*

*

Ads

FB

Senin, 11 Juli 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 049

Tentu saja Keng Hong tidak tahu keadaan gurunya seperti itu pun adalah sebagai akibat daripada suatu sebab, yaitu sebab patah hati oleh cinta kasih yang ternoda. Dia masih terlalu muda, masih belum berpengalaman untuk dapat meneropong sepak terjang gurunya yang dianggapnya sebagai pengganti orang tua, merupakan satu-satunya manusia di permukaan bumi yang dianggapnya paling baik.

"Maaf, Totiang. Menurut cerita guru saya, bentrokan yang terjadi antara suhu dan anak murid Kong-thong-pai adalah bentrokan antara orang-orang yang sedang bermain judi, artinya merupakan bentrokan pribadi yang tidak ada sangkut-pautnya dengan Kong-thong-pai. Kalah menang dalam perkelahian sudah wajar, terluka atau mati juga hanya merupakan resiko-resiko dalam sebuah pertandingan. Kebetulan murid-murid Kong-thong-pai yang kalah dan tewas. Bagaimana kalau suhu yang ketika itu kalah dan tewas? Saya rasa urusan seperti itu saja tidak perlu diperpanjang, apalagi kedua fihak, baik lima orang murid Kong-thong-pai yang kalah maupun suhu yang menang telah meninggal dunia. Saya menganggap bahwa urusan itu sudah selesai!"

"Aha, kulihat engkau seorang muda yang berpemandangan luas. Tentu engkau akan dapat mengerti pula akan kesediaan pinto menghapus semua luka lama dengan sebuah tangan murid Sin-jiu Kiam-ong yang akan memenuhi permintaan pinto."

Diam-diam Keng Hong menjadi jengkel juga.
"Kalau saya tidak salah artikan tentu Totiang maksudkan pedang Siang-bhok-kiam, bukan?"

Tosu itu tersenyum dan mengangguk,
"Engkau seorang muda yang gagah dan cerdik, tentu maklum apa yang kami kehendaki."

"Tentu Totiang sendiri juga sudah tahu jelas bahwa Siang-bhok-kiam telah saya serahkan kepada Kun-lun-pai."

Tosu tua itu meraba-raba jenggotnya yang panjang.
"Tentu saja pinto tahu. Akan tetapi pinto juga tahu bahwa fihak Kun-lun-pai telah kena dibohongi, telah terkena tipuanmu. Aha engkau benar-benar menuruni sifat Sin-jiu Kiam-ong yang nakal, orang muda. Masa para pimpinan Kun-lun-pai sampai kena kau bohongi, kau beri sebuah pedang kayu yang palsu. Ha-ha-ha! Sungguh amat lucu sekali."

Keng Hong terkejut.
"Ah, jadi ……mereka sudah tahu………."

"Sudah, rahasiamu telah terbuka dan engkau berada dalam bahaya maut yang hebat. Maka mengingat persahabatan pinto dengan gurumu, sebaiknya engkau serahkan pedang itu atau memberitahukan tempatnya kepada pinto, dan pinto beserta semua pimpinan Kong-thong pai akan melindungimu. Percayalah, Kong-thong Ngo-Iojin masih memiliki cukup wibawa untuk melindungi murid Sin-jiu-kiam-ong."






Keng Hong maklum bahwa kini dia telah menambah ancaman baru bagi dirinya, menambah musuh baru yang amat hebat, yaitu pihak Kun-lun-pai! Ternyata pihak Kun-lun-pai telah mengetahui akan kepalsuan pedang yang dia berikan kepada Kiang Tojin! Akan tetapi, untuk menyerahkan diri berlindung kepada Kong-tong-pai, dia tidak sudi. Dia sudah berbuat, dan dia sendiri pula yang harus bertanggung jawab, demikian ajaran yang dia terima dari gurunya. Bukan sengaja dia hendak menipu Kun-lun-pai, adalah Kun-lun-pai sendiri tidak benar, yang hendak memaksa minta pedang Siang-bhok-kiam darinya.

"Terima kasih atas kebaikan Totiang akan tetapi saya tidak dapat memberikan pedang itu kepada Totiang, karena pedang itu telah lenyap dan saya sendiri tidak tahu berada di mana."

Wajah tosu itu menjadi merah.
"Bohong kau!"

"Terserah penilaian Totiang, akan tetapi yang jelas, saya tidak dapat memberikan pedang itu kepada siapapun juga."

"Cia Keng Hong, bocah masih ingusan seperti engkau ini berani menentang pinto?"

"Totiang, agaknya menurut kenyataannya, baik mendiang suhu maupun saya sendiri tidak pernah menentang siapa-siapa, tidak menentang Totiang juga tidak memusuhi Kong-thong-pai. Adalah Totiang sendiri dan para tokoh kang ouw yang dahulu mendesak-desak suhu dan sekarang setelah suhu meninggal dunia, mendesak-desak saya. Memang soal kebenaran tidak bisa diperebutkan, Totiang, karena setiap orang selalu melihat kebenaran dari sudut demi kepentingan pribadi.

Yang penting adalah buktinya. Sekarang kita bertemu dijalan kalau kita masing-masing jalan sendiri, bukankah tidak akan timbul pertentangan? Saya hendak membuktikan bahwa saya tidak menentang siapa-siapa, yaitu saya hendak mengambil jalan sendiri, tidak mengganggu Totiang sama sekali. Hendak saya lihat , siapakah diantara kita yang mencari pertentangan."

Setelah berkata demikian, Keng Hong melangkah pergi dan hendak melewati orang-orang yang menghadangnya itu dengan jalan memutar.

"Mau atau tidak, engkau harus ikut bersama kami ke Kong-thong-pai! Di sana, dihadapan Kong-thong Ngo-lojin, baru kau boleh bicara membela diri" kata Kok Cin Cu sambil melangkah dan menghadang Keng Hong.

Pemuda itu menjadi penasaran dan marah sekali. Diantara banyak watak gurunya , sebuah watak yang diwarisinya adalah watak tidak takut menghadapi apapun asal merasa benar. Ia maklum akan kelihaian kakek ini, maklum dari penuturaan gurunya bahwa kelima orang tua Kong-thong Ngo lojin memiliki ilmu pukulan Ang-liong-jiauw-kang (Cengkeraman Kuku Naga Merah) dan amatlah ampuhnya, mengandung tenaga panas melebihi api membara dan merupakan kesaktian yang amat sukat dikalahkan.

Ia pun mendengar pula bahwa selain Ang-liong-jiauw-kang, kelima orang kakek itu mempunyai senjata dengan keistimewaan sendiri-sendiri dan Kok Cin Cu ini memiliki senjata sabuk baja yang dipergunakan sebagai pecut. Akan tetapi melihat betapa kakek ini mendesak dan memaksanya, timbul sifat keras kepalanya dan dia menjawab dengan tegas.

"Sebaliknya, Totiang. Dengan cara apa pun juga, Saya tidak mau ikut ke Kong-thong-pai karena tidak mempunyai urusan dengan siapapun juga di sana!"

"Bagus, engkau berani menentang pinto, ya?''

“Saya bukan menentang orangnya melainkan perbuatan dan sikapnya yang tidak benar yang saya tentang!"

"Bocah sombong! Kau kira pinto takkan dapat menangkapmu?"

Tosu tua itu menjadi marah. Dia bukan seorang pemarah, di depan murid-murid dan keponakan-keponakan muridnya, dia selalu di desak omongan oleh pemuda ini, tentu saja dia menjadi malu dan menganggap Keng Hong tidak memandang mata kepadanya. Dia suka berlaku sungguh sungkan dan mengajak pemuda itu ke Kong-thong-pai sehingga keputusan akan dijatuhkan terhadap pemuda ini bukan keputusan dia sendiri, melainkan keputusan kelima orang Kong-thong Ngo-Lojin.

Hal ini saja sudah dia lakukan secara banyak mengalah terhadap seorang pemuda, kini ditambah oleh bantahan-bantahan Keng Hong, benar-benar membuat kakek ini kehilangan kesabaran dan lupa diri. Ia sudah melangkah maju dan cepat mencengkeram untuk menangkap pundak Keng Hong dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya sudah melolos sabuk baja dari pinggangnya.

Keng Hong menjadi marah dan tidak mau diam saja. Dia mengerahkan sinkang dari pusarnya, mengangkat tangan kiri menagkis cengkeraman itu.

"Plakkk!" tangan Kok Cin Cu tertangkis secara hebat, akan tetapi kakek ini lihai bukan main.

Cengkeraman pada pundak yang ditangkis itu berbalik menjadi cengkeraman pada pergelangan tangan Keng Hong dan gerakannya amat cepat dan kuat sehingga sebelum Keng Hong tahu apa yang terjadi, tahu-tahu pergelangan tangan kanannya sudah kena di cengkeraman lima buah jari tangan yang panas dan kuat sekali.

"Hayaaaaaaa….!”

Teriakan ini keluar dari mulut Kok Cin Cu ketika kakek ini merasa betapa tenaga singkang yang terkandung dalam tangan kanannya membanjir keluar memasuki pergelangan tangan pemuda itu. Maklumlah dia kini akan cerita kepada muridnya betapa pemuda ini memiliki ilmu "menyedot sinkang lawan." Ia memang sudah bersiap-siap untuk ini, dan untuk penjagaan inilah dia tadi mencabut sabuk baja, maka kini cepat menggerakkan tangan kirinya, menggunakan sabuk itu menotok siku tangan kiri Keng Hong.

Totokan itu mengenai jalan darah dengan tepat sekali sehingga seketika tangan kiri Keng Hong menjadi lumpuh dan otomatis tangan Kok Cin Cu yang mencengkeram tadi telah melekat dapat direnggutnya terlepas. Kok Cin Cu melompat ke belakang sambil berseru.

"Bocah keji! Engkau benar-banar memiliki ilmu iblis Thi-khi-I-beng itu?"

Kakek ini diam-diam merasa kagum dan juga iri hari sekali. Ilmu yang telah ratusan tahun dikabarkan lenyap itu, yang tentu saja diinginkan oleh semua tokoh kang-ouw, dan bahkan Lam-hai Sin-pi sendiri, tokoh datuk hitam yang paling lihai, hanya mengerti sedikit saja tentang ilmu ini, kini dimiliki oleh bocah yang masih hijau! Ia lalu menggerakkan sabuk baja itu yang meledak-ledak di udara seperti sebatang cambuk dan berubahlah cambuk itu menjadi sinar melingkar-lingkar seperti naga beterbangan di atas kepala Keng Hong!

Keng Hong menjadi pening kepalanya memandang sinar hitam melingkar-lingkar ini akan tetapi dia tidak menjadi gentar dan sambil melengking keras tubuhnya sudah meloncat.

Akan tetapi, tubuhnya yang meloncat itu bertemu dengan ujung sabuk baja di udara. Ujung sabuk yang lemas itu telah mengait lehernya. Keng Hong yang tercekik itu kaget dan marah, sekali sabut itu sudah ditarik dengan gentakan keras sehingga tanpa dapat dicegah lagi tubuhnya terpelanting dan bergulingan diatas tanah.

Ia meloncat bangun, mendengar suara ketawa dan ternyata sepuuh orang murid Kong-thong-pai itu telah mentertawakannya. Kemarahannya makin menjadi dan cepat Keng Hong sudah membalikkan tubuh menghadapi kakek itu lagi. Kok Cin Cu merasa tidak enak sendiri harus menghadapi seorang lawan muda dengan senjata di tangan.

Akan tetapi dia pun maklum betapa bahayanya kalau dia bertangan kosong saja, mengingat pemuda itu memiliki ilmu Thi-khi-I-beng. Dia tentu saja tidak tahu bahwa sesunguhnyanya dalam hal ilmu silat, kepandaian keng Hong masih dangkal sekali. Bahkan dalam hal pukulan, dia hanya mengenal ilmu pukulan sakti San-im-kun-hoat di samping ilmu Pedang Siang-bhok-Kiam-sut yang hanya bisa dimainkan dengan pedang kayu itu!

Kakek itu mengira bahwa pemuda yang sudah memiliki Thi-khi-I-beng tentu memiliki pula ilmu-ilmu silat yang amat tinggi. Dan dia tidak berniat merobohkan pemuda ini dengan membunuhnya, melainkan hendak menangkapnya yang tentu saja lebih sukar daripada kalau membunuhnya.

"Totiang, engkau jahat!"

Keng Hong berseru dan kini dia menerjang maju sambil mainkan jurus ke tiga Ilmu Silat San-in-kun-hoat. Jurus ini disebut Siang-in-twi-san (Sepasang Mega Mendorong Gunung), dilakukan dengan pukulan mendorong ke arah lawan mengunakan sepasang lengan yang dilonjorkan sambil melompat maju. Untuk melakukan serangan ini, Keng Hong menggunakan sinkang sehingga angin pukulannya dari jauh sudah menyambar ke arah dada Kok Cin Cu.

Tokoh Kong-thong-pai ini sendiri adalah seorang ahli Iweekeh, seorang yang mahir mempergunakan sinkang untuk melakukan Ilmu Ang-liong-jiauw-kang, juga sinkangnya sudah kuat sekali. Akan tetapi, ketika angin pukulan kedua tangan pemuda itu mendorongnya dan dia merasa betapa tenaga itu amat dahsyat dan kalau dia lawan agaknya dia tidak akan kuat, dia menjadi terkejut bukan main, cepat dia melempar tubuh ke belakang dan berjungkir balik ke samping, kemudian pecutnya disabetkan ke depan mengarah tubuh Keng Hong yang masih meloncat datang.

Ujung sabuk ini melibat kedua kaki Keng Hong terpelanting keras ke atas tanah. Kembali dia terjatuh dan terguling-guling dan kembali dia mendengar suara ketawa anak murid Kong-thong-pai yang baginya lebih menyakitkan daripada bantingan itu sendiri.

Keng Hong melompat bangun lagi, bajunya robek pada bagian siku dan pundak, akan tetapi dia tidak peduli akan keadaan dirinya, bahkan tidak peduli akan rasa nyeri pada pinggul dan paha ketika terbanting tadi. Kemarahannya membuat dia tidak mau mengeluarkan suara, melainkan siap untuk menyerang lagi.

Melihat sikap pemuda ini yang agaknya nekat dan sama sekali tidak mengenal takut, Kok Cin Cu menjadi makin tidak enak.

"Orang muda, lebih baik engkau menyerah saja. Pinto hanya ingin mengajakmu ke Kong-thong-pai, apa sih sukarnya bagimu? Mengapa harus menantang pinto ? Pinto sunggah tidak ingin menghina orang muda, tidak ingin menyakitimu."

"Tosu palsu, tak perlu banyak bicara manis lagi karena bicara manis itu menyembunyikan kepahitan yang memuakkan. Engkau menghendaki Siang-bhok- kiam dan aku tidak ingin memberikan. Mau bunuh atau mau apakan aku, terserah, aku tidak takut!" jawab Keng Hong.






Tidak ada komentar: