*

*

Ads

FB

Sabtu, 10 September 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 206

"Jangan dekat! Jangan sentuh aku!!"

Yan Cu tiba-tiba berhenti ketika melihat Keng Hong melangkah maju menyambutnya. Keng Hong terkejut sekali dan sejenak timbul kekhawatirannya bahwa jangan-jangan sumoinya ini pun menjadi gila!

"Sumoi, ada apakah? Engkau seperti marah dan membenciku, apakah salahku?"

"Suheng, engkau satu-satunya orang yang kumuliakan, satu-satunya orang yang kucinta seperti kakak, seperti pengganti orang tuaku. Mengapa engkau begitu kejam? Mengapa engkau merusak kebahagiaan hidupku? Mengapa engkau menceraikan aku dari suami dan anakku? Suheng, jawablah. Di depan enci Biauw Eng. Katakan terus terang, siapakah yang kau cinta dengan cinta kasih pria terhadap wanita, aku ataukah enci Biauw Eng?"

Kalau ada halilintar menyambarnya di saat itu, belum tentu Keng Hong akan sekaget ketika mendengar kata-kata sumoinya ini.

"Sumoi........, yan Cu...... apa artinya semua ini? Aku sungguh tidak mengerti!"

Biauw Eng yang memondong anaknya sudah pula mendekat dan berkata, suaranya tegas, dingin dan berwibawa,

"Yan Cu, tenanglah sebentar, tekan perasaanmu yang meluap-luap dan dilanda kedukaan itu. Kami dapat menduga bahwa tentu telah terjadi malapetaka hebat menimpa keluargamu, akan tetapi kami sama sekali tidak tahu, maka ceritakanlah yang jelas. Atau, marilah kita masuk ke rumah di mana kita dapat bicara dengan tenang."

Yan Cu memandang Biauw Eng dan sungguh heran sekali hati Biauw Eng mengapa sinar mata wanita itu penuh iba ketika memandangnya.

"Enci Biauw Eng, maafkan aku yang terpaksa melukai hatimu. Aku tidak bisa bicara banyak, akan tetapi karena perbuatan Suheng yang ternyata dia tiada bedanya dengan watak gurunya, mendatangkan malapetaka hebat kepada diriku dan terpaksa aku menghancurkan hatimu. Enci Biauw Eng, kau ampunkanlah aku!"

"Sumoi, katakanlah, tidak perlu disembunyikan. Katakan semua, apa yang telah terjadi? Dosa hebat apakah yang telah kulakukan sehingga malapetaka menimpa keluargamu?"

Keng Hong yang biasanya dapat menahan kesabaran itu, kini berseru keras karena dia gelisah sekali, menduga-duga apa gerangan yang terjadi sehingga dia dibenci Cong San dan kini dipersalahkan sumoinya sendiri.

Dengan muka pucat dan mulut terisak menahan tangis, Yan Cu mengeluarkan dua buah surat dari balik bajunya, dua buah surat yang dahulu dilemparkan suaminya kepadanya. Kini dia melemparkan dua buah surat itu kepada Keng Hong sambil berkata penuh duka,

"Mengapa engkau menulis surat macam itu kepadaku? Dan apa pula artinya pemalsuan surat dariku itu?"

Yan Cu lalu menangis tersedu-sedu, kedua kakinya terasa lemas dan ia terjatuh, duduk di atas tanah sambil menangis.






Keng Hong menyambar dua buah surat itu. Matanya segera tertarik oleh tulisannya sendiri dan cepat dibacanya. Biauw Eng yang melihat betapa mata suaminya terbelalak dan mukanya berubah merah penuh kemarahan, cepat menghampiri dan ikut membaca. Matanya pun terbelalak ketika bibirnya bergerak-gerak membaca surat itu.

Yan Cu sumoi yang tercinta,

Setengah tahun kita saling berpisah. Aku mengharapkan beritamu dengan hati penuh rindu.

Kuharap engkau hidup bahagia dengan suamimu. kami tinggal di Cin-ling-san dan berhasil membangun kembali rumah mendiang subo, dan kini tempat kami menjadi sebuah dusun yang ditinggali petani-petani Pegunungan Cin-Ling-san.
Sumoi, betapa rinduku kepadamu. Kini aku yakin bahwa hanya engkaulah yang kucinta. Bilakah kita dapat berjumpa kembali, berdua seperti dahulu memadu kasih?

Sampai jumpa, sumoi yang tercinta, dan balaslah, karena kalau tidak aku akan selalu menyuratimu.

Penuh cinta dan rindu dari,
Cia Keng Hong.

Sampai beberapa kali Keng Hong dan Biauw Eng membaca surat itu. Sekilat terasa bahwa amarah yang amat hebat membakar dada Biauw Eng karena dia mengenal betul tulisan suaminya!

Akan tetapi melihat sikap suaminya, dia dapat menekan kemarahannya dan mengerti bahwa ada sesuatu yang tidak wajar. Tidak cocoklah isi surat dengan sikap suaminya. kalau suaminya menulis seperti itu dan kini suratnya terbaca olehnya, tidak mungkin suaminya akan bersikap seperti itu, penuh rasa penasaran, kemarahan, kekagetan dan juga keheranan. Kalau benar-benar menulis seperti itu tentu berusaha agar jangan terbaca olehnya.

"Iblis terkutuk! Tulisanku dipalsu orang. Ini surat palsu, Sumoi!"

"Tulisannya persis tulisanmu. Aku sendiri pun akan berani bersumpah bahwa itu tulisanmu, Hong-ko," Biauw Eng berkata.

"Sumoi, telah terjadi hal yang hebat. Aku mengerti sekarang....... hemmm......"

Kini Keng Hong membuka surat ke dua, tulisan tangan Yan Cu juga dia baca bersama Biauw Eng. Akan tetapi karena mereka kini sudah merasa yakin bahwa ada pemalsuan surat, mereka tidak begitu terkejut lagi membaca tulisan tangan Yan Cu yang membuat Cong San menjadi seperti gila itu.

Suheng, kekasihku.

Suheng, harap temui aku sore ini di tempat biasa. Aku tidak tahan lagi. Dia agaknya mulai curiga. Suheng, tolonglah aku, mati hidup aku ikut bersamamu,

Suheng, kekasihku.

"Suheng, jadi engkau tidak menulis suratmu kepadaku itu? Dan......... dan surat dariku ini? Aku tidak menulisnya, akan tetapi huruf-hurufnya....... serupa benar dengan gaya tulisanku......"

"Tenanglah, Yan Cu. Dan ceritakan sekarang, apakah engkau pernah menerima surat kami beberapa bulan yang lalu, yang diantar oleh seorang pesuruh kami?"

Yan Cu menggeleng kepala.
"Tidak pernah ada utusan kalian datang membawa surat."

Biauw Eng memandang suaminya dan alisnya berkerut. Hemmm, ini cocok dengan keanehan sikap A-liok yang aneh, yang tidak kembali dan hanya berpesan tidak pulang ke kampung.

"Surat kita agaknya terjatuh ke tangan orang jahat dan tulisanmu dipelajari untuk mereka pakai membuat surat palsu ini. Tak salah lagi. Suratmu itu dipalsu, kemudian surat palsu ini diserahkan kepada Cong San diluar tahu Yan Cu."

"Akan tetapi A-liok........? Dia amat boleh dipercaya." Keng Hong membantah, sungguhpun dia percaya akan kecerdikan isterinya.

Biauw Eng menggeleng kepala.
"Aku mempunyai dugaan bahwa A-liok telah terbunuh orang, surat kita dipalsukan. yang menyampaikan berita tidak pulang ke sini itu tentu bukanlah A-liok, melainkan kaki tangan penjahat. Aku dahulu sudah curiga bahwa tak mungkin A-liok berani berbuat seperti itu, akan tetapi karena tidak ada terjadi sesuatu, aku pun tidak perduli. Sekarang aku baru tahu bahwa kecurigaanku terhadap peristiwa itu benar."

Keng Hong mengepal tinju dan menghadapi Yan Cu yang mendengarkan dengan penuh perhatian.

"Sumoi, engkau yakin sekarang bahwa bukan aku yang menuliskan surat beracun ini kepadamu. Akan tetapi, tulisanmu ini........, kau bilang serupa dengan tulisanmu akan tetapi bukan tulisanmu?"

"Mengapa serupa sekali, akan tetapi engkau mengerti bahwa tidak mungkin aku menulis surat seperti itu, Suheng."

Keng Hong mengangguk-angguk.
"Aku mengerti adikku. Engkau bukanlah seorang wanita seperti ini dan engkau amat mencinta suamimu. Akan tetapi bagaimana tulisanmu sampai dapat dipalsukan orang lain?"

Yan Cu menggigit bibir dan mengepal tinjunya.
"tadinya tak terpikir olehku, sekarang aku ingat. Orang tua yang minta dituliskan resep baru itu! Hemmmm.......dari resep obat yang kutulis, seorang ahli tentu saja akan dapat menirukannya! Akan tetapi mengapa........?? Mengapa ada pemalsuan-¬pemalsuan ini? Mengapa sikap suamiku selalu dingin dan murung? Mengapa ada yang hendak menghancurkan rumah tanggaku? Siapa?"

"Siapa lagi kalau bukan Cui Im!" Keng Hong berkata marah. "Aku akan mencarinya. Dia harus mempertanggung-jawabkan ini. yang kukhawatirkan hanyalah Cong San. Dia pergi dari sini seperti orang yang sudah berubah jiwanya.........."

"Suheng.......! Dia........... dia kesini........? Dan bersama Kun Liong.....?"

"Kun Liong? Siapa dia?"

"Anak kami! Dia pergi membawa anak kami......, maka aku mengejar ke sini........."

Keng Hong menggeleng kepala dan memandang sumoinya penuh rasa iba.
"Dia datang seorang diri dan hendak membunuhku."

"Karena suhengmu mengalah dan terancam, terpaksa aku turun tangan menandinginya. Dia lari meninggalkan ancaman maut kepada Suhengmu. jadi engkau telah mempunyai seorang putera? Di manakah dia? Dibawa ke mana?"

Akan tetapi wajah Yan Cu sudah menjadi pucat sekali mendengar betapa suaminya telah datang hendak membunuh Keng Hong dan tidak tampak anaknya bersama suaminya itu.

"Su....... sudah lamakah dia pergi?"

"Baru saja, belum ada dua jam, dia berlari ke arah sana........" Biauw Eng menjawab dan menunjuk ke utara.

Tanpa menjawab dan tanpa pamit Yan Cu meloncat dan berkelebat cepat lari ke utara hendak menyusul suaminya.

"Sumoi........!" Keng Hong hendak mengejar, akan tetapi Biauw Eng memegang lengannya menahan.

"Suamiku, tenanglah. Dalam keadaan seperti ini kita harus bersikap tenang dan tidak boleh sembrono. Kini kita telah mengerti mengapa Cong San menjadi seperti gila dan bersikeras hendak membunuhmu. Kiranya dia memang sudah gila oleh cemburu. Tidak mengherankan kalau dia membaca dua surat ini dan mungkin sekali dia menyaksikan hal-hal yang menambah besar cemburunya. Kalau engkau membantu Yan Cu mencarinya, kemudian bertemu dengannya, bukankah kedatanganmu berdua Yan Cu itu hanya akan menjadi minyak yang disiramkan kepada api yang berkobar? Tidak, hal itu akan menambah ruwet persoalan."

"Habis, bagaimana baiknya? Mungkinkah kita melihat kesengsaraan mereka dan mendiamkannya saja, melihat rumah tangga mereka hancur berantakan?"

"Tentu saja tidak, suamiku. Kita bertiga harus menyusul mereka dan kita bereskan urusan itu, kita sadarkan Cong San yang gila oleh cemburu. Terutama sekali, kita mencari biang keladinya yang kurasa bukan lain tentulah Cui Im."

"Bertiga?"

"Tentu saja, bersama Biok Keng."

"Ihhh! Perjalanan ini penuh bahaya, apalagi kalau diingat bahwa besar kemungkinan kita berhadapan dengan iblis betina itu. Mengajak Giok Keng berarti membahayakan keselamatan anak kita."

"Hemmmm, kalau kita tinggalkan di sini tanpa kita jaga, apakah hal itu tidak lebih berbahaya lagi? Kalau kita mampu menjaga diri sendiri, masa tidak mampu melindungi anak kita? Sebaliknya kalau kita berdua binasa, siapa pula yang akan dapat menjaga anak kita? Kita pergi bertiga, hari ini juga, Hong-ko."

Mau tak mau Keng Hong terpaksa harus membenarkan ucapan isterinya itu. Pula, menghadapi urusan Cong San benar-benar amat ruwet dan rumit, dia seorang diri belum tentu sanggup memecahkannya. Dia harus mengandalkan kecerdikan isterinya untuk mengatasi perkara itu, maka dia tidak banyak membantah dan berangkatlah suami isteri pendekar sakti itu bersama puteri mereka setelah menyerahkan pengurusan rumah mereka kepada para petani tetangga mereka.

**** 206 ****
Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: