*

*

Ads

FB

Jumat, 02 Desember 2016

Petualang Asmara Jilid 209

Mendengar suara panggilan ini, Giok Keng berhenti dan menengok. Ketika dia mengenal orang itu sebagai pemuda tinggi besar yang pernah membelanya di depan ayahnya, seketika Giok Keng cemberut. Hemm, kembali dia berhadapan dengan seorang penjilat, pikirnya!

Betapa banyaknya bertemu dengan pria-pria seperti itu! Pria yang memperlihatkan “kebaikan”, bahkan rela berkorban apa pun untuk menarik hati seorang gadis cantik. Dan dia tahu bahwa pemuda tinggi besar ini pun semacam pria seperti itu. Tentu sikapnya membelanya di depan ayahnya, yang kelihatan gagah perkasa dan penuh kebaikan, bahkan yang membayangkan kasih sayang besar dengan pengorbanan dirinya, hanya merupakan siasat untuk menarik hatinya!

Dia sudah muak dengan semua itu, apalagi setelah mengalami kejatuhannya di tangan Liong Bu Kong si tukang bujuk rayu! Kini teringat olehnya betapa hampir semua laki-laki adalah tukang bujuk, perayu yang berhati palsu, kecuali...Kun Liong agaknya! Kun Liong dengan terang-terangan mengatakan tidak cinta kepadanya! Sebaliknya, semua pria yang dijumpainya selama ini, dari pandang matanya saja sudah menjeritkan “cinta” yang memuakkan.

Betapapun juga, pemuda tinggi besar ini sudah menerima siksaan dari ayahnya, bahkan hampir tewas, maka dia harus bersikap baik. Dan untuk kelancangannya itu, dia akan menghukumnya dengan menjatuhkan hatinya seperti semua pria yang telah jatuh hati kepadanya, untuk kemudian dia tinggalkan. Mulai sekarang, dia akan membalas semua pria yang cintanya palsu itu!

Mula-mula dahulu adalah para suhengnya di Cin-ling-pai, terutama Kwee Kin Ta dan Kwee Kin Ci yang dari sinar matanya jelas jatuh cinta kepadanya, lalu disusul belasan orang suhengnya yang lain. Setelah itu, entah berapa banyaknya lirikan-lirikan cinta yang terpancar keluar dari pandang mata setiap orang pria, tua muda yang bertemu dengannya.

“Cia-siocia...!”

Lie Kong Tek kini sudah tiba di depan gadis itu, wajahnya berseri gembira karena hati siapa tidak akan gembira melihat gadis ini yang tadinya dianggap telah hilang dan tidak mungkin disusulnya lagi itu?

“Siapakah engkau dan ada keperluan apa memanggil-manggil aku?”

Giok Keng bertanya dengan sikap galak dan pura-pura tidak mengenal karena dia ingin mempermainkan pemuda tinggi besar ini.

Lie Kong Tek memberi hormat dengan kedua tangan di depan dadanya, penghormatan yang tidak dibalas oleh gadis itu, namun Kong Tek tidak peduli karena memang dia tidak mempunyal keinginan dibalas.

“Cia-siocia, tentu engkau tidak mengenal aku, akan tetapi dua hari yang lalu kita bersama ayahmu, guruku, dan para tamu kang-ouw di Pek-lian-kauw telah melawan orang-orang Pek-lian-kauw. Namaku Lie Kong Tek.”

“Ahhh, sekarang aku ingat! Engkau adalah orang yang dihajar oleh Ayah dan nyaris tewas di tangan ayahku!”

Giok Keng sengaja mengemukakan hal itu karena dia menduga bahwa pemuda ini sudah cukup mendapat kesempatan untuk memamerkan jasa-jasanya ketika menolong dan membelanya.






Akan tetapi dia kecelik. Lie Kong Tek sama sekali tidak menonjolkan jasanya, bahkan dia menarik napas panjang dan berkata dengan suara serius,

“Salahku sendiri, Nona. Masih untung aku tidak tewas di tangan ayahmu, karena kelancanganku mencampuri urusan orang lain.”

“Tapi... engkau telah berusaha untuk menolongku. Engkau telah melepas budi kebaikan kepadaku!”

Giok Keng menambahi garam untuk memancing keluar isi hati pemuda itu yang dia anggap pasti akan menyatakan kagum dan sukanya dan kesiapannya untuk membela sampai mati!

Lie Kong Tek menggeleng kepala.
“Kau membikin aku malu saja, Nona Cia. Apa yang kulakukan itu tidak ada artinya sama sekali dan siapa pun yang melihat suatu peristiwa yang tidak adil, tak peduli siapa yang terkena dan siapa pula yang melihatnya, pasti akan turun tangan.”

Hati Giok Keng menjadi penasaran.
“Apa? Kau maksudkan... andaikata yang terancam oleh ayahnya bukan aku, melainkan orang lain...”

“Tentu saja tidak ada bedanya, aku tetap akan mencegah seorang ayah yang bijaksana memukul anaknya sendiri.”

Hati Giok Keng kecewa.
“Ahh, kukira tadinya...” kekecewaan hatinya karena jawaban pemuda itu tidak seperti yang disangkanya, terlontar melalui mulutnya.

“Kau kira bagaimana, Nona?”

“Kukira kau menolongku karena...karena kau suka padaku.”

Terus terang saja Giok Keng mengucapkan kata-kata ini karena ingin dia memperoleh bukti bahwa yang mendorong perbuatan pemuda itu memang demikian sehingga dia akan mendapat alasan untuk mempermainkan dan menghina laki-laki yang tinggi besar dan tampan gagah ini.

Wajah Lie Kong Tek berubah merah seketika.
“Nona, melakukan suatu perbuatan yang oleh umum dianggap baik menjadi sama sekali tidak baik dan palsu kalau berdasarkan rasa suka atau tidak suka!”

Giok Keng makin penasaran dan terheran-heran. Baru sekarang dia berhadapan dengan seorang laki-laki yang sama sekali tidak memperlihatkan sikap manis dan menjilat kepadanya, bahkan ucapannya begitu jujur dan terus terang sehingga terdengar kasar dan tidak menggunakan basa-basi sama sekali. Akan tetapi hal ini malah membuat dia menjadi penasaran.

Kalau melihat semua laki-laki jatuh bertekuk lutut kepadanya, mengaku cinta, dia merasa muak karena sudah melihat kepalsuan mereka, terutama setelah pengalamannya dengan Bu Kong. Akan tetapi sikap pemuda ini lain lagi, bahkan sebaliknya daripada sikap pemuda pada umumnya. Dia akan merasa amat penasaran dan “turun nilai” kalau belum melihat pemuda ini pun bertekuk lutut menyatakan cinta kepadanya! Maka dia segera merubah siasat dan berkata,

”Aihh, kalau tidak salah, gadis yang menjadi korban kekejian Ketua Pek-lian-kauw itu adalah tunanganmu, Saudara Lie Kong Tek?”

Lie Kong Tek mengangguk.
“Memang benar demikian, dan kedatanganku bersama Suhu ke Pek-lian-kauw memang hendak mencari dia. Kami mendengar bahwa Nona Bu Li Cun, tunanganku itu diculik oleh orang Pek-lian-kauw. Sayang kami datang terlambat...”

“Kau dan gurumu tidak berhasil menolong tunanganmu, akan tetapi telah dapat menolong aku dan ayahku. Bu Li Cun itu cantik sekali, engkau tentu berduka dan kehilangan, Saudara Lie.”

“Tentu saja, aku merasa amat kasihan kepada Nona itu. Akan tetapi terus terang saja, tidak ada perasaan kehilangan di hatiku karena selamanya pun baru satu kali aku bertemu dengan tunanganku. Andaikata yang mengalami nasib buruk seperti dia itu seorang gadis lain, aku tetap akan merasa kasihan sekali.”

Giok Keng termenung. Pemuda ini memang aneh, pikirnya. Berbeda dengan pemuda lain, bahkan sinar matanya ketika memandangnya biasa dan polos saja, tidak mengandung api gairah yang dia lihat dalam pandang mata pemuda lain. Bahkan di dalam pandang mata Kun Liong yang terang-terangan tidak mencintanya itu pun terdapat sinar kagum kalau memandang kepadanya. Kenyataan ini membuat hatinya panas. Manusia sombong! Manusia angkuh! Kau anggap aku bukan apa-apa, ya? Tunggu saja kau, hatiku belum puas kalau tidak dapat melihat engkau bertekuk lutut dan merengek mengaku cinta!

Gadis ini tidak sadar betapa sesungguhnya dialah yang sombong! Demikianlah keadaan hati dan pikiran seseorang yang tidak pernah mengenal diri sendiri, sehingga dia seolah-olah buta akan gerak-gerik lahir batinnya, tidak sadar akan watak-wataknya sendiri.

Karena tidak mengenal diri sendiri inilah yang menimbulkan segala perbuatan yang merugikan orang lain dan diri sendiri, perbuatan yang oleh umum dianggap jahat. Tidak ada perbuatan jahat yang disadari sebagai perbuatan jahat oleh orang yang tidak pernah mengenal dirinya sendiri, semua perbuatannya itu, apapun juga penilaian umum, tentu dianggapnya benar karena dia mempunyai alasan-alasannya yang tentu saja berdasarkan kepentingan diri pribadi.

Orang yang tidak mengenal diri sendiri akan sepenuhnya berada dalam cengkeraman si aku yang selalu mengejar kesenangan, dikuasai oleh si aku tanpa disadarinya. Sebaliknya, dengan pengenalan diri sendiri setiap saat, gerak-gerik dan segala akal bulus si aku dapat diawasi dengan jelas sehingga si aku tidak sempat lagi mengeluarkan segala siasat dan tipu muslihatnya.

Demikian pula dalam pertemuan antara Giok Keng dan Kong Tek. Pemuda itu berwatak jujur, polos dan wajar sehingga semua ucapannya tidak mengandung niat lain. Tidak demikian dengan Giok Keng yang merasa dirinya sebagai seorang gadis cantik, lihai, puteri Ketua Cin-ling-pai sehingga dari pengalaman yang sudah-sudah timbullah rasa tinggi hati dan keyakinan bahwa semua pria pasti akan bertekuk lutut dan jatuh cinta kepadanya!

“Nona Cia, sudah dua hari aku mencari-carimu!”

Timbul harapan di hati Giok Keng dan matanya bersinar tajam memandang penuh selidik.
“Ada perlu apakah engkau mencari-cariku selama dua hari ini?”

“Hanya untuk membuktikan bahwa engkau berada dalam keadaan selamat, Nona. Ayahmu juga mencarimu dan aku diperintah oleh Suhu untuk membantu mencarimu. Sekarang Nona hendak pergi ke manakah?”

“Hendak kembali ke Pek-lian-kauw, memberi hajaran kepada para penjahat Pek-lian-kauw.”

“Aihh! Nona tidak mengerti apa yang telah terjadi. Bahkan Suhu dan ayahmu sendiri terpaksa harus melarikan diri. Pek-lian-kauw amat kuat, selain ketuanya memiliki keahlian dalam ilmu sihir yang hanya dapat dilawan oleh Suhu, juga mereka berjumlah banyak dan mempunyai sahabat-sahabat orang pandai.”

Giok Keng terkejut. Ayahnya sampai melarikan diri?

“Di manakah Ayah sekarang?”

“Beliau juga pergi berpisah dari kami, katanya hendak menyusul dan mencarimu, Nona.”

“Kalau begitu, aku harus cepat kembali ke Cin-ling-san. Sudah terlatu lama aku meninggalkan Ibu, tentu dia akan merasa khawatir sekali.”

Teringat akan ibunya, hati Giok Keng berduka bukan main karena terbayang dahulu ketika dia cekcok dengan ayahnya dan diusir ayahnya yang kemudian ternyata bahwa ayahnyalah yang benar mengenai pribadi Liong Bu Kong. Teringat betapa demi Liong Bu Kong dia sampai minggat dari Cin-ling-san, menyakiti hati ayah bundanya, dia menjadi makin gemas kepada Liong Bu Kong dan andaikata dia tidak pasti benar bahwa Bu Kong telah tewas di tangan Yo Bi Kiok, tentu dia akan mencari dan membunuhnya!

Kematian Liong Bu Kong bukan di tangannya membuat hatinya belum puas dan timbullah keinginannya untuk mempermainkan hati dan cinta kasih kaum pria! Adapun yang dianggapnya sebagai calon korban pertama adalah Lie Kong Tek inilah.

“Kalau Nona tidak berkeberatan, mari kita melakukan perjalanan bersama,” tiba-tiba Kong Tek berkata.

Bagi pemuda ini, keadaannya juga serba sulit. Gurunya menyuruh dia mencari Giok Keng dan menyatakan cinta kasihnya! Akan tetapi, bagaimana dia dapat menyatakan perasaan hati itu kalau dia sendiri tidak yakin benar karena tidak tahu apakah benar dia mencinta gadis ini? Tentu saja dia tidak akan mau berlaku lancang seperti itu, apalagi karena dia pun maklum bahwa tidaklah pantas bagi dia untuk berjodoh dengan seorang dara seperti puteri Ketua Cin-ling-pai ini.

Mulut yang manis bentuknya itu terhias senyum mengejek. Hemmm, pikir Giok Keng, betapa pun angkuh hatimu, belum apa-apa engkau sudah ingin menemaniku dalam perjalanan.

“Eh? Engkau ingin melakukan perjalanan bersamaku, Saudara Lie? Mengapakah?”

Lie Kong Tek agak sukar menjawab, lalu menggerakkan pundak dan merentangkan kedua lengannya.

“Mengapa? Tidak ada apa-apa, Nona. Hanya karena aku telah berpisah dari Suhu dan hidup sebatang kara, tidak mempunyai tujuan tetap, sedangkan kau pun sendirian pula, bukankah lebih baik dan lebih kuat kalau kita melakukan perjalanan bersama? Aku pun ingin berkunjung ke Cin-ling-san, bertemu dengan ayahmu yang amat bijaksana dan tinggi ilmu kepandaiannya itu.”

Senyum di bibir Giok Keng makin melebar. Hemm, alasan yang dicari-cari, pikirnya.
“Baiklah,” katanya kemudian dan hatinya girang karena dia ingin sekali melihat laki-laki ini pun jatuh cinta kepadanya untuk kemudian dia patahkan hati dan kasihnya seperti yang ingin dia lakukan terhadap semua pria sebagai pembalasan sakit hatinya kepada Bu Kong!

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: