*

*

Ads

FB

Rabu, 16 November 2016

Petualang Asmara Jilid 141

Marcus mendengarkan dan sayup-sayup dia masih mendengar suara cekikikan ketawa banyak wanita. Dia menjadi bingung dan kembali dia kelihatan gelisah.

“Begini saja,” kata Kim Seng Siocia. “Kalau dalam waktu lima jurus aku belum dapat mengalahkan engkau, biarlah kau akan kuberi kebebasan. Akan tetapi kalau dalam waktu lima jurus kau roboh,bagaimana?”

“Tidak mungkin!!”

“Siocia bertanya, kau jawablah!” Acui membentak, kelihatan marah sekali sehingga suaranya ketus dan nyaring.

Marcus terkejut dan dia memandang wanita gendut itu penuh perhatian. Benarkah cerita teman-temannya yang lebih dahulu merantau ke tanah ini, bahwa di sini terdapat banyak orang sakti yang aneh, diantaranya ada pula wanita yang memiliki ilmu kepandaian tinggi?

“Nona,” katanya sambil menjura. “Aku akan menerima segala perintahmu, bahkan akan mengangkatmu sebagai guruku kalau benar-benar kau dapat mengalahkan aku dalam lima jurus!”

Kim Seng Siocia tertawa, kemudian berkata,
“Bersiaplah kau. Akan kuserang kau sampai lima jurus dan hendak kulihat apakah kau benar-benar dapat bertahan.”

Marcus mulai menduga bahwa agaknya nona gendut ini memang memiliki kepandaian karena kalau tidak, tak mungkin berani bicara sesombong itu. Maka dia pun lalu memasang kuda-kuda, kedua tangan dikepal dan dia siap untuk menangkis segala serangan lawan. Dia masih merasa ragu untuk memukul wanita ini, maka dia mengambil keputusan asal dia dapat bertahan selama lima jurus cukuplah. Dan dia akan menangkis dengan pengerahan tenaga agar lengan wanita itu terasa nyeri!

“Jurus pertama!”

Kim Seng Siocia berkata, tangan kirinya menyambar dengan sebuah tamparan ke arah kepala Marcus. Gerakannya cepat dan mendatangkan sambaran angin dahsyat sehingga Marcus terkejut sekali. Cepat dia mengangkat lengan kanan ke atas dan mengerahkan tenaga agar lengan wanita itu terasa nyeri terkena tangkisannya.

Akan tetapi lengannya hanya menangkis angin kosong belaka dan tahu-tahu tangan wanita itu menyambar, turun melalui bawah tangannya yang menangkis dan sudah “menowel” jalan darah di ketiaknya sehingga tiba-tiba lengannya lumpuh dan tubuhnya terhuyung!

Selagi Marcus terheran-heran, nona gendut itu sudah tertawa dan berkata lagi.
“Jurus ke dua!”

Marcus cepat mempersiapkan diri lebih hati-hati daripada tadi. Kini kelihatan wanita itu menggerakkan kedua tangannya dari kanan kiri seperti hendak menyerangnya dengan dua tamparan, satu ke arah kepala dan yang ke dua ke arah pinggangnya.






Marcus cepat mengikuti tangan itu dan begitu melihat berkelebatnya dua tangan dia cepat menyambar untuk menangkap. Girang hatinya ketika dia berhasil menangkap pergelangan kedua tangan Kinn Seng Siocia, akan tetapi tiba-tiba kedua kakinya dibabat oleh kaki lawan dan tubuhnya menjadi terguling roboh karena nona itu telah merenggutkan kedua lengannya terlepas.

“Bukkk!”

Marcus merayap bangun dan meringis karena pantatnya terasa nyeri ketika dia terbanting tadi. Mulai marahlah dia, juga malu sekali. Jelas bahwa dalam dua jurus tadi, dia sudah dua kali jatuh! Melihat laki-laki ini sudah memasang kuda-kuda lagi dengan mata menjadi agak kemerahan tanda marah, Kim Seng Siocia tertawa dan berkata,

“Kau keras kepala juga, ha-ha. Jaga ini jurus ke tiga!”

Kembali Kim Seng Siocia yang hanya ingin main-main, secara sembarangan menggerakkan tangan kirinya menampar, bahkan yang menampar bukan tangan melainkan ujung lengan bajunya yang panjang dan lebar. Sekali ini Marcus sudah tahu bahwa lawannya benar-benar lihai, maka dia menangkis dengan tangan kanan akan tetapi mendahului dengan tangan kirinya menghantam ke arah dagu wanita itu dengan sebuah pukulan “uppercut”.

“Plak-plak... desss...!”

Cepat sekali gerak tangan wanita itu sehingga tidak terlihat oleh Marcus yang menjadi keheranan akan tetapi segera dia mengaduh-aduh karena tahu-tahu dia telah terbanting lebih keras daripada tadi! Dia hanya merasa betapa lengannya yang memukul tadi disambar bagian sikunya dari samping, kemudian tubuhnya terbanting tanpa dapat ditahannya lagi. Dia merasa penasaran bukan main.

Benarkah dia, Marcus si jago tinju, sama sekali tidak berdaya menghadapi seorang wanita yang begini gendut? Benar-benar memalukan sekali! Dia mendengus, meloncat bangun dan memandang dengan mata merah, kedua tangannya terkepal dan dia sudah siap lagi menghadapi serangan.

“Hi-hi-hik, kau masih berani? Baik, masih ada dua jurus lagi dan awas, aku akan menggunakan dua jurus itu. Siap!”

Tubuh yang gendut itu bergerak maju. Marcus sudah siap. Dia tidak mau membiarkan wanita itu mendahuluinya karena kini dia mengerti bahwa betapa pun gendutnya wanita itu dapat menggerakkan kedua kaki tangan dengan cepat sekali. Maka dia tidak menanti sampai diserang, melainkan mendahuluinya menyerang dengan pukulan dahsyat ke arah perut yang gendut itu. Dapat dibayangkan betapa herannya melihat wanita itu sama sekali tidak menangkis, bahkan tidak mengelak.

“Crotttt!”

Marcus merasa betapa kepalannya bertemu dangan benda lunak dan kepalannya itu menancap sampai ke pergelangan tangannya. Celaka, pikirnya, aku telah membunuhnya ketika melihat kepalan tangannya “masuk” ke dalam perut gendut itu.

Akan tetapi, Kim Seng Siocia tertawa dan Marcus yang kaget itu menarik kembali kepalannya. Namun sia-sia, kepalan tangannya yang menancap di perut itu tidak bisa dicabutnya kembali! Dia menjadi bingung, malu, marah, juga penasaran sekali. Tangan kirinya mencengkeram ke depan, ke arah muka wanita itu. Akan tetapi Kim Seng Siocia menangkap tangan kiri itu, kemudian berseru,

“Naiklah!” dan... tubuh Marcus telah dilontarkan ke atas.

Markus memekik ngeri ketika tubuhnya meluncur seperti sebutir peluru pistol ke atas dan cepat dia merangkul balok melintang ketika tabuhnya menabrak itu. Dengan tubuh gemetar dia memandang ke bawah, melihat betapa Kim Seng Siocia tertawa dan berkata,

“Hayo turunlah! Apakah kau masih belum mengaku kalah?”

Kini maklumlah Marcus bahwa wanita itu benar-benar hebat sekali kepandaiannya. Kiranya belum tentu kalah oleh Legaspi Selado sendiri. Betapa bodohnya telah melawan wanita sepandai itu.

”Aku... aku mengaku kalah...” katanya dangan ngeri melihat betapa tingginya tempat dia berada.

“Dan kau mau menjadi selirku?”

“Ya... ya, aku mau...”

“Dan mau juga menjadi muridku?”

“Aku mau, aku suka sekali...”

“Kalau begitu lekaslah meloncat turun. Mau apa lama-lama di situ?”

Tubuh Marcus gemetar.
“Lon... loncat...? Kakiku bisa patah...”

“Haiii, manusia tolo!” Amoi memaki sambil menudingkan telunjuknya ke atas.

“Kau bilang mau menjadi selir dan murid mengapa tidak mentaati perintah? Kalau Siocia bilang turun, turunlah!”

Marcus maklum akan kekeliruannya. Wanita gendut yang lihai hendak mengambilnya menjadi kekasih dan murid, tentu saja kalau dapat melontarkannya ke atas, dapat pula melindunginya kalau dia meloncat turun. Maka sambil memejamkan matanya, dengan nekat dia meloncat ke bawah!

Ketika merasa bahwa tidak ada orang menyambutnya, Marcus membuka matanya dan dia berteriak ngeri melihat tubuhnya meluncur ke arah lantai marmer dangan kepala lebih dulu!

Akan tetapi, ketika hidungnya yang panjang itu hampir menyentuh lantai, tiba-tiba tubuhnya terhenti dan ternyata bahwa tangan kiri yang kuat dari Kim Seng Siocia telah mencengkeram baju di punggungnya, kemudian mendorongnya berdiri.

“Berlututlah, Marcus.”

Mendengar perintah ini Marcus lalu menjatuhkan diri berlutut di depan wanita gendut itu. Kim Seng Siocia tersenyum lebar dan memberi isyarat dengan tangannya kepada para penjaga untuk mengundurkan diri, kemudian berkata kepada Amoi dan Acui,

“Sediakan air pencuci kaki lalu pergilah kalian keluar.”

Amoi dan Acui mengangguk, cepat menyediakan sebuah bokor emas berisi air hangat berikut kain bulu yang halus, menaruhnya di dekat kursi yang seperti pembaringan itu, lalu sambil tersenyum-senyum dan melirik ke arah Marcus yang masih berlutut itu mereka keluar dari kamar, menutupkan daun pintu ruangan itu dari luar.

“Marcus, kau cucilah kakiku,” kata Kim Seng Siocia sambil merebahkan diri di atas kursi yang panjang dan lebar itu.

Marcus tidak merasa terhina lagi. Apa pun yang diperintahkan wanita ini, tidak ada orang lain yang menyaksikannya. Pula, dia sudah yakin bahwa wanita ini, betapapun anehnya, adalah seorang yang memiliki kesaktian hebat, menjadi kekasihnya dan juga muridnya merupakan hal yang amat menguntungkan baginya. Maka tanpa ragu-ragu lagi dia lalu mengambil bokor air hangat, menghampiri nona gendut itu, menggunakan kain bulu yang dicelup di air untuk membersihkan kaki nona ini. Bukan itu saja, bahkan pemuda yang cerdik ini mulai menggunakan “kepandaiannya” merayu wanita, sambil membersihkan dia memijati dan membelai kaki itu yang biarpun bentuknya besar namun cukup bersih, padat dan menggairahkan sehingga Kim Seng Siocia merasa nikmat dan merem melek di atas kursinya.

“Aih, Marcus... kau menyenangkan hatiku. Mari... marilah kau layani aku baik-baik, kau akan kuajari ilmu yang akan membuat kau benar-benar menjadi seorang jantan.”

Wanita itu turun dari kursinya, menggandeng tangan Marcus diajak memasuki kamarnya yang mewah dan indah. Diam-diam Hong Ing yang mukanya menjadi merah saking jengah menyaksikan pemandangan tadi, menjadi lega hatinya melihat mereka memasuki kamar dan cepat keluar dari balik tirai dan pergi dari tempat itu.

Makin ngeri dia memikirkan keadaan Kim Seng Siocia dan anak buahhya, apalagi ketika mendengar betapa lima orang pria anak buah Marcus itu dikeroyok dan dipaksa bermain cinta oleh puluhan orang wanita yang sudah seperti gila itu! Dia bergidik, akan tetapi betapa pun muak hatinya, dia masih belum berani melarikan diri karena di situ terdapat Acui dan Amoi yang amat lihai.

Hong Ing memasuki ruangan tempat duduk Kim Seng Siocia dengan hati berdebar. Entah mengapa hatinya merasa tidak enak ketika malam hari itu Kim Seng Siocia memanggilnya dan yang disuruh memanggil adalah Acui dan Amoi yang kini mengikutinya dari belakang.

Ketika dia masuk ruangan dan melihat Marcus duduk di samping wanita gendut itu, Hong Ing menghentikan langkahnya. Akan tetapi Acui dan Amoi mendorongnya dari belakang. Hong Ing cepat menarik turun penutup kepalanya sehingga mukanya terlindung.

“Siocia memanggil pinni?” tanyanya sambil berdiri di depan wanita itu.

“Bukalah kerudungmu, perlihatkan mukamu” kata Kim Seng Siocia, suaranya berbeda dari biasanya, keren dan penuh wibawa.

“Tapi... tapi Siocia, ada seorang pria di sini,” Hong Ing membantah.

“Marcus? Hi-hik, dia adalah orang sendiri, bukan orang luar. Hayo bukalah!”

Karena maklum bahwa menolak amat berbahaya, Hong Ing terpaksa membuka kerudungnya dengan harapan agar Marcus sudah lupa kepadanya. Akan tetapi begitu kerudung dibuka, terdengar suara Marcus,

“Benar dia! Nikouw cantik yang menolong Yap Kun Liong! Dia mata-mata!”

Tentu saja Hong Ing terkejut bukan main. Andaikata Marcus tidak menjadi kekasih Kim Seng Siocia, hal itu masih mending karena tidak ada hubungannya dangan wanita gendut itu.

“Siocia, cocok sekali ceritaku. Dialah sekutu Yap Kun Liong dan kalau dia berada di sini, tentu dia tahu dimana adanya Kun Liong. Kita harus dapat menangkapnya,” kata pula Marcus.

“Hemm, aku tidak begitu tertarik oleh ceritamu tentang bokor emas yang dapat menunjukkan tempat harta pusaka. Aku sudah mempunyai cukup harta,” Kim Seng Siocia membantah.

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: