*

*

Ads

FB

Selasa, 29 November 2016

Petualang Asmara Jilid 200

“Kun Liong, aku memperoleh kemajuan pesat setelah aku mempelajari ilmu kesaktian yang terdapat di dalam... bokor pusaka yang diperebutkan itu.”

“Hehhh...?”

Kun Liong mencelat bangun dari bangkunya mendengar ini, saking heran dan kagetnya.

“Engkau marah?” Bi Kiok bertanya, sikapnya seperti menantang.

“Mengapa marah?” Kun Liong menggeleng kepalanya, matanya menjadi bundar ketika memandang wajah dara itu. “Aku hanya kaget dan heran karena tidak menyangka-nyangka. Yang kuketahui adalah bahwa bokor pusaka yang diperebutkan itu setelah ditemukan, ternyata palsu.”

“Memang kami yang memalsukan, mendiang Subo dan aku.”

Kun Liong mengangguk-angguk.
“Cerdik sekali! Pantas semua tidak berhasil, bahkan Cia-supek sendiri, dan bahkan Panglima The Hoo sendiri, sampai dapat dikelabui. Hebat sekali siasatmu itu, Bi Kiok.”

“Mana aku bisa? Semua ini adalah siasat mendiang Subo. Ketika bokor terjatuh ke tangan Subo, Subo cepat membuat tiruannya pada seorang tukang emas yang segera dibunuhnya pula setelah pembuatannya selesai dan persis betul. Tidak ada seorang pun mengetahui akan pembunuhan ini. Lalu Subo menyuruh aku menyimpan bokor yang tulen sedangkan dia membawa yang palsu, hal ini menurut Subo adalah karena orang-orang tentu akan mengejar Subo, bukan aku yang hanya seorang muridnya.

Dugaan Subo benar, bokor palsu yang diperebutkan sedangkan yang aseli berada di tanganku, kusembunyikan baik-baik. Sayang sekali, siasat Subo yang berhasil baik itu tidak dapat dinikmati oleh Subo sendiri yang keburu tewas. Maka aku lalu menyelidiki isinya, menemukan rahasia tempat penyimpanan kitab-kitab dan harta pusaka. Bokor itu kumusnahkan kitabnya kubawa dan kupelajari, sedikit harta kubawa sebagai bekal. Nah, dari sebagian kitab itulah aku memperoleh kemajuan ilmu silatku.”

Kun Liong menjadi kagum bukan main.
“Hebat! Baru sebagian saja sudah amat luar biasa, apalagi kalau kau mempelajarinya semua!”

“Memang hebat sekali, Kun Liong. Dan harta itu pun cukup banyak. Dan begitu berjumpa denganmu, tekadku sudah bulat bahwa semua harta pusaka dan kitab-kitab itu adalah untuk kita. Aku tidak dapat hidup sendiri, menguasai pusaka sedemikian banyaknya.”

“Kita...?”

“Ya, kau pun berhak. Bukankah engkau yang mula-mula menemukan bokor itu dari dalam sungai? Engkau yang menemukan, aku yang menyelamatkannya dari tangan orang-orang yang memperebutkannya, jadi kita berdua, bertiga dengan In Hong, yang berhak memilikinya. Karena itu, Kun Liong, marilah kita pergi ke tempat rahasia itu, bersama In Hong dan hidup bertiga penuh kebahagiaan di sana.”

Kun Liong mengerutkan alisnya, memandang tajam. Sejenak mereka berpandangan, dua pasang sinar mata bertemu, bertaut, saling menjajaki dan menyelidiki. Kemudian Bi Kiok menghela napas dan berkata,






“Kun Liong, aku... aku masih mencintamu, sejak dulu sampai sekarang dan sampai mati. Selama ini, tidak ada seorang pun pria yang menarik hatiku.”

“Bi Kiok! Jangan kau berkata demikian!”

“Hemm, Kun Liong, apakah kau tidak cinta padaku, setelah segala yang kulakukan terhadap adik kandungmu?”

Kun Liong cepat bangkit berdiri, menjura dan membungkuk.
“Untuk budimu itu, sampai mati pun aku tidak akan melupakannya, Bi Kiok. Akan tetapi cinta...? Kurasa...”

Dia tidak tega untuk berterus terang dengan kata-kata, hanya menggelengkan kepalanya.

“Kun Liong...” Suara Bi Kiok gemetar.

“Ya...”

“Lupakah kau...?”

“Ya...”

“Ketika kita bersembunyi di dalam guha gelap itu...”

“Hemmm... lalu...”

“Kau telah menciumku! Engkau telah menciumi mataku! Semenjak saat itulah aku jatuh cinta padamu sampai sekarang dan sampai selamanya!”

Kun Liong ingin menampar kepalanya sendiri kalau dia teringat akan semua sifat ugal-ugalannya dahulu. Karena sifatnya itu, main-main dan menggoda dara cantik, dia melibatkan diri dalam pertalian cinta-mencinta yang amat ruwet dan berekor panjang. Andaikata dia dahulu tidak mencium mata Bi Kiok, tentu tidak akan begini jadinya. Belum tentu gadis yang pada dasarnya berwatak dingin ini jatuh cinta padanya.

Dia mengangkat muka memandang. Memang cantik luar biasa dara ini, dan terutama matanya! Bukan salahnya kalau dia dahulu mencium mata itu. Sekarang pun... hemm..., jarang ada sepasang mata seindah itu!

“Bi Kiok, dahulu pun sudah kukatakan bahwa aku tidak mencinta padamu. Pada waktu itu, aku tidak mencinta siapa-siapa. Cinta tidak mungkin bisa dipaksakan dan aku tidak sudi menjadi seorang perayu yang mempergunakan senjata cinta palsu untuk menjatuhkan hati seorang wanita. Aku telah berterus terang kepadamu waktu itu, dan sekarang aku pun hendak berterus terang babwa lebih-lebih sekarang ini, tidak mungkin bagiku untuk mencintamu atau wanita lain karena aku telah mencinta seorang gadis lain.”

“Ouhhhh...”

Wajah itu berubah pucat dan sinar mata yang indah itu seolah-olah lampu yang menjadi hampir padam, sayu tanpa cahaya lagi.

“Maafkan aku, Bi Kiok...” bisik Kun Liong sambil menunduk karena menyaksikan sinar mata itu dia merasa jantungnya seperti ditikam, tidak sampai hatinya untuk memandang.

“...puteri Cin-ling-san...?”

Akhirnya, setelah hening beberapa lamanya yang merupakan keheningan yang mencekam hati Kun Liong, terdengar suara Bi Kiok, suaranya lirih dan tergetar.

Kun Liong menggeleng kepala.
“Bukan dia, Bi Kiok dan kuceritakan pun engkau tidak akan mengenalnya. Kami pun dipisahkan secara keji dan sekarang aku sedang hendak mencarinya, mungkin ke Tibet, entah akan berjumpa lagi dengan dia atau tidak aku belum dapat memastikannya. Memang sudah nasibku harus berpisah selalu dari orang-orang yang kucinta. Mula-mula dengan ayah bundaku, lalu dengan adik kandungku, kemudian dengan gadis yang kucinta...”

“Dan sekarang dengan adik kandungmu lagi!”

Kun Liong mengangkat mukanya memandang. Wajah dara itu tetap cantik, tetapi pucat dan bertambah dingin, namun suaranya tidak tergetar lagi, bahkan terdengar nyaring dan penuh tantangan!

“Apa maksudmu?”

“Maksudku sudah jelas, Kun Liong! Engkau tidak mau hidup bersama kami berdua di tempatku. Baik, nah, pergilah sekarang juga.”

“Tapi adikku, In Hong...?”

“Dia itu aku yang menemukannya, dan dia adalah muridku. Kalau engkau hendak berkumpul dengan dia, nah, ikutlah dengan kami. Kalau tidak, pergilah! Akan tetapi kau ingat selalu, aku tetap cinta padamu, sampai mati pun aku akan tetap cinta padamu, maka setiap orang wanita yang merebutmu dari tanganku, dia akan mati di tanganku pula!”

“Bi Kiok...!”

“Aku sudah bicara! Pergilah!”

“Aku harus membawa adikku bersamaku!”

“Tidak boleh!”

“Bi Kiok, harap kau suka berpikir panjang, suka berlaku adil dan bersikap bijaksana. Dia adalah adikku, adik kandungku!”

“Kakak kandung macam apa kau ini? Aku yang menemukannya, kalau tidak entah apa jadinya dengan dia. Dia muridku, tidak boleh kau bawa seenakmu begitu saja!”

“Akan tetapi, dia adik kandungku. Dia adalah satu-satunya manusia yang kucinta di dunia ini...”

“Dan kaulah satu-satunya manusia yang kucinta, akan tetapi engkau tega menghancurkan pengharapan dan kebahagiaanku. Tidak, aku tidak akan membiarkan engkau membawa pergi In Hong!”

“Bi Kiok, aku amat tidak suka kalau terpaksa harus bertengkar denganmu. Engkau sahabat yang paling baik! Harap jangan memaksa aku menggunakan kekerasan terhadapmu...”

“Huh, sombongnya! Kau kira aku takut kau menggunakan kekerasan? Jangan harap akan dapat membawa pergi In Hong tanpa melalui mayatku!”

Keduanya berdiri saling pandang, Kun Liong penuh permohonan, Bi Kiok penuh kedukaan dan kemarahan. Sampai lama keduanya hanya saling pandang, kemudian terdengar kata-kata Kun Liong, membujuk dan halus,

“Bi Kiok, kumohon padamu, ikhlaskanlah seorang kakak berkumpul kembali dengan adik kandungnya.”

“Hemmm, Kun Liong, aku pun mengharapkan agar kau suka memenuhi hasrat seorang wanita yang mencinta pria idaman hatinya, namun hasilnya sia-sia. Pendeknya, engkau hanya mempunyai dua pilihan. Pertama, engkau tinggal bersama dengan kami, hidup bertiga dan kita bersama membesarkan dan mendidik In Hong, suka menerima pelayananku sebagai seorang kekasih, sebagai seorang... isteri yang mencintamu dengan seluruh jiwa raganya, atau... kau pergi dari sini dan kita tidak akan saling bertemu lagi. Kecuali kalau kau membela calon isterimu yang tentu akan kucari dan kubunuh.”

“Bi Kiok! Kau kejam...!” Kun Liong mulai marah.

“Kau lebih kejam lagi!” bentak Bi Kiok.

“Kalau begitu, aku akan menggunakan kekerasan!”

“Silakan!”

Kun Liong menerjang ke depan, maksudnya untuk merobohkan Bi Kiok dengan totokan dan membuat dara itu tidak berdaya lagi agar dia dapat membawa pergi In Hong dari tempat itu. Betapa pun kagumnya terhadap pribadi dara ini, baik kecantikan lahirnya maupun budi pertolongannya, namun dia tidak merelakan adiknya berpisah lagi darinya dan dididik oleh Bi Kiok yang betapa pun adalah murid dari datuk kaum sesat yang terkenal sebagai seorang iblis betina yang amat kejam dan mengerikan.

Dia harus membawa pergi adiknya, mendidiknya menjadi seorang wanita yang penuh kelembutan, halus lembut lahir batinnya, wanita seratus prosen, tidak seperti Bi Kiok yang menyembunyikan kekerasan dan keganasan di balik kelembutan dan kecantikan.

“Plak-plak-plak!!”

Kun Liong terkejut sekali. Lengannya bertemu dengan lengan gadis itu yang menangkis dan balas memukul lalu ditangkisnya. Pertemuan kedua lengan itu membuat dia dapat merasakan kehebatan tenaga sin-kang yang keluar melalui lengan itu, sin-kang yang mengandung hawa panas seperti api membara!

“Hebat...!”

Serunya karena harus diakuinya bahwa tingkat sin-kang dari gadis ini tidak kalah oleh tingkat para datuk kaum sesat yang pernah dilawannya!

Kun Liong mendesak dengan gerakan cepat, mainkan Im-yang Sin-kun dan mengerahkan tenaga Pek-in-ciang (Tangan Awan Putih) sehingga dari kedua telapak tangannya mengepul uap putih. Tentu saja dia hanya mengerahkan tenaga dan mengarahkan pukulan untuk membuat gadis itu tidak berdaya, sama sekali tidak ingin melukainya dengan hebat, apalagi membunuhnya.

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: