*

*

Ads

FB

Minggu, 20 November 2016

Petualang Asmara Jilid 158

“Tidak! Mudah-mudahan tidak. Pemuda itu adalah putera datuk sesat, putera Kwi-eng Niocu, tak mungkin Giok Keng jatuh cinta kepada seorang pemuda seperti itu.”

“Mengapa tidak mungkin? Pemuda itu tampan dan menarik, dan seorang yang mencinta tidak mungkin dapat melihat keburukan orang yang dicinta.”

“Tapi Giok Keng seorang dara perkasa yang cerdik dan bijaksana.”

“Tidak! Dia gadis tolol!” Tiba-tiba Hong Ing berkata dengan nada suara keras.

Kun Liong memandang tajam, agak panas perutnya.
“Hong Ing, dia bukan gadis tolol, dia puteri Supek...”

“Puteri dewa sekalipun, tetap saja dia tolol!”

Hong Ing juga memandang tajam menantang, seolah-olah sengaja hendak memanaskan hati pemuda gundul itu.

Kun Liong hendak membantah, akan tetapi melihat sinar mata dara itu, dia menunduk dan menghela napas. Perlu apa bertengkar karena urusan tetek-bengek? Mereka masih terancam bahaya, berada di perahu yang aneh dan di tengah samudera, tak tentu arah tujuan.

Lama mereka tenggelam dalam keheningan, hanya beberapa kali Kun Liong menarik napas panjang karena suasana hening yang mencekam itu amat tidak mengenakkan hatinya. Mau bicara, bicara apa lagi? Pula, Hong Ing tentu masih marah. Mengapa dara ini marah? Dia benar-benar tidak mengerti. Apakah karena kedukaannya dan kegelisahannya?

“Kun Liong...”

“Hemm...?”

Dia mengangkat muka dan hatinya menjadi lega melihat wajah dara itu sudah berseri kembali, sama sekali tidak ada tanda-tanda kemarahan atau kedukaan.

“Benarkah Giok Keng tidak mencintamu?”

Sebenarnya di dalam hatinya Kun Liong merasa tidak senang sekali diajak bicara urusan ini, akan tetapi karena dia tidak ingin melihat dara itu marah-marah lagi, dia terpaksa menjawab,

“Tentu saja dia tidak cinta padaku, dia sendiri yang menyatakan ini dan memutuskan tali perjodohan kami.”

“Mengapa tidak cinta padamu?”






“Eh, apa anehnya itu, Hong Ing? Mana mungkin seorang seperti dia mencinta seorang gundul seperti aku? Mana ada di dunia ini seorang dara cantik yang bisa jatuh cinta kepada seorang laki-laki gundul tak berharga seperti aku ini? Paling-paling yang jatuh cinta kepadaku hanyalah orang-orang macam Kim Seng Siocia...” Kun Liong mencoba berkelakar akan tetapi terdengar masam dan hambar.

“Kasihan kau, Kun Liong...”

“Tak perlu kau kasihani, aku sudah menyadari keadaanku yang buruk,” kata Kun Liong sambil cemberut.

Kau tidak tahu, katanya dalam hati, betapa banyaknya gadis yang jatuh cinta kepadanya! Terbayanglah wajah Bi Kiok, Li Hwa, dan terutama sekali wajah Hwi Sian! Biarpun dia tak berani memastikan bahwa Bi Kiok dan Li Hwa mencintanya, akan tetapi yang jelas, Hwi Sian benar-benar mencintanya sehingga dara itu rela menyerahkan kehormatan dan tubuhnya kepadanya!

“Benar-benarkah tidak ada wanita yang mencintamu?”

Kun Liong menggeleng kepalanya.
“Yang jelas hanya seorang...”

“Siapa?” Hong Ing kelihatan bernafsu dan ingin tahu sekali ketika mengajukan pertanyaan ini.

“Mendiang ibuku...”

“Hemmm... kasihan engkau. Giok Keng memutuskan perjodohan karena tidak mencintamu, padahal engkau tentu cinta sekali padanya...”

“Tidak sama sekali.”

“Heiii?”

“Aku tidak cinta padanya! Dan aku tidak mencinta siapa pun! Aku tidak percaya kepada cinta!”

“Ehhh...?”

“Cinta adalah palsu belaka! Cinta hanyalah dipergunakan untuk memenuhi keinginan hati sendiri, untuk memuaskan hati sendiri. Betapa tololnya pria yang jatuh cinta! Semua wanita sama saja, mereka itu mempersolek diri, membuat dirinya cantik menarik seperti kembang yang memancing datangnya kumbang, dengan pernyataan cinta palsunya wanita hanya ingin agar pria tunduk kepadanya, menuruti segala kehendaknya, menyenangkan hatinya! Pria pun berlumba menarik perhatian wanita dengan segala cinta palsu di mulut, hanya untuk menjadikan wanita sebagai pemuas nafsu berahinya! Aku muak! Aku tidak cinta siapapun dan tidak akan mencinta siapapun!”

Mata Hong Ing terbelalak, napasnya terengah, dan sukar sekali kata-kata yang keluar dari mulutnya,

“Jadi kau... tidak suka kepada wanita?”

“Aku suka! Tapi aku tidak cinta! Aku suka kepada wanita cantik seperti aku suka kepada bunga yang indah dan harum, suka membelai dan menciumnya, akan tetapi untuk jatuh cinta, nanti dulu! Cinta adalah perasaan yang palsu, hanya indah dalam lamunan... seperti mimpi... tapi kenyataannya, tahu-tahu diri terikat dan tak bergerak lagi, kehilangan kebebasan, dan selama hidupnya menjadi hamba dari ikatan cinta yang menjadi pernikahan, suka atau tidak. Betapa bodohnya pria yang jatuh cinta!”

“Dan engkau tentu tidak sebodoh itu, bukan?”

“Tidak!”

“Dan semua pengetahuanmu tentang cinta ini kau pelajari dari kitab?”

“Hemmm... mungkin! Banyak kitab lama menceritakan tentang kejatuhan kaisar dan orang-orang besar hanya karena cinta kepada wanita. Pertapa-pertapa gagal juga karena cinta kepada wanita. Wanita seperti kembang...”

“Seperti syair kata-katamu... teruskan...”

“Wanita seperti kembang, hanya boleh dipandang, boleh dijamah dan dicium, akan tetapi sekali dipetik, akan menjadi layu dan menjemukan... harumnya hilang berubah menjadi bau yang tidak enak, keindahannya mengeriput dan melayu sehingga berubah buruk...”

Kun Liong menghentikan kata-katanya karena pandang matanya bertemu dengan pandang mata Hong Ing yang membuatnya terkejut setengah mati. Pandang mata Hong Ing seperti ujung pedang runcing yang menusuk matanya!

Teringatlah dia sekarang betapa tadi dia bicara mengeluarkan isi hatinya seperti bicara kepada diri sendiri, membicarakan dan mencela wanita di depan Hong Ing, seorang wanita pula, bahkan seorang wanita remaja yang amat cantik jelita! Baru dia teringat betapa dia telah kelepasan bicara, telah melepaskan kata-kata keras yang terdorong oleh rasa penasaran di hatinya terhadap Giok Keng puteri supeknya yang selain telah bersama-sama Liong Bu Kong, juga telah mengeroyoknya tadi.

“Yap Kun Liong...”

Panggilan nama lengkapnya ini membuat hati Kun Liong berdebar, namanya disebut lengkap dengan suara yang begitu dingin! Dari dada Hong Ing keluar isak tertahan dan tiba-tiba dara itu membuang muka, mengalihkan pandang matanya ke air di luar perahu, kemudian kedua tangannya menyapu-nyapu air laut seolah-olah dia bicara dengan lautan.

“Yap Kun Liong pemuda yang gagah perkasa dan terpelajar itu bicara seperti seorang kakek tua renta tentang wanita... padahal segala ilmu silatnya dia dapat dari guru-gurunya, segala ilmu sastranya dia dapat dari kitab-kitab, semua itu dia hanya menjiplak saja dan sekarang... dengan kesombongan yang melebihi halilintar dia mengutuk wanita, seolah-olah wanita disamakannya dengan isi keranjang sampah!”

“Hong Ing...” Kun Liong mengeluh, menyesali kata-katanya tadi.

“Seolah-olah dialah satu-satunya pria yang paling hebat... yang terlampau tinggi bagi mahluk wanita yang lemah dan hina...”

“Hong Ing... aku tidak bermaksud begitu...”

“Yap Kun Liong pemuda pongah, pemuda sombong itu... pantasnya berada di kahyangan tanpa wanita... dan baginya, agaknya hanya neraka sajalah tempat tinggal wanita... begitu hebat dia memandang rendah wanita sampai dia lupa bahwa neneknya dan ibunya pun seorang wanita...”

“Hong Ing...!”

Kun Liong membentak, mukanya menjadi pucat. Mengapa dara itu begitu berlebih-lebihan menambah-nambah ucapannya tadi?

Akan tetapi Hong Ing sudah memalingkan muka, membelakanginya dan dara itu merapikan kain putih penutup kepalanya yang terbuka oleh angin, kemudian gadis ini bersenandung!

Kun Liong tenganga bengong. Suara Hong Ing amat merdunya, jernih melebihi air di luar perahu peti mati dan halus mengimbangi hembusan angin, nyanyiannya lirih namun kata-katanya terdengar jelas, diiringi suara air laut memercik pada peti yang mendatangkan irama kacau namun pada saat itu merupakan latar belakang nyanyian yang menambah keindahan nyanyiannya itu.

Mula-mula Kun Liong terpesona oleh suara yang merdu sekali itu, menjadi istimewa karena dinyanyikan di tempat seperti itu, di saat seperti itu pula. Akan tetapi, alisnya berkerut dan matanya terbelalak ketika dia mulai memperhatikan kata-kata yang diucapkan dalam nyanyian itu.

Hong Ing bernyanyi tentang... cinta! Dan setelah dia mengikuti isi nyanyian, teringatlah dia bahwa yang dinyanyikan itu merupakan sajak kuno yang ditulis oleh seorang sastrawan di jaman Kerajaan Han, ratusan tahun yang lalu. Dia merasa kagum sekali, kagum dan heran. Kagum karena tidak disangkanya dara ini selain memiliki suara merdu juga mengenal sajak itu, dan heran mengapa dara murid Go-bi Sin-kouw yang sejak kecil berada di puncak gunung ini demikian pandai bernyanyi.

“Cinta adalah Kehidupan
tanpa cinta hidup sama dengan
mati
Cinta adalah Cahaya
tanpa cinta hidup gelap gulita
Cinta adalah Suci
tanpa cinta hidup bergelimang
dosa
Hanya orang bijaksana saja
mengenal Cinta
si dungu hanya mengejar
nafsu!”

“Suaramu indah sekali!”

Akan tetapi Hong Ing tidak menjawab, menoleh pun tidak, hanya mengulang lagi nyanyiannya. Kun Liong merasa seolah-olah disindir hebat oleh nyanyian itu, terutama sekali baris terakhir yang mengatakan bahwa si dungu hanya mengejar nafsu, maka dia menjadi mendongkol juga. Karena pujiannya tidak dipedulikan, dia lalu mencari bahan untuk menggoda dara itu. Akhirnya dia memperoleh akal dan berteriak keras melawan angin, agar mengatasi suara nyanyian dara itu.

“Hai lucunya! Ada nikouw kok menyanyi!”

Pancingannya berhasil. Hong Ing menoleh dan dengan mata berkilat penuh penasaran dia menjawab,

“Nikouw juga manusia yang mempunyai mulut dan suara! Apa salahnya nikouw menyanyi?”

Girang hati Kun Liong melihat bahwa dia telah berhasil memancing kemarahan Hong Ing itu sehingga membantahnya. Lebih baik melihat dara ini marah-marah dan memaki-makinya sekali daripada melihat dia didiamkan dan tidak diacuhkan seperti patung.

Kun Liong tertawa.
“Tentu saja semua nikouw boleh bernyanyi, akan tetapi biasanya nikouw hanya menyanyikan lagu doa untuk liam-keng, bukan menyanyikan lagu tentang cinta!”

Sepasang mata yang bening itu makin mendelik marah.
“Aku bukan nikouw! Aku bukan nikouw aseli, melainkan nikouw palsu, nikouw terpaksa! Sekarang aku bukan nikouw lagi!”

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: