*

*

Ads

FB

Senin, 05 September 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 182

"Celaka..!"

Si brewok berseru akan tetapi seruannya disusul jerit mengerikan dan tubuhnya roboh ke bawah, disusul jerit kawan-kawannya dan berjatuhanlah enam tubuh di antara mereka dalam keadaan tak bernyawa lagi karena punggung mereka kena tampar tangan kiri wanita itu yang berloncatan seperti gerakan seekor burung terbang.

Hanya seorang di antara mereka yang dapat meloncat turun dan tidak terpukul, yaitu laki-laki berwajah tampan. Dia meloncat turun setelah mencabut pedangnya yang menancap di langit-langit, matanya terbelalak memandang mayat keenam orang kawannya yang telah tewas, kemudian memandang kepada wanita yang telah berdiri di depannya dan memandangnya sambil tersenyum-senyum.

"Perempuan siluman!"

Si wajah tampan berseru marah dan menerjang dengan tusukan pedang ke arah tenggorokan wanita itu. Namun sambil tersenyum-senyum wanita ini menggerakkan tangan kirinya dan tahu-tahu kedua jari kiri, telunjuk dan jari tengah, telah menjepit ujung pedang.

Laki-laki tampan itu kaget sekali, berusaha mencabut pedangnya, namun sedikit pun tidak bergeming! Sampai terbelalak dia saking kagetnya menyaksikan kelihaian yang selama hidupnya belum pernah dilihatnya ini.

"Hi-hi-hik, tampan, apa kau kira engkau masih dapat hidup sampai saat ini kalau tadi aku menghendaki kau mampus bersama kawan-kawanmu? Aku kesepian, terluka, aku perlu kawan yang baik dan mesra. Hemmm, kalau kau ingin mati apa sukarnya bagiku?" Berkata demikian, wanita itu mengerahkan tenaganya dan..."krakkk!" pedang itu patah!

Sebelum laki-laki itu lenyap kagetnya tahu-tahu tangan kiri wanita itu telah menyambar ke depan, ke arah dadanya. Laki-laki itu mengeluh dan maklum bahwa dia tentu akan mati, maka dia sudah menyerah untuk mati menyusul keenam orang kawannya.

Akan tetapi tangan kiri yang berjari kecil meruncing dan halus itu tidak memukulnya, melainkan mencengkeram bajunya dan sekali tarik... "brettttt!" baju laki-laki itu terobek dan terlepas dari tubuhnya berikut baju dalam sehingga tubuh atasnya telanjang sama sekali!

Wanita itu membuang baju tadi, kini tangannya meraba-raba dan mengelus-elus dada laki-laki yang bidang dan berotot itu, dada yang penuh kejantanan dan pandang mata wanita itu berseri, mulutnya tersenyum dan berkata lirih,

"Hemmm... engkau menggairahkan... engkau temani aku hari ini dan kau bantu merawat lukaku, Tampan!"

Laki-laki yang tadinya sudah yakin akan kematiannya itu, terbelalak.
"Aku... aku tidak bisa mengobati.."

"Hi-hi-hik, bodohnya! Hanya mencuci dan menaruh obat lalu membalut dan hemmm, mengusir kesepian yang mencekam hatiku. Aku mempunyai obatnya. Lihat lukaku ini, apakah engkau tidak kasihan melihat seorang wanita terluka seperti ini?"






Berkata demikian, wanita itu menggunakan tangan kirinya merenggut pakaiannnya sendiri bagian pundak kanan yang bernoda darah.

"Bretttttt!"

Robeklah pakaian di bagian pundak kanan, robek lebar bukan hanya membuka pakaian luar dalam memperlihatkan pundak yang terluka lebar, akan tetapi juga memperlihatkan sebagian besar buah dada kirinya yang membusung penuh!

Laki-laki tampan itu melongo, menatap bagian yang menarik itu dan menelan ludah!

"Hi-hi-hik! Bagaimana, kau memilih mati atau menjadi teman baikku?"

Laki-laki itu mengangguk-angguk.
"Engkau lihai dan cantik, aku lebih suka menemanimu."

Tangan itu menyambar ke depan dan mengelus dagu laki-laki itu.
"Tampan, kau pondonglah aku, bawa ke kamar dalam restoran ini, lukaku perlu dirawat."

Laki-laki itu kini sudah tunduk benar, karena dia maklum bahwa wanita yang cantik jelita ini benar-benar memiliki ilmu kepandaian yang amat luar biasa dan dia tahu bahwa selain lihai, wanita ini pun kejam bukan main dan juga agaknya gila laki-laki. Kalau kini dia berkenan di hati wanita itu, hemmm, bukan hal yang merugikan. Maka dia lalu memondong tubuh itu yang terasa ringan sekali, ringan hangat dan tercium olehnya bau harum yang amat aneh, harum yang memabukkan dan sekaligus membakar hati jantannya, membuat jantungnya berdebar tidak karuan dan seluruh tubuhnya menjadi panas.

"Heh, babi gendut!"

Wanita yang dipondong dan merangkul leher laki-laki itu dengan sikap manja dan mesra, berseru kepada si pemilik restoran yang masih berdiri di luar pintu dengan wajah pucat.

Diam-diam dia tadi telah menyuruh seorang kacungnya pergi berlari untuk melaporkan peristiwa itu kepada Siauw-ong karena dari percakapan tadi dia dapat menduga bahwa tujuh orang yang amat terkenal sebagai pimpinan bajak Sungai Fen-ho itu tentulah anak buah atau sekutu Siauw-ong.

Kini mendengar panggilan si wanita yang lihai seperti iblis itu, dengan tubuh menggigil dia terpaksa memasuki restoran, hati-hati malangkah menghindari enam buah mayat yang bergelimpangan di dalam restorannya.

"Toanio hendak memerintah apakah ?" tanyanya dengan suara gemetar.

"Malam ini kusewa kamarmu, dan jangan ganggu kami. Sekarang, lempar enam ekor anjing itu keluar, kemudian suruh orangmu memasakkan air sepanci untuk mencuci lukaku. Cepat Emas dan Perak memenuhi dindingmu boleh kau ambil kalau kau mentaati kalau tidak, perutmu yang gendut itu akan kurobek dan kukeluarkan isi perutmu!"

Dengan seluruh tubuh menggigil si gendut ini menganggu-angguk, kerongkongannya sampai terasa kering saking takutnya sehingga dia tidak dapat mengeluarkan jawaban.

Wanita itu tersenyum, kemudian mendekatkan mukanya, mencium mulut laki-laki tampan yang memondongnya dengan mesra dan tanpa malu-malu sehingga laki-laki itu menjadi merah mukanya dan seperti diayun di sorga ke tujuh.

"Tampan, lekas bawa aku ke kamar.." Bisik wanita itu.

Setelah laki-laki tampan yang memondong wanita itu menghilang ke dalam kamar, barulah si pemilik restoran dapat bergerak lagi. Dia cepat berlari keluar, menyeret isterinya, kacungnya dan beberapa orang tetangganya untuk menyingkirkan enam buah mayat dan dia sendiri cepat-cepat memasak air di dapur dengan tubuh masih menggigil dan kadang-kadang matanya melirik ke arah kamarnya dari mana dia mendengar suara ketawa terkekeh wanita itu.

Dengan hati kebat-kebit pemilik restoran yang gendut itu membawa air yang sudah mendidih ke dalam kamar.

"Ini airnya, Toanio.." katanya tanpa berani mengangkat muka.

"Letakkan di atas meja, kemudian engkau siapkan arak guci dan masakan-masakan yang paling lezat, antarkan ke kamar ini, kemudian jangan ada yang berani memasuki kamar ini. Mengerti?'

Si gendut mengangkat muka dan dia melihat betapa wanita yang mengerikan hatinya itu duduk di atas tempat tidurnya, membelai-belai dan menciumi laki-laki tampan yang dipangku oleh wanita itu.

"Baik, Toanio."

Ia tergesa-gesa keluar dari kamar dan di dalam hatinya dia terheran-heran. Bukan main, gerutunya dalam hati. Seorang wanita yang demikian lihai dan kejam membunuh orang seperti membunuh ayam saja, dan... dalam bercumbu, malah memangku seorang pria!

Celaka, tentu dia itu sebangsa siluman! Sering dia mendengar dongeng dan membaca cerita bahwa ada siluman rase yang menjelma menjadi manusia, menjadi seorang wanita cantik. Kalau bukan siluman rase tentu siluman ular dan laki-laki yang tampan itu tentu akan disedot habis darah dan sum-sumnya! Mengerikan!

Besok pagi-pagi tentu dia akan mendapatkan laki-laki itu sudah menjadi mayat yang kering di atas pembaringan! Celaka! Siapa mau berbelanja di restorannya lagi? Dia bakal bangkrut! Akan tetapi.. Emas dan perak yang tertanam di dinding restorannya itu banyak sekali. Dia akan mengambil harta itu dan mengajak isterinya pindah, pindah ke kota.

Kurang lebih satu jam kemudian, terdengar suara hiruk-pikuk di depan restoran dan tampak lima orang lebih berkerumun di depan restoran di pimpin oleh seorang laki-laki berusia lima puluhan tahun yang berpakaian mewah, dibantu oleh lima orang yang agaknya menjadi pembantu-pebantu utamanya.

Si gendut cepat keluar dan serta merta menjatuhkan diri berlutut di depan laki-laki berpakaian mewah itu.

"Ong-ya... tolonglah saya.. Harap Ong-ya suka bekuk siluman rase itu..."

Laki-laki itulah yang berjuluk Mo-kiam Siauw-ong. Dia adalah seorang tokoh kang-oow yang berilmu tinggi dan di daerah lembah Sungai Fen-ho, dia terkenal sebagai datuk golongan hitam yang dianggap seperti "raja" oleh kaum petualang dan penjahat.

Setelah dia menjadi sekutu para pembesar di kota Sun-ke-bun, dia hidup makmur dan biarpun semua urusan pemerintahan dijalankan oleh para pembesar daerah, namun sesungguhnya dialah yang berkuasa karena para pembesar tunduk kepadanya. Apa lagi ketika Mo-kiam Siauw-ong yang hidup sebatangkara dan tidak beristeri itu oleh pembesar setempat diambil mantu sebagai taktiknya, untuk mengambil hati orang pandai ini, kedudukan Mo-kiam makin menanjak.

Dia menikah dengan puteri kepala daerah yang baru berusia delapan belas tahun, hidup mewah dan terhormat, akan tetapi sebagai imbalan kebaikan sang kepala daerah, Mo-kiam Siauw-ong yang menjamin kekuasaan sang mertua, bahkan karena datuk golongan hitam ini selalu menerima semacam upeti dari perampok dan bajak sungai, sebentar saja dia menjadi kaya raya, bahkan sang mertua juga ikut ambil bagian!

Dengan adanya Mo-kiam Siauw-ong sebagai mantu, kedudukan kepala daerah menjadi makin kuat sehingga dia tidak khawatir lagi kalau-kalau kedudukannya akan ada yang berani menggulingkan dalam masa peralihan pemerintahan itu.

Mo-kiam Siauw-ong memang bukan orang sembarangan. Dia adalah murid dari tiga orang datuk hitam yang amat terkenal dengan julukan Thian-te Sam-lo-mo (Tiga Iblis Tua Bumi Langit) yang pernah menggegerkan dunia kang-ouw. Mereka itu berjuluk Kai-ong Lo-mo, Bun-ong Lo-mo dan Thian-te Lo-mo, tiga orang yang berilmu tinggi sekali. Ketika Thian-te Sam-lo-mo ini akhirnya tewas di tangan pendekar sakti Cia Keng Hong, kepandaian mereka diwarisi oleh Mo-kiam Siauw-ouw inilah.

Dapat dibayangkan betapa marah Mo-kiam Siauw-ong ketika dia mendengar kacung restoran tentang tewasnya Fen-ho Chit-kwi yang dia tahu tentu datang untuk menyerahkan hasil pembajakan.

Fen-ho Chit-kwi merupakan anak buahnya yang paling kuat dan boleh diandalkan. Kini mendengar bahwa mereka itu roboh di tangan seorang wanita cantik, dia menjadi penasaran dan marah sekali. Namun, di samping kepandaiannya yang tinggi dan yang membuatnya jumawa, Mo-kiam Siauw-ong adalah seorang yang cerdik dan hati-hati. Oleh karena itu, dia tidak sembrono turun tangan seorang diri menurutkan kemarahannya, melainkan minta kepada ayah mertuanya untuk membawa sepasukan penjaga kota untuk menangkap penjahat yang mengacau kota Sun-ke-bun!

Dengan bantuan lima puluh orang pasukan, apa sukarnya menangkap seorang wanita? Dia mendengar wanita itu cantik sekali, maka sudah dia bayangkan betapa akan senangnya menangkap wanita itu hidup-hidup dan sebelum membunuhnya, akan mempermainkan lebih dulu sepuasnya. Dengan demikian, baru impaslah kematian Fen-ho Chit-kwi yang merupakan sebuah pukulan dan kerugian baginya.

Penduduk banyak yang datang melihat dari jauh. Restoran itu sudah ditinggalkan pemiliknya, dan di dalam restoran yang kelihatan kosong itu kini tinggallah si wanita bersama laki-laki tampan, seorang di antara Fen-ho Chit-kwi yang menjadi "tawanannya"!

"Siluman betina! Keluarlah menghadap Mo-kiam Siauw-ong!"

Tiga kali Mo-kiam Siauw-ong berteriak dari pintu restoran, menantang wanita yang sedang dibalut lukanya oleh tawanannya.

"Celaka.. Dia.. dia datang...."

Laki-laki tampan yang selesai membalut pundak yang sudah diobati itu berkata dengan muka pucat.

"Ihhh... takutkah engkau, Tampan?" Wanita ini merangkul dan menciumi pipinya.

Akan tetapi, laki-laki itu kini tidak membalas ciumannya seperti tadi, bahkan tidak tampak lagi gairahnya.

"Dia.. Dia berbahaya sekali, amat lihai.., celakalah kita.."

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: