*

*

Ads

FB

Selasa, 30 Agustus 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 167

"Keng Hong, berkali-kali kau menyakitkan hatiku, akan tetapi aku selalu mengampunimu. Bahkan yang terakhir kali engkau menipuku dengan bujuk rayumu, hampir kau berhasil. Menurut patut, engkau kubunuh sekarang juga, atau lebih tepat kalau kau kusiksa sebelum kubunuh. Akan tetapi... ahhhhh...”

Cui Im menundukkan mukanya, menarik napas panjang penuh penyesalan. Keng Hong yang masih terbelenggu pada tiang besi di dalam kamar tahanan, memandang tajam dan dapat menduga bahwa sekali ini, gadis itu tidak berpura-pura, melainkan benar-benar menyesal sekali.

"Kenapa, Cui Im? Lanjutkanlah," katanya, perlahan dan dengan suara dingin, menunjukkan bahwa hatinya telah tertutup sama sekali terhadap wanita ini.

Memang dia beberapa kali berlaku tidak sedap terhadap Cui Im, akan tetapi bukankah wanita ini yang lebih dahulu melakukan hal-hal yang mencelakakan Biauw Eng gadis yang dicintanya?

Cui Im mengangkat muka memandang Keng Hong dan pemuda ini terkejut melihat beberapa tetes air mata membasahi sepasang pipi wanita itu. Cui Im menangis! Air mata buayakah ini? Bukan, gadis itu benar-benar merasa berduka dan kecewa sekali.

"Keng Hong, apakah artinya hidup bagi seseorang tanpa cinta? Cinta yang murni maksudku, cinta yang timbul dari lubuk hati, cinta yang sudah ada tanpa dibuat-buat, yang menguasai seluruh jiwa, yang sudah ada seperti adanya napas dan denyut darah dalam tubuh..Aku cinta padamu, Keng Hong. Bukan! Bukan cintaku terhadap setiap pria tampan yang hanya merupakan dorongan nafsu berahi. Aku cinta padamu dari lubuk hatiku! Aku bersedia melakukan apa saja, bersedia bahkan mengubah seluruh jalan hidupku asal saja aku bisa mendapatkan cintamu, asal saja aku bisa menjadi isterimu!"

Keng Hong memandang dengan sinar mata kasihan, akan tetapi hanya sebentar karena dia teringat akan kekejaman hati yang sudah menjadi watak wanita ini, maka mulutnya segera tersenyum mengejek untuk menyakitkan hati Cui Im.

"Cui Im, engkau tahu betapa hal itu tidak mungkin terjadi seperti juga aku telah tahu benar betapa palsu hatimu, betapa cintamu itu hanya kembang bibir saja karena sebenarnya tidak ada cinta di hatimu, yang ada hanya dengki, iri dan benci. Di balik cintamu itu tersembunyi benci yang sedalam lautan!"

Cui Im mengejek.
"Demikianlah cinta, Keng Hong. Cinta yang tidak mendapat tanggapan, uluran tangan cinta yang tidak disambut jabatan, akan berubah menjadi benci yang mendalam. Aku cinta padamu, aku rela mengorbankan apa pun juga untuk merebut kasih hatimu, akan tetapi kalau tidak berhasil, kalau engkau menolak, aku membenci kepadamu, sebenci-benciku!"

Keng Hong tersenyum mengejek sungguhpun di dalam hatinya dia merasakan penderitaan batin wanita ini. Ia mau percaya penuh keyakinan bahwa wanita ini benar-benar mencintanya. Ia pun mau percaya bahwa semua perbuatan Cui Im yang amat keji terhadap Biauw Eng sesungguhnya adalah karena cinta kasih itulah. Karena tidak ingin melihat Keng Hong direbut lain wanita. Akan tetapi dia sendiri, tidak pernah ada perasaan cinta kepada Cui Im.






"Aku tetap tidak percaya, Cui Im. Engkau berhati palsu, dan perasaan cinta kasih terlalu murni, terlalu bersih bagi hati yang kotor dari seorang seperti engkau ini. Apa pun yang kau lakukan, kuanggap akan mencelakakan diriku. Kiraku, kebencianmu tidak akan melebihi sakitnya hatiku terhadap dirimu, Cui Im."

Cui Im memandang dan kini kedukaan lenyap dari mukanya, terganti sinar mata menertawakan dan mengejek,

"Karena perbuatanku terhadap Biauw Eng?"

"Terutama karena itu, akan tetapi lebih daripada semuanya karena perbuatanmu menyesatkan aku di malam pertama itu. Engkau telah menyeretku ke dalam cengkeraman nafsu berahi, membangkitkan sifat binatang dalam diriku. Sungguh aku amat menyesal karena perbuatanmu itu, Cui Im. Cinta berahi yang bangkit antara dua orang yang saling mengasihi, dalam pertemuan yang murni dan tidak melanggar hukum, tidak dibayangi perasaan dosa karena pelanggaran hukum susila, cinta berahi yang wajar sebagai kembang daripada cinta kasih daripada pria dan wanita, akan berkembang dengan subur dan murni, suci sehingga menjadi landasan penciptaan manusia baru. Akan tetapi, di dalam tanganmu, cinta berahi hanyalah merupakan pemuasan nafsu binatang yang haus akan kenikmatan kotor. Kotor sekali cintamu, Cui Im. Kotor..."

"Diam!"

Cui Im membentak dan sudah melangkah maju, tangannya diangkat untuk memukul. Akan tetapi melihat wajah Keng Hong yang tersenyum memandangnya tanpa berkedip, tangannya turun kembali dan ia menjatuhkan diri duduk di atas dipan sambil terisak.

"Kelemahanku... selalu tidak tega kalau hendak membunuhmu..." Cui Im menunduk, kelihatan berduka sekali, akan tetapi ia lalu mengangkat muka, memandang dengan sinar mata penuh penyesalan dan kemarahan. "Keng Hong, aku tidak dapat merenggut cintamu, akan tetapi sewaktu-waktu dapat merenggut nyawamu dan nyawa Biauw Eng! Biarlah, aku akan mengalah, akan membiarkan engkau dan Biauw Eng bebas agar kalian dapat menikmati cinta kasih kalian. Akan tetapi, kau berikan Ilmu Thi-khi-I-beng kepadaku."

Keng Hong menggeleng kepalanya.
"Memberikan ilmu dahsyat kepada seorang seperti engkau merupakan dosa besar, Cui Im, sama dosanya dengan memberikan sayap kepada ular berbisa yang berbahaya. Daripada hidup bergelimang dosa terhadap manusia dan dunia, lebih baik mati sebagai seorang gagah."

Biarpun mulutnya berkata demikian, namun seluruh urat di tubuh Keng Hong menegang dan siap untuk membela diri, seperti tadi ketika Cui Im hendak memukulnya.

"Keparat! Kau kira aku tidak kuat memaksa diri menyiksamu?" Cui Im bangkit berdiri, matanya memancarkan api kemarahan.

"Sesukamulah!"

Cui Im bertepuk tangan tiga kali dan muncullah Thian-te Siang-to, dua orang murid Pat-jiu Sian-ong yang malam itu ditugaskan menjaga pintu tahanan.

"Bawa Biauw Eng ke sini!"

Dua orang kakek itu mengangguk sambil melempar kerling dan senyum mengejek ke arah Keng Hong, kemudian mereka berdua pergi. Diam-diam Keng Hong berdebar hatinya penuh ketegangan dan kegelisahan, namun mukanya tidak memperlihatkan sesuatu, tetap tenang seolah-olah dia tidak mengacuhkan sama sekali apa yang dilakukan oleh Cui Im.

Tak lama kemudian, dua orang itu menyeret tubuh Biauw Eng yang juga terbelenggu kaki tangannya memasuki kamar tahanan Keng Hong. Atas perintah Cui Im, tubuh Biauw Eng dilempar secara kasar oleh dua orang kakek itu ke atas pembaringan yang tadi diduduki Cui Im.

Wajah Biauw Eng agak pucat dan kurus, rambutnya awut-awutan namun dalam pandangan Keng hong, gadis itu tampak makin cantik sehingga matanya melembut dan mesra ditujukan kepada Biauw Eng. Namun Biauw Eng tetap tenang, sinar matanya memandang wajah bekas sucinya dengan penuh tantangan.

"Cui Im, wanita yang kehilangan pegangan, apa pula yang hendak kau lakukan sekarang?"

Tanyanya, dan ia mengerling ke arah Keng Hong, kemudian tersenyum melihat sinar mata mesra dari pemuda itu. Biarpun hanya sejenak, namun pertemuan pandang mata penuh cinta kasih dari kedua orang itu telah membakar hati Cui Im, seperti minyak disiramkan kepada api kebencian yang membakar hati.

"Keng Hong, kau lihat baik-baik! Biauw Eng juga tidak berdaya dan berada dalam cengkeraman tanganku. Kalau aku membunuhnya di depanmu, menyiksanya, apakah engkau masih hendak bersikap kukuh tidak pernah memberikan ilmu itu kepadaku?"

"Keng Hong, apakah engkau mendengar apa yang diocehkan oleh perempuan ini?"

"Biarlah, Biauw Eng. Biarlah dia mengoceh, karena aku tetap tidak akan memberikan apa yang dimintanya. Dia terlalu banyak dosa dari kita, telah melakukan perbuatan-perbuatan keji dengan maksud menghancurkan kebahagiaan kita. Akan tetapi, kalau engkau menghendaki aku memberikan ilmu kepadanya, Biauw Eng, aku akan mentaati kehendakmu. Bukan karena takut aku disiksa atau takut engkau dibunuh, orang-orang seperti kita tidak akan gentar menghadapi maut, melainkan karena aku yang sudah banyak membuat kesalahan, kini akan mentaati semua yang kau kehendaki."

Biauw Eng mengerutkan keningnya. Memang hatinya masih sakit kalau dia mengenang sikap Keng Hong kepadanya, sikap yang amat menyakitkan hati setelah ia melakukan semua pengorbanan demi cintanya terhadap pemuda itu, setelah ia menderita bertahun-tahun demi cinta kasihnya.

"Bhe Cui Im, ceritakanlah kepadaku apa yang telah kau lakukan selama ini dan setelah mendengar ceritamu, baru aku akan mengambil keputusan tentang permintaanmu kepada Keng Hong. Engkau tentu menghendaki ilmu yang diperebutkan orang, Ilmu Thi-khi-I-beng itu, bukan?"

Cui Im tertawa mengejek.
"Hemmm, kuceritakan atau tidak, apa artinya bagi kalian? Dan biarlah, untuk bekal ke akhirat engkau mendengar pengakuanku, Biauw Eng."

Cui Im yang cerdik segera dapat menangkap sikap bekas sumoinya yang agaknya masih mendendam kepada Keng Hong sebagai akibat pemalsuan-pemalsuannya dahulu. Kalau sekarang dia ceritakan, tentu akan sadar bekas sumoinya betapa pemuda itu amat mencintanya dan mungkin hati Biauw Eng tidak rela kalau melihat Keng Hong mati, dan mungkin akan membujuk permuda itu menyerahkan ilmu yang amat diinginkan.

Kalau dia sudah mendapatkan ilmu itu, tentu dia akan mampu mengalahkan Keng Hong dibantu kawan-kawannya dan untuk membunuh mereka berdua ini kelak, masih banyak waktu!

Sebelum bicara, ia menghela napas panjang.
"Semua itu kulakukan demi cintaku kepada Keng Hong. Engkau tentu sudah dapat menduga apa yang telah terjadi sebelum engkau menemukan aku dan Keng Hong untuk pertama kali dahulu. Antara dia dan aku telah terjalin cinta kasih... “

"Bukan cinta kasih, Cui Im. Ingatlah akan rayuanmu dan akan arak beracunmu, bukan cinta kasih, melainkan nafsu iblis yang kau pergunakan untuk menyeretku!"

Cui Im memandang kepada Keng Hong dengan senyum mengejek, lalu melanjutkan.
"Katakan apa sesukamu, Keng Hong, akan tetapi bagiku, semenjak saat itu aku telah jatuh cinta kepadamu. Demikianlah, Biauw Eng. Aku telah jatuh cinta kepada Cia Keng Hong sebelum kau menjumpainya, maka salahkah aku kalau aku menjadi iri hati dan cemburu melihat engkau mencintanya, bahkan mengaku cintamu di depan mendiang ibumu. Saat itulah timbul kebencianku kepadamu, menghapus semua pertalian persaudaraan dan aku bertekad untuk mempertahankan Keng Hong dari wanita yang manapun juga, termasuk engkau!"

Biauw Eng mendengarkan dengan sinar mata tajam dan penuh perhatian, sedikit pun tidak memperlihatkan perasaan hatinya pada wajahnya. Bahkan wajahnya yang cantik itu masih tenang dan tidak memperlihatkan perasaan apa-apa ketika dengan panjang lebar Cui Im menceritakan betapa dia mencuri senjata-senjata rahasia sumoinya dan menyamar sebagai sumoinya untuk menjelekkan nama sumoinya itu agar selain sumoinya dimusuhi orang-orang kang-ouw, juga menimbulkan kebencian di hati Keng Hong.

"Dengan perbuatan itu, sekali pukul aku mendapatkan tiga keuntungan. Pertama, aku bisa memburukkan namamu di mata dunia kang-ouw sebagai pembalasanku karena engkau telah merampas cinta kasih Keng Hong dariku, Kedua aku dapat membangkitkan kebencian di hati Keng hong terhadap dirimu dan ketiga aku dapat membunuh setiap wanita yang berani mendekati Keng Hong !"

Mendengar pengakuan-pengkuan ini, biarpun wajahnya tetap tenang, namun dua titik air mata membasahi bulu mata Biauw Eng, dan ketika ia mengerling kepada Keng Hong, pandang matanya mengandung rasa kasihan dan kemesraan. Kini terbukalah semua rahasia, sejelas-jelasnya tampak oleh Biauw Eng mengapa sikap Keng Hong dahulu amat menyakitkan hatinya. Kiranya malah Keng Hong yang tentu akan sakit hatinya menyaksikan semua perbuatan keji yang disangka dia yang melakukannya.

"Biauw Eng, maukah sekarang engkau mengampuni aku?" Keng Hong bertanya lirih ketika Cui Im menghentikan ceritanya.

Biauw Eng menatap wajah pemuda itu sampai lama, tak mampu menjawab, hanya mengangguk, kemudian setelah menekan perasaan harunya, baru ia dapat berkata perlahan,

"Bukan engkau yang harus minta maaf, melainkan aku, harap kau suka maafkan..."

Dua orang muda itu saling bertemu pandang, penuh keharuan dan kemesraan dan hal ini membakar hati Cui Im. Namun, gadis yang cerdik ini bersabar dan mengingat akan kebutuhannya ia lalu berkata,

"Biauw Eng, setelah engkau mendengar semua, kini tentu engkau yakin bahwa apa pun yang telah dilakukannya, Keng Hong hanya mencinta engkau seorang. Dan engkau pun telah yakin akan cinta kasihmu kepada Biauw Eng, Keng Hong. Karena itu, demi cinta kasih kalian, mengapa engkau tidak mau mengorbankan ilmu begitu saja agar kalian dapat bebas dan menikmati pertalian cinta kasih kalian?"

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: