*

*

Ads

FB

Senin, 05 September 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 183

Wanita itu mengerutkan alisnya yang hitam kecil dan melengkung panjang lalu menghentikan belaiannya.

"Siapakah dia?"

"Dia... Mo-kiam Siauw-ong, kiam-hoatnya (ilmu pedangnya) luar biasa lihainya.. dan tentu membawa pasukan yang banyak jumlahnya."

"Hi-hi-hik! Tikus-tikus busuk macam itu perlu apa ditakuti? Jangan hiraukan mereka, kita mempunyai urusan yang lebih penting, hi-hi-hik! Ayolah!"

Wanita itu merangkul lagi dan membawa muka laki-laki itu ke dadanya. Akan tetapi, tubuh atas yang tak berpakaian itu, yang tadi membuat pria itu bergelora darahnya oleh gairah dan nafsu berahi, kini agaknya tidak menarik lagi, tertutup oleh rasa takutnya.

Melihat betapa laki-laki itu sama sekali tidak terangsang, wanita itu menghentikan usaha menggumulinya, bangkit duduk, menggelung rambutnya dan wajahnya keruh.

"Apa kau lebih senang kubunuh?"

Laki-laki itu menggigil dan berusaha memeluk wanita itu, berusaha membangkitkan lagi gairahnya, akan tetapi sia-sia dan akhirnya dia terisak seperti orang akan menangis,

"Maafkan aku... aku... takut sekali.."

"Pengecut!"

Pada saat itu, Mo-kiam Siauw-ong yang sudah tak sabar lagi, menggapai dan menyuruh sepuluh orang anggauta pasukan menyerbu ke dalam.

Sepuluh orang itu mencabut golok lalu memasuki restoran, kemudian mereka menyerbu kamar karena sudah mendapat keterangan dari si gendut pemilik restoran bahwa "siluman rase" itu berada dalam kamar bersama laki-laki tampan seorang di antara Fen-ho Chit-kwi.

Ketika laki-laki tampan melihat sepuluh orang anggauta pasukan menyerbu, dia tidak berani bergerak karena maklum bahwa mereka adalah anak buah Mo-kiam Siauw-ong yang amat ditakutinya. Akan tetapi, dia melihat wanita itu menggerakkan tangan kiri.

Tampaklah sinar merah berkelebat dan terdengar jerit-jerit mengerikan disusul robohnya sepuluh orang itu bertumpang tindih di pintu kamar. Tepat di dahi mereka, di antara kedua mata, ditembusi jarum merah yang dilepas oleh wanita itu!

"Hi-hi-hik! Engkau masih takut? Lempar-lemparkan bangkai mereka keluar!" Wanita itu terkekeh.

Bukan main kagetnya hati laki-laki tampan menyaksikan kelihaian si wanita melepas jarum merah yang dia tahu merupakan jarum-jarum beracun yang amat lihai. Ia bergidik. Belum pernah selama hidupnya dia melihat orang dapat melepas jarum setepat itu, sekali gerak merobohkan sepuluh orang dan semua jarum tepat mengenai dahi di antara kedua mata!






Hatinya menjadi besar. Berteman dengan seorang wanita secantik dan selihai ini, agaknya memang tidak perlu lagi takut terhadap Mo-kiam Siauw-ong! Ia melangkah maju dan kedua tangannya yang kuat sekaligus menyeret empat orang yang sudah menjadi mayat, kemudian dia melemparkan mereka itu keluar. Tiga kali dia melemparkan sepuluh buah mayat itu melayang keluar rumah makan! Kemudian dia membalik dan matanya terbelalak melihat bahwa wanita itu telah membuka semua pakaiannya dan mengembangkan kedua lengan yang berkulit putih halus. Ia mengeluarkan suara seperti gerengan harimau, lalu menubruk maju disambut oleh wanita itu yang tertawa cekikikan.

Dapat dibayangkan betapa kaget dan ngeri hati mereka yang melihat sepuluh buah mayat orang melayang keluar. Mo-kiam Siauw-ong cepat menghampiri dan mengerutkan alisnya ketika melihat luka di dahi para anak buahnya, luka merah sekali dan masih tampak ujung merah yang menancap sampai hampir tidak kelihatan lagi.

"Ong-ya, biar saya membawa semua pasukan menyerbu ke dalam!"

Seorang pembantunya mengajukan usul. Marah melihat betapa anak buahnya tewas sedemikian mudahnya.

Akan tetapi Mo-kiam Siauw-ong mengenal bekas tangan orang pandai dan mengangkat tangan kiri mencegah.

"Pergunakan api, bakar restoran ini agar siluman itu terpaksa keluar!"

Si gendut pemilik restoran sampai jatuh berlutut hampir pingsan ketika dia melihat betapa restorannya dikelilingi pasukan yang membawa minyak, kemudian dia benar-benar roboh pingsan dirangkul isterinya ketika restorannya mulai terbakar.

Para penduduk yang menyaksikan menjadi makin tegang dan ngeri, diam-diam mereka sudah bersiap-siap untuk mengangkat langkah seribu kalau siluman rase yang muncul itu mengamuk!

"Restoran terbakar...!"

Laki-laki tampan itu bangkit duduk dan terbelalak memandang asap yang memasuki kamar.

"Sialan!" Si wanita menyumpah. "Tikus-tikus itu ingin mampus semua!"

Dengan tenang namun jelas memperlihatkan wajah kecewa karena merasa kesenangannya terganggu, ia mengenakan pakaiannya lagi yang didahului oleh si laki-laki yang kembali menjadi ketakutan.

"Hayo ikuti aku keluar!"

Mengandalkan kepandaian wanita itu, laki-laki ini terpaksa mengikutinya keluar dengan hati berdebar-debar tegang. Kini dia harus berhadapan dengan datuk golongan hitam yang ditakutinya itu sebagai lawan! Betapapun juga, dia tidak dapat mundur karena melawan wanita ini berarti mati, kalau bersekutu dengannya masih ada harapan si wanita lihai ini akan menyelamatkannya dan di masa depan tampak harapan yang amat menyenangkan menjadi sahabat dan terutama kekasihnya!

Namun dia bersikap cerdik, tidak mau memperlihatkan sikap bermusuh kepada Mo-kiam Siauw-ong dan akan melihat gelagat dahulu. Kalau wanita ini tewas di tangan Mo-kiam Siauw-ong, dia masih dapat menggunakan alasan bahwa dia dipaksa dan tidak berdaya menjadi tawanan si wanita lihai! Maka dia mengikuti wanita itu dari belakang, menuju ke pintu rumah makan yang sudah terbakar.

"Jangan bergerak, aku akan membawamu keluar melalui api!"

Wanita itu berkata dan tiba-tiba laki-laki itu merasa pinggangnya dipeluk dan tubuhnya melayang keluar. Ia makin kagum dan terheran-heran. Manusia ataukah iblis wanita ini? Kepandaiannya benar-benar luar biasa sekali. Bagaimana orang selihai ini sampai terluka pundaknya?

Ia hanya merasa panas sedikit ketika tubuhnya meluncur cepat menerjang api di luar restoran, berdiri di samping wanita itu yang tersenyum-senyum memandang Mo-kiam Siauw-ong dan anak buahnya yang sudah siap mengepungnya.

Mo-kiam Siauw-ong tercengang. Tak disangkanya bahwa orang yang amat lihai itu hanyalah seorang muda yang amat cantik, melebihi isterinya sendiri cantiknya dan berdiri tersenyum tenang tanpa ada senjata menempel di tubuh!

Para pasukan juga bengong, demikian pula para penonton, hampir tidak percaya karena siluman rase itu ternyata tidak menggiriskan, hanya seorang wanita yang cantik dan agaknya seorang manusia biasa! Ataukah memang penjelmaan siluman?

Biarpun hatinya marah sekali, Mo-kiam Siauw-ong terpesona dan tertarik, merasa sayang kalau sampai wanita itu dibunuh begitu saja.

"Wanita siluman, menyerahlah sebelum aku turun tangan!" bentaknya.

"Hi-hi-hik, aku keluar bukan untuk menyerah, melainkan untuk membunuh kalian yang sudah mengganggu kesenanganku!"

"Serbu...!"

Pembantu Mo-kiam Siauw-ong tak sabar lagi dan menyerbulah pasukan yang tinggal empat puluh orang itu. Akan tetapi tiba-tiba tubuh wanita itu berkelebat lenyap dan terdengar jerit di sana-sini disusul robohnya enam orang pasukan sendiri.

Gerakan wanita itu sedemikian cepatnya sehingga sukar diikuti pandangan mata. Yang menusuknya, tahu-tahu goloknya membalik dan menusuk perutnya sendiri. Yang membacoknya pun demikian dan tahu-tahu wanita itu telah berada di depan Mo-kiam Siauw-ong!

Datuk golongan hitam itu dapat mengikuti gerakan si wanita itu benar-benar memiliki ginkang yang dia sendiri tidak akan mampu menandinginya. Akan tetapi, sebagai seorang ahli tidak takut dan pedangnya menyambar ganas.

"Bagus! Kiam-hoat yang lumayan juga!"

Wanita itu mengejek dan mengelak, tangan kirinya tahu-tahu menyambar ke depan, mengirim pukulan dengan telapak tangan terbuka kepada lawannya.

Mo-kiam Siauw-ong cepat miringkan tubuh akan tetapi hawa pukulan tangan itu tetap saja menyambar dan menyerempetnya. Dia terhuyung dan merasa pundaknya seperti dilanggar benda yang panas. Makin terkejutlah dia. Ginkang wanita ini juga luar biasa hebatnya. Dia mengerahkan kepandaiannya sehingga pedang di tangannya berubah menjadi segulungan sinar yang berkilauan dan yang menggunakan tubuh wanita itu.

Para pasukan berbesar hati melihat pimpinan mereka sudah turun tangan maka mereka pun cepat mengurung dan menyerbu. Wanita itu berada dalam keadaan terluka, lengan kanannya tidak dapat dipergunakan untuk bertanding sehingga dia hanya melawan dengan gerakan tangan kiri saja.

Namun, ia cepat meloncat menjauhi Mo-kiam Siauw-ong yang benar-benar lihai ilmu pedangnya itu, dan dengan mudah tangan kirinya merobohkan setiap anak buah pasukan yang menyerangnya. Apalagi kini tangan kirinya mulai menyebar jarum-jarumnya sehingga kembali ada lima orang pasukan roboh dan tewas!

"Heh-heh-heh-hi-hi-hikkk! Ang-kiam Bu-tek benar-benar tak boleh dipandang ringan!"

Tiba-tiba terdengar suara yang lembut dan muncullah seorang nenek tua sekali berdiri di barisan depan para penonton.

Wanita itu terkejut, merobohkan dua orang lagi dengan dua kali tendangan kaki yang menghancurkan anggauta rahasia tubuh mereka, menoleh ke arah nenek itu dan dia cepat berkata,

"Go-bi Thai-houw, harap kau orang tua tidak mencampuri urusan ini. Tikus-tikus ini tidak ada gunanya. Biarlah lain kali aku Ang-kiam Bu-tek menghaturkan terima kasih dan mengangkat guru kepadamu!"

"Heh-heh-hi-hi-hik! Punya murid macam engkau ini menyenangkan juga!" Nenek itu menjawab kemudian tiba-tiba saja ia lenyap dari situ.

Mendengar disebutnya nama Ang-kiam Bu-tek dan Go-bi Thai-houw, Mo-kiam Siauw-ong seperti mendengar halilintar menyambar di atas kepalanya dan cepat-cepat dia berseru,

"Pasukan mundur semua..!"

Pasukan yang sudah merasa gentar sekali cepat lari mundur dan kini Mo-kiam Siauw-ong melangkah maju, menekuk sebelah lututnya dan mengangkat kedua tangan depan dada ke arah wanita itu sambil berkata,

"Mohon kebijaksanaan Sianli untuk mengampunkan saya yang bermata akan tetapi seperti buta tidak mengenal Sianli, tidak melihat Gunung Thai-san menjulang di depan mata."

Melihat sikap Mo-kiam Siauw-ong, anak buah pasukan menjadi terkejut dan mereka yang belum pernah mendengar nama Ang-kiam Bu-tek, cepat-cepat mengikuti mereka yang mengenalnya dan yang sudah menjatuhkan diri berlutut. Sebagian besar mengenal nama itu dengan hati penuh rasa takut.

Wanita yang berjuluk Ang-kiam Bu-tek (Pedang Merah Tanpa Tanding) itu tersenyum mengejek, memandang kepada Mo-kiam Siauw-ong dan bertanya,

"Hemmm..., siapakah engkau sebenarnya?"

"Harap Sianli memandang kepada mendiang ketiga orang suhu saya, yaitu Thian-te Sam-lo-mo" kata pula laki-laki berpakaian mewah itu.

Ang-kiam Bu-tek mengangguk-angguk dan otaknya yang amat cerdik itu membuat perhitungan. Dia membutuhkan sekutu di saat itu dan setelah lawan menyerah dan ternyata adalah murid yang merupakan orang segolongan dengannya, memang tidak perlu lagi membunuh mereka.

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: