*

*

Ads

FB

Rabu, 16 November 2016

Petualang Asmara Jilid 146

Dua orang pelayan itu mengangguk, mengundurkan diri setelah mengerling dan tersenyum geli ke arah Kun Liong yang duduk seperti arca di atas bangunan. Kim Seng Siocia duduk kembali.

“Koko, hanya Acui dan Amoi itulah pelayan-pelayanku yang paling boleh kuandalkan dan kupercaya. Juga mereka yang menjadi pembantu, juga muridku. Mereka yang memandikan aku, menggantikan pakaian, pendeknya, hanya mereka yang kupercaya. Karena itu, pada malam pengantin ini... hi-hi-hik, aku pun hanya mau dilayani oleh mereka...”

Kun Liong hanya mengangguk-angguk, padahal dia tidak mengerti apa yang dikehendaki dan dimaksudkan oleh “isterinya” itu, isteri paksaan. Sementara itu, di bagian lain dari istana itu, Marcus sedang membujuk-bujuk kepada Acui dan Amoi.

“Kenapa kalian melindunginya? Serahkan dia kepadaku, sebentar saja dan aku akan bersikap manis kepadamu, Acui dan Amoi.”

“Hushh! Pergilah! Kalau ketahuan Siocia, apakah kau masih dapat menyelamatkan kepalamu yang berambut kuning itu?”

Acui membentak sedangkan Amoi tersenyum-senyum genit kepada pemuda asing yang tampan itu.

“Eh, Marcus, apakah kau lupa kepada lima orang teman-temanmu? Apakah kau ingin pula dilempar kepada anak buah yang merupakan serigala-serigala kelaparan itu,” kata Amoi mengejek, akan tetapi di balik ejekannya itu, sinar matanya memandang ke arah tubuh yang tegap dan kuat itu dengan penuh gairah.

Marcus merasa ngeri kalau mengingat kepada lima orang itu. Mereka telah mati konyol, mati dengan tubuh mengering kehabisan darah, seperti matinya lima ekor lalat yang sudah dihisap habis semua darahnya oleh laba-laba yang banyak itu! Akan tetapi dia cerdik dan tidak memperlihatkan kengeriannya, bahkan dia tertawa,

“Ahhh, seperti kalian tidak tahu saja! Siocia suka kepadaku dan memang kemarin aku tidak berani main gila dengan wanita lain, betapa pun rindu dan inginku kepada kalian berdua yang cantik jelita ini! Akan tetapi sekarang, Siocia telah mendapatkan seorang kekasih baru, tentu aku menjadi bebas pula untuk bermain cinta dengan siapa juga. Acui dan Amoi, nikouw ini tidak urung akan dibunuh juga, maka apa salahnya kalau membiarkan aku mempermainkannya sebentar?”

Amoi melangkah ke depan.
“Hemm, apa sih menariknya perempuan gundul ini? Eh Marcus, apakah kami berdua kalah cantik oleh nikouw gundul ini?”

Marcus tersenyum lebar.
“Tentu saja tidak, dan aku berjanji, kalau kalian suka memberikan nikouw itu kepadaku sebentar, setelah aku selesai dengan dia, aku akan menemui kalian berdua bersenang-senang. Bagaimana?”

“Huh! Kau temani kami dulu, baru kami berikan dia kepadamu.”






“Baiklah, aku memang sudah lama rindu kepada kalian. Mari!”

“Enci Acui, kau bersenanglah dulu, biar aku yang menjaganya,” kata Amoi.

Acui yang masih khawatir kalau-kalau Siocia akan marah, mengerutkan alisnya akan tetapi hatinya pun tertarik sekali. Sudah terlalu lama bagi dia dan Amoi tak pernah dirayu oleh seorang pria, apalagi pria semuda dan setampan Marcus yang memiliki ketampanan khas pula sebagai seorang berkulit putih.

“Engkau saja dulu, Amoi, biar aku yang menjaganya.”

Amoi tersenyum genit dan mengangguk kepada Marcus yang tertawa-tawa dan merangkulnya dan hendak menariknya pergi dari tempat penjagaan rahasia itu. Akan tetapi pada saat itu, muncullah dua belas orang penjaga yang bersenjata lengkap, dipimpin oleh dua orang pelayan yang diperintah oleh Kim Seng Siocia tadi.

Mereka berkata dengan suara nyaring bahwa Acui dan Amoi dipanggil oleh Kim Seng Siocia dan bahwa dua belas orang itu ditunjuk untuk menggantikan dua orang pelayan kepercayaan itu untuk menjaga tawanan.

Amoi kelihatan kecewa, akan tetapi dia melepaskan Marcus sambil berkata,
“Kau tidak boleh di sini. Keluarlah dulu dan menunggu kami. Awas, sebelum kami kembali, kau tidak boleh menyentuhnya. Hai, para penjaga! Selama kami berdua pergi, jaga tawanan baik-baik dan jangan membolehkan siapapun juga, termasuk dia ini menyentuh tawanan. Mengerti?”

Para penjaga itu menyatakan taat kepada Amoi yang menjadi kepercayaan majikan mereka dan Marcus yang kecewa juga tidak berani membantah lalu pergi keluar. Dia akan sabar menanti.

Acui dan Amoi memasuki kamar majikan mereka dan keduanya terkekeh genit ketika melihat Kun Liong duduk seperti arca di atas bangkunya, sedangkan Siocia kelihatan begitu gembira, mukanya kemerahan tanda bahwa dia sudah banyak minum arak wangi.

“Acui... Amoi..., aihhh, aku menjadi gugup di malam pengantin ini. Kalian bantulah aku...” kata Kim Seng Siocia sambil tersenyum. “Bagaimana sih baiknya? Sin-liang (pengantin pria) kelihatan malu-malu... ihhh, dia memang masih perjaka tulen...”

Acui dan Amoi cekikikan.
“Benarkah, Siocia? Ah, kalau begitu kau bahagia sekali, Siocia. Kionghi (selamat)!” kata Amoi. Keduanya lalu menghampiri Kun Liong dan berkata,

“Kongcu (Tuan Muda), mengapa Kongcu belum juga menanggalkan pakaian luar? Sudah waktunya sepasang pengantin tidur, maka harap Kongcu tidak malu-malu lagi, karena hal itu bisa mendatangkan kesalah pahaman bagi pengantin wanita, dapat dianggap bahwa pengantin pria menolak dan ini merupakan penghinaan besar,” kata Acui.

“Benar itu, Kongcu. Mari kami membantumu menanggalkan pakaian...” kata Amoi genit dan keduanya lalu menyerbu, menanggalkan pakaian luar Kun Liong sehingga pemuda ini menjadi bingung dan malu.

Untuk melawan tentu saja dia dapat, akan tetapi teringat akan keselamatan Hong Ing, dia diam saja. Akhirnya semua pakaian luarnya termasuk sepatu nya telah ditanggalkan dan dia dituntun setengah paksa duduk di tepi tempat tidur yang lebar panjang dan berbau harum itu.

Kaki dan tubuh atasnya menjadi segundul kepalanya, dan hanya sebuah celana dalam panjang yang tipis saja yang masih menutup tubuhnya. Kini matanya terbelalak memandang ke depan di mana Kim Seng Siocia sedang dibantu oleh dua orang pelayannya itu menanggalkan pakaian luar. Agak sukar juga bagi wanita gendut itu untuk menanggalkan pakaian luarnya dan pekerjaan ini mereka lakukan bertiga sambil tertawa cekikikan.

Setelah banyak sekali kancing yang ketat itu dilepaskan, mulailah pakaian luar itu diperosotkan dari atas dan mulailah tampak tubuh yang kini hanya dibungkus pakaian dalam yang tipis sekali itu. Dengan pakaian luar menutupi tubuhnya, bentuk tubuh Kim Seng Siocia masih tertolong, masih terlindung oleh pakaian luar yang lebar, akan tetapi setelah kini pakaian luar itu merosot dari atas sedikit demi sedikit, mata Kun Liong juga menjadi makin lebar dan makin lebar, tubuhnya menggigil seperti orang diserang demam malaria, sampai kedua bibirnya pun ikut bergerak-gerak seperti orang kedinginan.

Mulailah tampak tubuh Kim Seng Siocia, mula-mula lehernya, lalu pundaknya yang tampak di balik pakaian dalam yang amat tipis sehingga tembus pandangan itu, kemudian mulai tampak tonjolan dadanya yang... aduhai! Dua onggok daging yang bergumpal besar sekali, sebuah saja sudah sebesar dua kali kepala Kun Liong!

Makin merosot ke bawah pakaian luar itu, makin ngerilah hati Kun Liong, matanya terbelalak, mulutnya celangap dan jari tangannya menahan bibirnya yang gemetaran keras. Sambil cekikikan, akhirnya atas isyarat majikan mereka, Acui dan Amoi meninggalkan kamar dan menutupkan pintu kamar rapat-rapat.

Kini sambil tersenyum Kim Seng Siocia melangkah perlahan menghampiri pembaringan dan setiap langkah terasa oleh Kun Liong seolah-olah seluruh kamar itu tergetar dan terjadi gempa bumi!

Setelah kini tampak kedua buah kaki wanita itu, Kun Liong merasa serem bukan main. Kaki gajah! Kaki yang besarnya ada empat kali kakinya sendiri! Apalagi ketika kaki itu melangkah, selurub tubuh yang merupakan gumpalan-gumpalan daging yang bertumpuk menjadi satu itu bergoyang-goyang semua!

Kun Liong hampir pingsan ketika wanita' itu akhirnya berdiri dekat sekali di depannya, dan hidungnya mencium bau minyak wangi yang terlalu keras sehingga membuat dia sukar bernapas.

“Hi-hik, Koko... jangan malu-malu, suamiku... aku cinta padamu...”

Cepat luar biasa, tidak sesuai dengan bentuk tubuhnya, Kim Seng Siocia sudah menubruk sehingga Kun Liong terjengkang dan terlentang di atas pembaringan, lenyap tertindih bukit daging itu!

Kun Liong megap-megap tak dapat bernapas, hanya kedua kakinya yang kelihatan bergerak-gerak dan kedua lengannya yang terpentang.

“Eh... ohh... nanti dulu... eh, Siocia... eh, Moi-moi...”

Dia gelagapan ketika Kim Seng Siocia menutupi mukanya dengan ciuman-ciuman kasar sehingga hampir seluruh muka Kun Liong basah oleh ciumannya.

Ketika merasa betapa wanita itu menjadi makin ganas dan mulutnya yang besar itu menutupi separuh mukanya, Kun Liong cepat menggerakkan jari tangannya menotok pundak wanita itu, menotok jalan darah hong-hu-hiat-to untuk membuat wanita itu lemas.

Akan tetapi dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika merasakan jari tangannya menotok daging yang demikian tebalnya sehingga jari tangan itu tidak dapat mencapai jalan darah! Mengertilah dia bahwa wanita ini menjadi kebal bukan main karena jalan darah di tubuhnya terlindung oleh ketebalan dagingnya!

Dia kaget, akan tetapi Kim Seng Siocia juga terkejut. Kesempatan ini dipergunakan oleh Kun Liong, dia menggigit bibir wanita itu untuk mencegahnya berteriak, dan mengerahkan Thi-khi-i-beng ketika wanita itu menggunakan kedua tangan mencengkeram pundaknya.

“Iiihhh... oooohhh...!” hanya keluhan ini yang keluar dari mulut Kim Seng Siocia yang bibirnya masih tergigit oleh Kun Liong ketika dia merasa betapa sin-kangnya memberobot keluar, membanjir melalui kedua telapak tangan, tersedot oleh hawa mujijat dari dalam tubuh pemuda itu.

Memang kesempatan inilah yang dinanti-nanti Kun Liong, yang sejak tadi diasah dalam benaknya. Dia maklum akan kelihaian wanita ini, dan kalau wanita itu berada dalam keadaan siap siaga, apalagi dengan cambuk sakti yang ditaruh di atas meja itu, dia tidak akan mampu menolong Hong Ing. Tidak akan mampu mengalahkan wanita ini dan membuatnya tak berdaya tanpa mampu berteriak.

Tadinya, menurut rencana, dia akan menotoknya begitu wanita itu menerkamnya di tempat tidur. Akan tetapi ternyata totokannya gagal, maka terpaksa dia menggunakan Thi-khi-i-beng sambil “menahan” mulut Kim Seng Siocia agar jangan berteriak, dengan jalan mengigigit bibirnya!

Makin lama makin pengap rasanya Kun Liong karena onggokan daging membukit itu makin menghimpitnya, makin panas rasa tubuhnya karena kemasukan sin-kang dan makin lemah pula tubuh Kim Seng Siocia!

Kun Liong tidak bermaksud membunuhnya, maka begitu melihat bahwa wanita itu sudah tidak mampu meronta lagi karena sin-kangnya sudah hilang setengahnya lebih, dia lalu menggunakan ujung bantal untuk menyumpali mulut yang lebar itu, kemudian menggunakan alas tempat tidur untuk mengikat kaki tangannya.

Dia maklum bahwa kalau wanita itu bertenaga sepenuhnya, tentu ikatan itu tidak ada artinya. Akan tetapi dalam keadaan sin-kangnya tersedot terlampau banyak, membuat wanita itu seperti tidur, atau setengah pingsan dan mendengkur keras seperti seekor babi,

Kun Liong sudah merasa cukup. Dia lalu meloncat dari tempat tidur. Maksudnya hendak meloncat dan berpakaian, akan tetapi hampir dia menjerit ketika loncatannya itu membuat tubuhnya melayang ke atas! Dia lupa bahwa penambahan tenaga sin-kang di tubuhnya membuat tenaganya menjadi berlebihan dan tubuhnya terasa seperti bola karet yang penuh hawa, merasa seolah-olah tubuhnya menjadi sebesar tubuh Kim Seng Siocia!

“Dukkkk!”

Kepalanya yang gundul terbentur pada langit-langit kamar itu sehingga langit-langit itu ambrol dan pecah! Dia terkejut, baru teringat maka cepat dia mengatur tenaga yang liar menjelajahi seluruh tubuh itu sesuai dengan petunjuk Cia Keng Hong. Biarpun terasa masih sesak dadanya dan panas tubuhnya, namun dapat juga dia mengenakan pakaiannya.

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: