*

*

Ads

FB

Rabu, 07 September 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 191

Biauw Eng dan Keng Hong hanya bisa mengangguk dan setelah mereka berdua pergi, mereka saling berpandangan dengan penuh keheranan. Keadaan di situ sunyi karena para tamu telah pulang semua, sunyi dan amat menyeramkan kalau mereka teringat akan peristiwa hebat yang terjadi dua hari yang lalu.

Keng Hong menjadi terharu sekali ketika memandang bayangan Yan Cu yang menghilang bersama suaminya. Ia merasa kasihan kepada sumoinya itu yang harus mengalami kedukaan hebat di saat pernikahannya. Saat yang mestinya menjadi saat yang paling menggembirakan bagi sumoinya berubah menjadi saat yang menyedihkan.

Pemuda yang sudah banyak tergembleng oleh pengalaman-pengalaman pahit dalam hidupnya ini, walapun masih muda, sudah pandai menyisihkan diri pribadi ke samping dan lebih memperhatikan keadaan orang lain. Dia lupa bahwa malapetaka itu bukan hanya menimpa diri sumoinya, akan tetapi juga dia sendiri, akan tetapi tidak ada penyesalan untuk dirinya sendiri!

"Kasihan sekali Sumoi....., heran, mengapa sikap Cong San seperti itu?" Ia menggumam seperti bicara kepada diri sendiri.

"Aihhh...., aku mengerti sekarang!" Tiba-tiba Biauw Eng berseru. Sejak tadi dia pun memikirkan Cong San yang dingin dan wajahnya yang muram itu. "Dia cemburu!!"

Keng Hong tertegun, tidak mengerti.
"Siapa yang cemburu?"

"Yap Cong San, hatinya penuh cemburu, pantas saja sikapnya seperti itu!"

"Hah? Cemburu? Kepada siapa?"

"Kepada Yan Cu tentu! Kalau tidak cemburu kepada isterinya, kepada siapa lagi?"

"Apa? Cong San cemburu kepada Yan Cu? Apa maksudmu? Dicemburukan dengan siapa?"

"Dengan siapa lagi kalau bukan dengan engkau, Keng Hong! Betapa bodohnya engkau?"

Keng Hong makin melongo.
"Apa? Mencemburukan Yan Cu dengan aku? Dia sumoiku sendiri? Dan mengapa Cong San mencemburukannya dengan aku?"

Melihat keheranan suaminya, Biauw Eng tersenyum menggoda,
"Justeru karena suhengnya engkau inilah maka dia cemburu setengah mati!"

Keng Hong mengerutkan keningnya melihat isterinya tersenyum seperti itu.
"Eh, Moi-moi, jangan main-main, Kau! Ini urusan penting dan besar. Apakah sesungguhnya yang telah terjadi sehingga kau menduga Cong San cemburu?"






"Bukan hanya menduga, bahkan aku yakin. Dan semua ini gara-gara si keparat Bhe Cui Im!"

Mendengar ini, Keng Hong menjadi makin khawatir. Terbayanglah olehnya akan semua pengalamannya dahulu ketika dia pun termakan racun cemburu terhadap Biauw Eng akibat perbuatan Cui Im yang amat licik, maka dia cepat bertanya,

"Apa maksudmu? Ceritakanlah!"

Biauw Eng lalu menceritakan tentang ucapan-ucapan Cui Im yang merupakan racun berbahaya, fitnahan-fitnahan yang dilontarkan oleh Cui Im terhadap hubungan antara Yan Cu dan Keng Hong di depan Cong San.

"Melihat sikap Cong San, tidak salah lagi dugaanku bahwa tentu dia telah terkena racun itu dan menjadi cemburu terhadap isterinya, dalam hubungannya dengan engkau."

Wajah Keng Hong berubah merah sekali mendengar penuturan ini dan dia mengepal tinjunya.

"Celaka! Kalau begitu aku harus cepat mengejar mereka untuk meyakinkan hati Cong San!"

Biauw Eng cepat memegang lengan suaminya yang sudah hendak melompat dan lari mengejar Cong San dan Yan Cu.

"Tenanglah. Orang yang bersalah selalu ingin tergesa-gesa menyangkal kesalahannya, sebaliknya orang yang sabar akan tetap tenang karena yakin akan kebenarannya. Kalau Cong San demikian dangkal kepercayaannya terhadap isteri sendiri sehingga hatinya diracun cemburu, biarlah dia merasakannya dan mengalami penderitaan dari kebodohannya sendiri. Kalau engkau tergesa-gesa mengejar mereka dan menyangkal semua itu, hatinya bukan menjadi yakin malah akan lebih besar rasa cemburunya. Biarkan mereka pergi."

Keng Hong menghela napas panjang.
"Engkau benar, isteriku. Engkau selalu benar karena dalam hal cemburu ini aku sendiri sudah merasakannya, sudah banyak menderita karena kebodohanku itu. Akan tetapi, menurut penuturan Yan Cu tadi, akan terjadi hal-hal yang hebat di Siauw-lim-pai, mengenai diri dan kedudukan Tiong Pek Hosiang berkenaan dengan urusannya di waktu muda dengan subo. Karena hal ini menyangkut diri mendiang suhu dan suboku, juga berarti menyangkut diri mendiang ayah kandungmu dan ibu tirimu, sudah sepatutnya kalau kita berusaha meredakannya dan mengunjungi Siauw-lim-pai."

Biauw Eng mengangguk-angguk kemudian menjawab tenang,
"Sepatutnya, memang. Akan tetapi tidak semestinya. Urusan ketua Siauw-lim-pai dan para muridnya adalah urusan dalam partai itu sendiri. Cong San adalah murid Siauw-lim-pai, dan Yan Cu adalah isterinya, sudah semestinya kalau mereka itu menyusul ke Siauw-lim-si. Akan tetapi, kita berdua adalah orang-orang luar, bagaimana kita boleh lancang mencampuri urusan dalam Siauw-lim-pai? Jangan-jangan malah akan timbul salah faham dan akan mengakibatkan permusuhan.

Keng Hong, engkau telah berhasil, sungguhpun tidak sempurna, untuk melenyapkan sikap bermusuh dunia kang-ouw terhadap mendiang ayahku dan engaku telah mengalami banyak hal yang tidak menyenangkan dari permusuhan itu. Apakah tidak mengerikan kalau sampai fihak Siauw-lim-pai menjadi salah faham oleh campur tangan kita dan memusuhi kita? Alasan apa yang akan kau kemukakan, hak apa yang kau miliki untuk mencampuri urusan dalam mereka?"

Keng Hong merasa terpukul dan sejenak dia tidak mampu menjawab, hanya memandang wajah isterinya itu sampai lama, baru kemudian dia menjawab dengan ketenangan goyah,

"Eng-moi....... isteriku yang bijaksana, habis bagaimana baiknya menurut pendapatmu?"

"Kita tidak perlu mencampuri urusan pribadi ketua Siauw-lim-pai kalau kita tidak ingin terlibat ke dalam permusuhan yang tidak enak, akan tetapi benar seperti katamu tadi bahwa urusan itu masih menyangkut pula diri mendiang ayahku dan ibu tiriku, sebaiknya kita melihat-lihat dari dekat dan melakukan perjalanan tamasya di dekat daerah Siauw-lim-si. Bukankah kita dalam masa pengantin baru dan dalam suasana bulan madu? Adapun tentang Cong San yang cemburu, kelak engkau mengirim surat saja kepadanya, mencoba untuk meyakinkan hatinya dan mengusir perasaan cemburu yang berbahaya itu dari hatinya. Bagaimana, setujukah?"

Keng Hong menjadi girang sekali, wajahnya berseri dan dia memeluk isterinya.
"Engkau hebat, Moi-moi. Satu pertanyaan lagi."

"Perlukah itu?"

"Perlu sekali, pertanyaan yang timbul dari sikap Cong San yang terkena racun omongan Cui-Im. Hatiku takkan tenteram sebelum mendapat jawabanmu."

"Tanyalah."

"Mendengar ucapan-ucapan Cui Im yang beracun, Cong San menjadi cemburu kepada Sumoi, bagaimana dengan engkau? Apakah engkau tidak cemburu kepadaku? Mengingat akan tingkah lakuku di masa lalu......"

"Hussshhh....... sudahlah. Aku bukan orang yang suka menangisi masa lalu, melainkan sorang yang melihat masa depan. Hal-hal yang telah lalu itu kuanggap sebagai ujian terhadap cinta kasihmu kepadaku, Keng Hong. Buktinya, pada saat terakhir engkau tetap memilih aku sebagai isterimu!"

"Biauw Eng......"

Keng Hong menjadi terharu dan merasa bahagia sekali, dirangkulnya leher isterinya dan diciumnya bibir yang mengucapkan kata-kata bijaksana itu.

Akan tetapi hanya sebentar saja Biauw Eng membalas ciumannya, lalu merenggutkan dirinya terlepas dari ciuman dan pelukan suaminya.

"Jangan di sini! Apa kau tidak malu?"

Keng Hong tersenyum menggoda.
"Malu-malu kucing! Malu kepada siapa? Di sini tidak ada orang....."

Biauw Eng melotot dan bertolak pinggang, dengan sikap marah buatan.
"Di depan makam subomu kau masih berani bilang di sini tidak ada orang?"

"Wah-wah-wah, kau benar..... aku salah lagi. Maafkan aku, Moi-moi, akan tetapi ada satu permintaan lagi dariku."

"Asal yang pantas, sebagai isterimu tentu saja aku akan memenuhi permintaanmu."

"Setelah kita menikah, mengapa engaku masih saja menyebut aku dengan namaku begitu saja? Engkau benar-benar isteri yang kurang ajar!"

Biauw Eng menjadi merah kedua pipinya.
"Maafkan aku....... Koko......"

Demikianlah, hanya mereka yang pernah mengalami masa pengantin baru sajalah yang dapat merasakan kebahagian yang dirasakan Keng Hong dan Biauw Eng di saat itu. Omongan-omongan yang kecil-kecil dan kosong, pandang mata yang saling mencurahkan percakapan tanpa kata denqan kasih sayang mendalam dan mesra, gerakan-gerakan yang kelihatan tidak berarti, senyuman-senyuman penuh madu, semua ini membuat sinar matahari kelihatan amat cerah, warna-warni di permukaan bumi menjadi lebih cemerlang dan dunia kelihatan indah sekali, seakan-akan dalam sekejap mata berubah menjadi sorga!

Ketika hendak berangkat meninggalkan bekas tempat tinggal nenek Tung Sun Nio yang kini menjadi makamnya, Biauw Eng memasuki bekas rumah yang terbakar untuk mencari sisa-sisa pakaian dan barang-barang berharga untuk dibawa pergi sebagai bekal dalam perjalanannya berbulan madu dengan suaminya.

Ia melihat pakaian pengantin yan Cu bertumpuk di sudut kamar yang tadinya disediakan untuk kamar pengantin Yan Cu dan Cong San. Sambil menghela napas panjang, diam-diam ia mengkhawatirkan kebahagiaan Yan Cu dengan suaminya, diambilnya pakaian pengantin itu dengan maksud untuk dibawanya dan kelak diberikannya kepada Yan Cu. Pakaian pengantin tidak boleh dibuang begitu saja karena pakaian itu merupakan benda pusaka peringatan bagi seorang isteri.

Akan tetapi, betapa kagetnta ketika ia melihat tanda-tanda darah di pakaian bagian bawah. Ia memegangi pakaian itu dengan alis berkerut. Jelas bahwa Yan Cu terluka dalam pertempuran tadi, akan tetapi mengapa Yan Cu diam saja, bahkan tidak kelihatan seperti orang menderita luka sama sekali? Tentu hanya luka ringan, akan tetapi sampai berdarah!

Biauw Eng memutar otaknya, kemudian menganguk-angguk dan hatinya makin khawatir akan kebahagiaan Yan Cu, akan tetapi ia diam-diam menyimpan pakaian itu dan mengambil keputusan untuk tidak menceritakan kepada siapa juga.

Tak lama kemudian, suami isteri yang masih pengantin baru ini bergandengan tangan meninggalkan lereng Pegunungan Cin-ling-san, menuju ke timur di mana matahari pagi yang cerah menyinarkan cahaya keemasan. Pertama yang baik bagi mereka, seolah-olah mereka sedang mulai dengan perjalanan hidup baru, kepada sinar terang! Akan tetapi siapa tahu apa yang menanti di depan? Perjalanan hidup penuh lika-liku, penuh rahasia dan peristiwa yang tak terduga-duga sebelumnya, seolah-olah keadaan laut yang kadang-kadang tenang kadang-kadang bergelombang.

**** 091 ****
Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: