagi orang-orang kang-ouw, menjadi seperti sebuah lampu yang menarik datangnya laron dan kupu-kupu. Ia menarik nafas panjang, kemudian mencari jalan untuk mengetahui siapakah gerangan nona muda ini yang ikut-ikutan memperebutkan pusaka Kiam-kok-san. Karena hanya orang yang ingin mendapatkan pusaka-pusaka suhunya sajalah yang bertanya-tanya tentang Kiam-kok-san!

"Pertanyaanmu mengejutkan hati Nona. Kim-kok-san bukanlah sebuah tempat yang dikenal semua orang. Bolehkah aku mengetahui namamu dan keperluannya mencari tempat seperti itu? Perkenalkan, aku she Cia..."

"Harap engkau suka berbaik hati menunjukkan jalan itu kalau kau mengetahuinya ..eh, Cia-twako. Namaku adalah Tan Hun Bwee dan tentang keperluanku dengan Kiam-kok-san adalah urusan pribadiku. Kalau engkau mengetahui tempat itu dan dapat menunjukkan jalan untukku, aku akan berterima kasih sekali. Kalau engkau mengetahui, biarlah aku pergi mencari sendiri, tidak perlu terlalu lama disini.."

Keng Hong tersenyum.
"Aku tahu pula mengapa Nona datang mencari Kiam-kok-san. Bukankah Nona puteri Ketua Hek-houw-piawkiok bernama Tan Kai Sek?"

Nona itu terkejut sekali dan tangannya bergerak secara otomatis hendak meraba pedangnya sambil bertanya dengan suara nyaring,

"Engkau siapakah? Apakah engkau murid Kun-lun-pai dan hendak menghalangi aku mencari Kiam-kok-san?"

Keng Hong tersenyum, lalu membalikkan tubuh membelakangi nona itu, menghampiri pohon dan duduk kembali di bawah pohon yang teduh. Setelah duduk menghadapi nona itu dia berkata,

"Tenanglah, Nona dan tak perlu mencabut pedang itu. Aku bukan murid Kun-lun-pai dan juga tidak akan menghalangi orang. Marilah duduk di sini dan dengarlah dulu kata-kataku, baru kutunjukkan padamu jalan ke Kiam-kok-san."

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: