*

*

Ads

FB

Senin, 11 Juli 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 048

Dari pegunungan Bayangkara, Keng Hong terus lari ke barat dan beberapa hari kemudian dia telah memasuki daerah Pegunungan Kun-lun-san. Sungguhpun Kun-lun-san dianggap sebagai pusat atau markas besar para tosu Kun-lun-pai, akan tetapi hal ini sebetulnya hanyalah anggapan dunia kang-ouw saja.

Kun-lun-san adalah daerah pegunungan yang amat luas dan besar, sedangkan Kun-lun-pai hanyalah sebuah partai persilatan yang dibentuk oleh sekelompok tosu yang kemudian berkembang biak dengan murid-murid mereka, juga akhir-akhir ini kesemuanya tosu belaka. Biarpun jumlah mereka banyak, dan yang berdiam di puncak Kun-lun tidak kurang dari dua ratus orang, namun jumlah yang sedemikian itu tidak ada artinya bagi Pegunungan Kun-lun-san yang amat luas itu.

Di sepanjang kaki Pegunungan Kun-lun-san, juga di lereng-lereng, terdapat pedusunan dan di bagian-bagian yang sunyi terdapat banyak pula pertapa-pertapa yang menyembunyikan diri. Hanya karena mereka ini memang bersembunyi di tempat sunyi untuk bertapa dan tidak pernah mencampuri urusan dunia, maka fihak Kun-lun-pai juga tidak pernah mau menganggap mereka. Bahkan para tosu Kun-lun-pai itu sering kali turun tangan membantu para penduduk dusun-dusun di situ. Karena pengaruh Kun-lun-pai pula maka tidak seorang pun perampok berani mengacau di daerah Kun-lun-san.

Keng Hong terpaksa menghentikan perjalanannya dalam sebuah hutan ketika malam tiba. Ia merasa amat lelah karena selama beberapa hari melakukan perjalanan terus-menerus dan hanya berhenti kalau malam tiba. Makannya tidak teratur, kadang-kadang selama dua hari baru bertemu makanan. Malam ini dia lelah sekali dan begitu membuat api unggun dan merebahkan diri di bawah pohon, dia segera jatuh pulas.

Malam itu gelap, tiada bulan dan angkasa hanya diterangi bintang-bintang yang sinarnya terlampau suram untuk dapat menembusi celah-celah daun pohon yang lebat. Menjelang tengah malam, dalam keadaan setengah sadar setengan mimpi, dia merasa betapa dia diberi minum orang. Dalam keadaan setengah sadar itu dia merasa betapa lengan yang halus lunak dan hangat memeluk lehernya, mengangkat kepalanya dan ketika pundaknya menyentuh dada yang menonjol, Keng Hong diam-diam tersenyum.

Ada wanita yang bentuk tubuhnya halus lunak dan padat wanita muda, mencoba untuk meminumkan sesuatu kepadanya. Dia tidak takut akan segala macam racun karena dia sudah kebal terhadap racun, maka tanpa ragu-ragu lagi dia menurut saja dan minum dari cawan yang ditempelkan di bibirnya. Bibir cawan yang halus, rasa anggur yang harum dan manis, mengingatkan dia akan bibir Sim Ciang Bi, gadis Hoa-san-pai yang belum lama ini telah melayaninya dalam cinta kasih yang mesra, maka setelah minum habis anggur itu, dia berbisik.

"Ciang Bi.. Kekasihku.."

Akan tetapi tiba-tiba lengan yang halus itu merangkulnya lebih erat dan sepasang bibir yang hangat menyumbat mulutnya dalam sebuah ciuman yang membuat Keng Hong bergidik. Kalau Ciang Bi, betapapun mencintainya, tak mungkin dapat memberinya ciuman seberani dan sepenuh nafsu seperti ini. Hanya Cui Im yang akan dapat melakukan ciuman seperti ini.






Akan tetapi Keng Hong tidak peduli melainkan menerima hal itu sebagai suatu kenikmatan, pelipur hati gelisah dan lelah setelah mengalami banyak hal ynag berbahaya. Dia tidak minta, dia tidak mengajak, melainkan gadis itu sendiri yang datang dan "memperkosanya". Bukan, bukan memperkosa karena dia menerima dengan senang hati! Watak gurunya menurun kepadanya! Cinta kasih wanita dianggapnya sebagai semacam "rejeki" yang tidak boleh ditolaknya, apalagi kalau wanita itu seperti ini, muda jelita, halus, hangat dan harum seperti serangkai bunga mawar pagi. Segar menggairahkan!

Keng Hong membiarkan dirinya dihanyutkan permainan cinta kasih yang menggelora. Ia berada dalam keadaan setengah sadar. Arak yang diminumnya tidak mempengaruhinya karena gumpalan hawa beracun yang wangi ia kumpulkan di dada dan kini perlahan-lahan dia hembuskan keluar kembali. Ia teringat bahwa arak semacam ini adalah arak yang pernah diminumnya dari Ang-kiam Tok-sian-li Bhe-Cui-Im. Cui-Im-kah gadis ini?

"Keng Hong... akulah kekasihmu.... hanya akulah yang mencintaimu……"

Suara Cui-Im-kah ini? Atau suara Biauw Eng? Sukar bagi Keng Hong untuk mengenal gadis ini karena malam itu sangat gelap dan api unggun yang tadi dinyalakannya telah padam. Namun dia tidak peduli dan hanya menyelamkan diri dalam lautan cinta yang memabukkan.

Keng Hong sadar dari tidurnya. Mimpikah dia semalam? Ia meraba ke kiri dan membuka mata, meraba tubuh yang menggairahkan yang semalam rebah di sampingnya. Akan tetapi kosong! Tangannya hanya meraba rumput yang masih hangat. Ia membuka matanya. Cuaca tidak segelap malam tadi. Kiranya sudah menjelang fajar. Ia mendegar suara kaki di sebelah kanan, cepat menoleh dan masih tampak olehnya Sie-Biauw-Eng dengan pakaian serba putihnya yang mudah dikenal itu berlari cepat meninggalkan tempat itu.

Aihhhhh! Biauw Eng kiranya gadis yang begitu mesra kepadanya semalam! Jantung Keng Hong berdebar dan dia meloncat bangun, berteriak,

"Nona Biauw Eng…..!"

Akan tetapi bayangan putih itu lenyap dalam halimun pagi yang memenuhi tempat itu. Keng Hong bangun duduk, tidak mengejar, lalu mengenakan pakaiannya untuk melawan hawa yang amat dingin itu. Dilihatnya sebuah cawan kosong menggeletak di situ, dan sebuah tusuk konde berkepala bunga bwee. Lagi-lagi sebuah di antara senjata rahasia Sie Biauw Eng, agaknya jatuh tercecer. Ia melamun, bermacam perasaan mengaduk hatinya. Kemudian dia tersenyum pahit dan entah mengapa, hatinya merasa kecewa sekali.

Sie Biauw Eng gadis itu! Gadis yang semalam menggerumutnya, yang ternyata tiada bedanya dengan Bhe Cui Im! Gadis yang menjadi hamba nafsu birahi, yang tidak kuat hatinya sehingga mudah tunduk ke dalam cengkeraman nafsu. Kiranya tiada bedanya antara Biauw Eng dan Cui Im, bahkan Biauw Eng lebih jahat lagi. Tidak hanya menjadi haba nafsu birahi, juga hati Biauw Eng amat kejam. Gadis itu telah membunuh Sim Ciang Bi gadis Hoa-san-pai itu secara keji sehingga gadis Hoa-sa-pai yang dia tahu benar-benar mencintainya, bukan hanya oleh dorongan hawa nafsu birahi itu tewas dalam pelukannya!

Rasa kagum dan juga rasa aneh yang pernah dia kandung terhadap diri Biauw Eng, mungkin karena Biauw Eng adalah puteri suhunya, yang mungkin juga merupakan perasaan cinta kasih yang sesungguhnya, bukan cinta nafsu yang mempengaruhi hatinya ketika dia melayani Cui Im, bahkan ketika dia bercinta dengan Sim Ciang Bi sekalipun perasaan itu kini berubah menjadi perasaan muak dan benci terhadap Biauw Eng yang timbul dari kecewa dan sesal.

Mengapa puteri suhunya macam itu? Karena Biauw Eng membunuh banyak orang Tiat-cang-pang dengan senjata rahasianya, maka dia makin dibenci orang-orang Tiat-ciang-pang. Karena Biauw Eng membunuh Sim Ciang Bi secara keji, tentu saja dia akan dimusuhi oleh Hoa-san-pai dengan hebat! Dan kini secara tak tahu malu, dimalam buta, Biauw Eng agaknya tak dapat menahan gelora nafsu birahinya dan menggerumutnya seperti seorang pelacur.

"Terkutuk! Engkau tidak patut menjadi puteri mendiang suhu! Engkau puteri lam-hai Sin-ni nenek iblis itu, akan tetapi aku tidak percaya engkau puteri guruku. Engkau iblis betina yang keji dan jahat!" ia memaki sambil bangun berdiri, menendang pergi cawan kosong dengan jijik.

Kalau dia tahu benar bahwa gadis semalam itu adalah Biauw Eng, betapapun mesranya sikap gadis itu, betapapun indah menggairahkan tubuhnya, dia tentu akan menendangnya pergi!

Baru sekarang, Keng Hong merasa sebal dan menyesal sekali telah menuruti hati mengejar kenikmatan dalam menyambut cinta kasih seorang gadis. Kemudian, dengan hati panas dan penuh kebencian, dia lalu berlari-lari pergi dari situ menuju ke barat. Dia sendiri tidak mengerti mengapa dia peduli akan semua yang dilakukan Biauw Eng? Padahal, Cui Im juga jahat dan keji, namun dia sama sekali tidak menyesal telah bermain cinta dengan murid Lam-hai Sin-ni yang seperti iblis itu.

Mengapa dia merasa menyesal mendapat kenyataan bahwa Biauw Eng bukan seorang gadis baik-baik yang patut menjadi puteri gurunya? Mengapa menyesal mendapat kenyataan bahwa gadis pakaian putih itu ternyata juga seorang hamba nafsu birahi dan seorang yang keji, yang membunuh orang lain yang tak berdosa tanpa berkedip mata? Dia sendiri tidak dapat menjawab pertanyaan hatinya yang ditujukan kepada perasaannya itu.

Hatinya agak lega setelah dia mengenal daerah yang sudah termasuk daerah Kun-lun-san ini. Memasuki daerah Kun-lun-san berarti berada di wilayah yang dikuasai Kun-lun-pai, daerah aman. Dia tentu takkan menghadapi gangguan-gangguan para tokoh kang-ouw lagi setelah berada di sini. Akan tetapi tidak mungkin dia pergi menghadap tokoh-tokoh Kun-lun-pai, karena para tokoh-tokoh kun-lun-pai mengetahui dia berada di situ, tentu dia akan ditangkap dan tidak ada harapan lagi baginya untuk naik ke Kiam-kok-san. Dia harus dapat mencapai Kiam-kok-san dengan diam-diam, tanpa diketahui tokoh-tokoh Kun-lun-pai. Kalau dia sudah berada di puncak Kiam-kok-san, biarpun diketahui juga, takkan ada yang berani menyusulnya ke tempat itu.

Akan tetapi dugaannya ini ternyata keliru karena baru saja dia keluar dari hutan itu, dia melihat banyak orang menghadang disebelah depan! Ia tadinya mengira bahwa mereka tentulah tokoh Kun-lun-pai, akan tetapi dugaannya keliru karena ketika dia sudah tiba dekat dengan mereka, dia mengenal tosu tua yang berdiri di depan itu adalah seorang di antara para tokoh yang pernah mengeroyok suhunya, yaitu Kok Cin Cu tosu termuda dari Kong-thong Ngo-iojin, seorang tokoh Kong-thong-pai yang amat lihai! Dan di sebelah belakang tosu ini berdiri sepuluh orang, delapan orang pria dan dua orang wanita yang rata-rata berusia tiga puluh tahun, bersikap gagah dan galak, sedangkan dua orang wanita itu pun kelihatan gagah, berwajah cantik dan bermata tajam.

Ia dapat menduga bahwa sepuluh orang itu tentulah murid-murid Kong-thong-pai. Karena dia sendiri belum pernah bentrok secara hebat dengan fihak Kong-thong-pai, kecuali dengan sembilan orang murid Kong-thong-pai yang beberapa orang di antaranya juga seorang di antara dua wanita cantik itu kini berada di situ, maka dia masih mempunyai harapan untuk membebaskan diri dari keadaan tidak enak dalam perjumpaannya dengan tokoh besar Kong-thong-pai yang memimpin sepuluh orang murid itu.

Ketika dia bentrok dengan sembilan orang murid Kong-thong-pai yang bercampur dengan empat orang murid Hoa-san-pai dan tiga orang murid Siauw-lim-pai, yang bertempur sesungguhnya adalah Cui Im dan Biauw Eng dan biarpun ada yang terluka di antara beberapa orang Kong-thong-pai, namun tidak ada yang sampai tewas. Ia cepat menjura penuh hormat kepada tosu itu sambil berkata.

"Selamat pagi, Totiang dan para Twako dan Cici dari Kong-thong-pai yang mulia!"

Kok Cin Cu, tosu yang usianya sudah delapan puluh tahun lebih itu, memandang penuh perhatian. Dia sudah mendengar cerita para muridnya tentang pemuda murid Sin-jiu Kiam-ong ini, yang kabarnya memiliki ilmu mujijat, yaitu menyedot hawa sinkang muridnya. Mendengar itu dia menjadi penasaran dan tertarik sekali, lalu mengajak mereka dan beberapa orang murid lain untuk menghadang di kaki Kun-lun-san karena merasa yakin bahwa sekali waktu pemuda itu tentu akan kembali ke Kun-lun-san. Dia tercengang melihat bahwa pemuda ini seorang bocah biasa saja, tampan dan memiliki sinar mata yang cemerlang, sikap yang sopan santun dan wajah yang berseri gembira. Juga dia terheran melihat pemuda ini seperti mengenalnya.

"Hemmm, engkau telah mengenal pinto?"

Keng Hong tersenyum,
"Tentu saja saya mengenal Totiang. Bukankah Totiang yang disebut Kok Cin Cu, tokoh termuda dari Kong-thong Ngo-Lojin?"

"Siancai...! Agaknya Sin-jiu Kiam-ong tidak menyimpan sesuatu rahasia terhadap murid tunggalnya. Bukankah engkau murid Sin-jiu Kiam-ong Sie Cun Hong?"

"Benar, Totiang. Saya Cia Keng Hong, murid dari suhu Sin-jiu Kiam-ong dan betul pula bahwa saya mendengar segala hal tentang Kong-thong-pai dari mendiang suhu."

"Hal apa saja kau dengar?"

"Bahwa Kong-thong-pai adalah sebuah partai persilatan besar yang mengutamakan kebajikan berdasarkan kegagahan, keadilan dan kebenaran. Bahwa Kong-thong Ngo-iojin merupakan lima tokoh besar yang menjadi tulang punggung Kong-thong-pai dan bahwa suhu bersahabat baik dengan pimpinan Kong-thong-pai," kata Keng Hong, sengaja menambah untuk mendinginkan suasana.

"Bersahabat baik apanya? Dia telah membunuh lima orang murid Kong-thong-pai dan engkau masih mengatakan bersahabat baik ? Kalau dia bersahabat baik, tentu dia tidak akan begitu pelit untuk memberikan siang-bhok-kiam kepada pinto sebagai tebusan kesalahannya kepada pihak kami. Pinto hanya mengharapkan agar engkau sebagai muridnya, dapat melihat kekeliruan gurumu dan dapat menebus semua kesalahan agar persahabatan akan terpelihara."

Keng Hong menghela napas panjang. Tak lain tak bukan, ke situ juga larinya. Alangkah tamaknya kaum kang-ouw ini dalam mengejar ilmu. Mereka itu seolah-olah tidak ada puasnya dalam mencari ilmu-ilmu yang tinggi, seolah-olah berlumba agar menjadi jagoan nomor satu di dunia, lupa bahwa semua itu akan musnah dan habis digerogoti waktu dan usia, akhirnya ditelan oleh kematian.

Bahkan kakek yang begini tua masih begitu tamak untuk memperebutkan pusaka peninggalan suhunya. Apakah kakek ini masih mempunyai waktu untuk mempelajari dan kemudian mempunyai kesempatan pula untuk mempergunakan ilmu yang dipelajarinya? Sungguh manusia-manusia merupakan badut-badut yang tidak lucu, bahkan menjemukan, selalu menjadi hamba daripada nafsu dan ketamakannya.

Ada yang tamak dalam mengejar kedudukan tinggi, mengejar nama besar, mengejar kemuliaan duniawi, mengejar wanita, atau seperti orang-orang kang-ouw ini, mengejar ilmu agar menjadi orang yang paling hebat di dunia ini! Benar gurunya! Gurunya tidak mengejar, melainkan menerima segala sesuatu sebagai suatu berkah, suatu nikmat hidup, suatu kesenangan! Gurunya yang melakukan segala sesuatu demi kesenangan hidup, tidak menyia-nyiakan hidupnya untuk mengejar sesuatu.






Tidak ada komentar: