*

*

Ads

FB

Minggu, 28 Agustus 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 153

Keng Hong memandang Biauw Eng, sinar matanya penuh penyesalan dan suaranya lirih ketika dia berkata,

"Aku menerima semua penyesalan dan makianmu, Biauw Eng. Memang aku seorang yang telah melakukan banyak sekali kesalahan terhadap dirimu. Aku bersedia kau hukum, aku siap kalau engkau hendak membunuhku, akan tetapi aku tetap mencintaimu, Biauw Eng. Mencintaimu seorang dan tidak mungkin aku mencinta orang lain lagi."

Tiba-tiba terdengar jerit melengking yang mendirikan bulu roma dan Biauw Eng terkejut sekali melihat sucinya karena ia tahu bahwa tiba-tiba penyakit gila sucinya kumat! Sepasang mata yang tadi mngucurkan air mata itu kini terbelalak liar dan mulutnya membentak,

"Sumoi, tukang perkosa ini bukan orang baik-baik! Sudah kukatakan kepadamu, mengapa melayani dia bicara? Hi-hi-hik, akan kusiksa dia sampai mati! Ha-ha-ha-ha-ha-heh-heh, akan kusayat-sayat alat kelaminnya agar dia tidak mampu mengganggu wanita lagi!"

Tiba-tiba Hun Bwee menubruk Keng Hong dengan cengkeraman pada muka pemuda itu. Keng Hong miringkan tubuh mengelak, akan tetapi tangan Hun Bwee sudah mencengkeram lagi ke arah bawah pusar! Keng Hong meloncat mundur, dan Hun Bwee sambil terkekeh-kekeh menerjang lagi, kini mengirim hantaman dengan kedua tangan bertubi-tubi, cepat bukan main dan pukulan-pukulannya mengandung tenaga yang amat kuat.

Diam-diam Keng Hong terkejut juga. Nona gila ini ternyata amat luar biasa kepandaiannya, dan pantas saja kalau menjadi suci Biauw Eng! Padahal seingatnya dulu, puteri Tan-piauwsu ini tidaklah begini hebat kepandaiannya. Serangan Hun Bwee amat berbahaya, akan tetapi Keng Hong tentu saja tidak tega untuk merobohkannya, juga merasa tidak enak kalau melawannya, maka dia hanya menggerakkan tubuhnya, mengelak dari serangan Hun Bwee yang bertubi-tubi itu.

"Suci, jangan......" Biauw Eng mencegah Hun Bwee yang makin lama menjadi makin ganas itu.

"Apa? Engkau membelanya, Sumoi? Kalau begitu engkau benar mencinta Jai-hwa-cat (penjahat pemerkosa) ini?" Hun Bwee menunda serangannya dan menoleh ke arah Biauw Eng.

Wajah Biauw Eng menjadi merah sekali dan jantungnya berdebar keras. Dalam detik itu, hatinya sendiri membisikan pertanyaan yang sama. Adakah dia masih mencinta Keng Hong? Kata-kata Keng Hong yang menyatakan cinta tadi mencengkeram hatinya, sungguhpun belum sama sekali menghapus rasa bencinya yang timbul karena sakit hatinya akan sikap Keng Hong yang sudah-sudah terhadap dirinya.

"Suci, aku tidak membelanya. Akan tetapi engkau pun tidak boleh membunuhnya. Apakah engkau lupa akan perintah subo untuk menangkapnya hidup-hidup?"

Hun Bwee kelihatan seperti orang terkejut dan ia cepat mundur, akan tetapi matanya memandang kepada Keng Hong dengan liar. Melihat ini, Keng Hong menarik napas panjang dan menjadi terharu sekali. Dia merasa kasihan melihat Hun Bwee yang agaknya kini menjadi gila karena peristiwa perkosaan dahulu itu, akan tetapi dia pun terheran-heran mengapa dalam gilanya itu Hun Bwee kini menjadi begitu lihainya! Kalau begitu Biauw Eng tentu telah memperoleh kemajuan hebat pula dalam ilmu silatnya kalau gadis itu kini menjadi sumoi dari gadis gila ini! Keng Hong kembali memandang Biauw Eng dan kembali mereka saling pandang dengan perasaan hati yang tidak karuan sehingga sinar mata mereka seperti orang mimpi. Akhirnya Keng Hong berkata lirih.

"Biauw Eng, aku tidak merasa bersalah terhadap siapapun juga di dunia ini kecuali terhadap engkau, karena itu, kalau engkau yang mengambil keputusan mengenai diriku, sedikit pun aku tidak akan membantah atau melawan. Aku menyerah, Biauw Eng, menyerahkan jiwa raga kepadamu sebagai tebusan dosaku yang berkali-kali kepada engkau yang kini aku yakin adalah satu-satunya wanita yang kucinta sepenuh hatiku...."






"Tak perlu engkau merayuku!"

Biauw Eng membentak dengan hati seperti diremas-remas karena ia menganggap betapa kata-kata yang amat menyenangkan dan membahagiakan hatinya itu tidak lain hanyalah rayuan kosong belaka dari pemuda yang cintanya palsu ini.

"Aku tidak merayu, dan kalau engkau menghendaki bukti, sekarang juga engkau boleh membunuhku dan aku takkan menggerakan sebuah jari pun untuk melawanmu."

Biauw Eng tersenyum dingin mengejek.
"Engkau lupa bahwa tubuhku telah dimiliki orang lain......"

Senyuman dan ucapan itu menusuk jantung Keng Hong. Ia merasa betapa dia dahulu amat kejam dan tidak adil terhadap Biauw Eng. Dengan suara tergetar dia menjawab,

"Aku tidak peduli akan itu, Biauw Eng. Telah lama aku sadar bahwa cinta bukanlah nafsu semata, jauh lebih tinggi dan lebih agung.....seperti cintamu terhadap aku....."

"Cukup!" Biauw Eng membentak akan tetapi bentakannya mengandung isak tertahan. "Aku dan Suci mencarimu untuk menangkapmu atas perintah subo kami. Kalau kau melawan pun boleh, kami hendak menggunakan kekerasan!"

Keng Hong menggeleng kepalanya, wajahnya penuh duka .
"Tidak, Biauw Eng. Sudah kukatakan bahwa aku menyerahkan jiwa raga kepadamu. Kalau orang lain yang hendak menangkapku tanpa kesalahan, demi Tuhan, akan kulawan mati-matian. Akan tetapi kalau engkau yang hendak menangkapku, nah, silahkan aku takkan melawanmu......."

"Berlutut!" Biauw Eng membentak sambil mengeluarkan sabuk suteranya. "Engkau harus dibelenggu!"

Keng Hong tidak membantah, lalu menjatuhkan diri berlutut. Biauw Eng melangkah maju.

"Tidak boleh!!" Tiba-tiba Yan Cu meloncat ke depan Keng Hong dan berdiri tegak dengan sikap melindunginya. "Tidak boleh Suheng ditangkap begini saja tanpa kesalahan!"

Biauw Eng memandang Yan Cu dengan mata bersinar marah, akan tetapi Yan Cu tidak takut dan membalas pandangan mata Biauw Eng dengan marah pula. Dua orang dara cantik jelita ini saling berhadapan dan saling pandang dengan sinar mata berapi. Keduanya sama cantik, sama gagah, dan sama marah hendak memperebutkan Keng Hong! Bukan memperebutkan cintanya, melainkan memperebutkan orangnya. Yang satu ingin menangkapnya, yang lain ingin membebaskannya.

"Hemmmm..... kau mau apa?" Biauw Eng bertanya pendek dan suaranya dingin sekali.

Yan Cu memandang dengan mata terbelalak lebar penuh rasa penasaran dan kemarahan.

"Sie Biauw Eng, engkau ini wanita apa? Hatimu keras seperti batu, dingin seperti es! Padalah di dalamnya mengandung api cinta yang bernyala-nyala dan panas membara terhadap Suheng! Engkau mencinta Suheng! Mengapa....."

"Tutup mulutmu yang lancang!!" Biauw Eng membentak marah.

Yan Cu tersenyum lebar.
"Hemmmm, Enci biauw Eng, cinta itu bagaikan matahari di hari cerah! Sinarnya memancar ke mana-mana dan biarpun engkau bersikap dingin kasar dan kejam terhadap Suheng, namun sinar matamu, gerak bibirmu, semua mengandung sinar itu! Entah aku yang buta karena salah lihat ataukah engkau yang buta tidak melihat cintamu sendiri, akan tetapi jelas engkau mencinta Suheng dan Suheng pun mencintamu! Tak perlu engkau menawanya karena hati kalian sudah saling menawan! Tidak perlu engkau membelenggunya karena cinta kalian sudah saling membelenggu!"

"Pergilah!"

Biauw Eng membentak dan tangan kirinya menampar. Cepat sekali gerakannya, cepat dan mengandung tenaga sinkang yang kuat sekali. Akan tetapi Yan Cu juga bukan orang lemah. Melihat datangnya tamparan ini, ia menggerakkan tangan kanannya menangkis.

"Plakkkk!!"

Dua buah lengan yang kecil halus saling bertemu dan akibatnya Biauw Eng terdorong mundur dua langkah, akan tetapi Yan Cu juga terdorong sampai tiga langkah. Biauw Eng mengerutkan keningnya. Kiranya dara jelita ini memiliki kepandaian yang tidak rendah, pikirnya. Yan Cu terkejut bukan main ketika merasa betapa kuatnya tamparan Biauw Eng tadi.

"Tidak perlu engkau mencampuri urusanku!" Biauw Eng membentak.

Yan Cu meraba gagang pedangnya dan berkata,
"Kalau engkau memaksakan kehendakmu untuk menawan Suheng yang tidak melawan, terpaksa akulah yang akan melawanmu!"

Sinar mata Biauw Eng menyambar tajam dan sabuk suteranya yang sudah berada di tangan itu tergetar, siap untuk dipakai menyerang dara yang cantik jelita itu, akan tetapi mulutnya bertanya,

"Bocah! Engkau mencinta Cia Keng Hong?"

Wajah yang halus putih itu menjadi merah, akan tetapi Yan Cu menggeleng kepalanya.
"Setelah aku yakin bahwa dia dan engkau saling mencinta, bagaimana aku akan menjadi begitu bodoh untuk mencintanya? Tidak, aku tidak mencitanya seperti cinta seorang wanita terhadap calon suaminya! Kuhilangkan jauh-jauh nafsu jasmani dalam cinta itu dan berubahlah menjadi cinta saudara! Memang aku mencinta dan suka sekali kepada Cia Keng Hong, akan tetapi cinta dan rasa suka seorang sumoi kepada suhengnya, seorang adik terhadap kakaknya! Sie Biauw Eng, apakah kau kira seorang sumoi akan diam saja melihat suhengnya akan ditawan? Adakah seorang adik akan membolehkan saja kakaknya ditangkap?" Yan Cu menggerakan tangan mencabut pedangnya.

Keng Hong meloncat ke depan Yan Cu, memegang lengan gadis itu dan berkata,
"Sumoi, jangan.....! Jangan kau merusak lagi usahaku untuk menebus dosa terhadap Biauw Eng. Apakah engkau ingin membuat aku menjadi lebih sengsara lagi? Jangan sumoi. Aku memang sengaja membiarkan dia melakukan apa saja terhadap diriku sebagai pembalasan atas dosa-dosaku terhadapnya."

Wajah Yan Cu menjadi pucat. Biauw Eng begitu dingin dan galak, dalam kebencian tentu dapat berlaku kejam, sedangkan wanita yang seorang lagi adalah seorang gila.

"Suheng, aku tetap tidak percaya bahwa engkau bersalah terhadap Enci Biauw Eng. Dan aku sama sekali tidak percaya bahwa engkau telah melakukan perbuatan terkutuk itu terhadap Enci berpakaian merah itu. Mereka tidak boleh mengganggumu, Suheng.."

"Hussshhh, engkau adikku, bukan? Adik harus menurut kata-kata kakaknya! Syukur engkau tidak mempercayai hal itu, akan tetapi engkau menurutlah kata-kataku, sumoi. Kau harus mewakili aku untuk membagi-bagikan benda pusaka ini kepada mereka yang berhak. Berjanjilah engkau akan melakukan tugas berat ini dengan taruhan nyawamu."

Sejenak Yan Cu memandang suhengnya, lalu menarik napas panjang, menyimpan kembali pedangnya dan mengangguk. Karena anggukan ini, dua titik air mata jatuh ke atas pipinya.

"Baiklah, Suheng."

Keng Hong lalu merogoh saku bajunya, mengeluarkan pusaka-pusaka yang dicurinya dari kamar Cui Im itu satu demi satu sambil menerangkannya kepada Yan Cu.

"Pedang ini adalah pusaka Hoa-san-pai, harap kau sampaikan lebih dulu kepada ketua Hoa-san-pai karena aku sudah menjanjikannya. Kitab ini adalah kitab dari Go-bi-pai, karena tempatnya jauh, biarlah kau kembalikan ke sana paling akhir saja. Adapun tujuh buah kitab pusaka peninggalan suhu ini harap kau simpan dulu, boleh juga dititipkan subo. Jangan sampai terjatuh ke tangan orang lain."

Yan Cun menerima benda-benda pusaka itu sambil mengangguk dan menyimpannya ke dalam baju.

"Dan perhiasan-perhiasan ini......" Keng Hong teringat lalu membalikan tubuhnya, menyerahkan sekotak kecil perhiasan itu kepada Hun Bwee sambil berkata, "Nona Tan, perhiasan-perhiasan inilah yang dahulu dirampas oleh mendiang suhu Sin-jiu Kiam-ong dari tangan ayah bundamu, Tan-piauwsu dan isterinya. Sekarang kukembalikan kepadamu. Bukankah Nona dahulu mencari suhu untuk mendapatkan kembali perhiasan ini?"

Ketika tutup kotak kecil itu dibuka dan pandang mata Hun Bwee bertemu dengan benda-benda terbuat dari emas permata itu, matanya terbelalak dan terdengarlah isak tangisnya ketika ia menerima kotak itu. Matanya yang tadi liar kini berubah, ia terharu dan memeluk kotak kecil itu sambil menangis.

"Ayah...... ibu......."

Keng Hong terharu. Ia mengangkat kedua tangan ke depan dada sambil membungkuk dan berkata,

"Nona Tan, saya mengembalikan barang-barang itu disertai permohonan maaf atas perbuatan mendiang suhu terhadap ayah bunda Nona, dan mudah-mudahan dengan mengembalikan ini, semua rasa permusuhan lama dapatlah dihabiskan."

Hun Bwee mengangkat mukanya memandang. Dari kedua matanya bercucuran air mata, akan tetapi ketika ia memandang Keng Hong, terbayanglah pengalamannya yang amat menyakitkan hatinya, betapa ia dalam keadaan pingsan itu diperkosa dan setelah sadar ia melihat pemuda yang dikaguminya itu menyangkal telah melakukan perbuatan itu. Akan tetapi kembali teringat oleh pikirannya yang kacau bahwa pemuda ini akan dipaksa menjadi suaminya. Tiba-tiba pandang matanya kembali aneh dan liar seperti tadi dan ia tersenyum dengan air mata masih bercucuran!

"Kau...... kau memberikan ini sebagai emas kawin......? Ahhhh, terima kasih....." dengan sikap manja seperti anak kecil mendapat barang mainan, Hun Bwee membuka kotak, berlutut dan mengeluarkan perhiasan-perhiasan itu, terus saja dipakainya.

Sepasang anting-anting batu giok berbentuk kupu-kupu, hiasan rambut dari mutiara berbentuk burung hong, kalung, gelang, cincin, dan ikat pinggang dari emas ditabur intan. Semua perhiasan dipakainya, kemudian ia bangkit berdiri, memasang aksi di depan Biauw Eng sambil berkata,

"Lihat, Sumoi. Dengan perhiasan ini sebagai pengantin, bukankah aku kelihatan cantik sekali?"

Semua orang memandang dengan terharu sekali, diam-diam Yan Cu sendiri merasa terharu sekali, diam-diam ia mengutuk orang yang telah memperkosa gadis itu. Dia tidak sangsi lagi bahwa tentulah Hun Bwee mengalami guncangan batin hebat sehingga menjadi gila, akan tetapi dia tetap merasa yakin bahwa bukan Keng Hong yang melakukan perbuatan terkutuk itu.

Keng Hong juga memandang terharu dan diam-diam dia merasa menyesal mengapa dia tidak mendapat kesempatan menyeret Lian Ci Tojin dan memaksanya mengakui perbuatannya yang terkutuk atas diri gadis yang bernasib malang ini. Ia hanya memandang dengan kening berkerut.

Di dalam hati kecilnya, Biauw Eng juga masih belum bercaya kalau Keng Hong yang melakukan perkosaan itu. Semenjak bertemu pemuda ini dan hatinya tertarik dan sekaligus jatuh cinta, ia merasa yakin bahwa murid ayahnya ini adalah seorang yang tak mau melakukan perbuatan keji. Kalau toh akhirnya ia melihat pemuda ini selalu melayani cinta setiap orang wanita yang tergila-gila kepadanya, hal ini masih tidak dapat disamakan lagi dengan perbuatan memperkosa yang merupakan perbuatan jahat dan keji terkutuk.

Perbuatan Keng Hong yang menyambut uluran cinta para wanita, baginya adalah hanya menandakan kelemahan hati dan watak romantis yang telah menjadi watak mendiang ayahnya pula. Hal itu memang menyakitkan hatinya, namun ia telah memaafkannya asal saja Keng Hong mencintanya dengan cinta kasih murni, tidak dengan cinta berahi seperti terhadap wanita-wanita itu!

Kemudian ternyata bahwa Keng Hong membuktikan bahwa cintanya itu tidak murni, dengan kemarahan dan kebencian ketika mendengar bahwa dia telah menyerahkan tubuhnya kepada Sim Lai Sek, padahal pernyataan itu hanyalah sebagai ujian belaka. hatinya menjadi sakit hati sekali. Kini ditambah pengakuan Hun Bwee bahwa dia telah diperkosa Keng Hong, tentu saja kalau hal ini benar, dia tidak akan dapat mengampuni Keng Hong, akan memaksanya mengawini Hun Bwee atau...... membunuhnya dengan tangannya sendiri!

"Sudalah, Suci. Mari kita pulang dan membawa tawanan ini!" Kemudian ia menoleh kepada Keng Hong . "Berlututlah!"

Dengan hati sakit seperti disayat-sayat Yan Cu melihat betapa suhengnya itu berlutut di depan Biauw Eng dan memandang nona itu dengan tersenyum dan pandang matanya penuh kasih sayang! Biauw Eng juga melihat pandang mata ini, ia mendengus, membuang muka dang menggunakan sabuk suteranya mengikat kedua lengan Keng Hong di belakang tubuhnya.

"Mari kita berangkat, Suci!" Dan kepada Keng Hong yang dibelenggu kedua tangan dan ujung sabuk dipegang Biauw Eng, gadis ini menghardik, "Hayo jalan!"

Yan Cu berdiri dengan muka pucat, melihat suhengnya yang gagah perkasa itu berjalan dengan kedua tangan terbelenggu, seperti seekor kerbau dituntun. Gadis ini mengepal tangannya, menekan hatinya yang hendak memaksa dia menerjang maju menyerang dua orang gadis itu dan membebaskan suhengnya.

"Suheng......!" Ia terisak dan hendak mengejar maju.

Keng Hong menoleh dan sersenyum kepadanya,
"Sumoi, pergilah dan penuhilah permintaanku tadi. Pergilah dan selamat berpisah. Percayalah bahwa biar sampai mati sekalipun, kalau mati di tangan Biauw Eng, aku rela dan tidak merasa penasaran. Selamat tinggal, Sumoi, semoga kelak engkau lebih berbahagia dalam cintamu daripada aku!"

Yan Cu menutupi mulutnya menahan isak tangis, sejenak memandang Keng Hong dengan air mata berlinang, kemudian memandang Biauw Eng dengan marah, lalu ia meloncat pergi dari tempat itu sambil menangis.

Keng Hong menoleh dan memandang ke arah berkelebatnya bayangan Yan Cu, akan tetapi tiba-tiba terdengar suara "tar-tar!" dan ujung sabuk sutera di tangan Biauw Eng sudah menampar pipinya dibarengi bentakan gadis itu.

"Berangkat!"

Keng Hong merasa pipinya pedas, akan tetapi dia tersenyum. Kelirukah kalau dia menduga bahwa tamparan ini tadi timbul dari rasa cemburu? Ia masih merasa yakin akan kemurnian cinta kasih Biauw Eng dan percaya bahwa akan tiba saatnya ini akan dapat memaafkannya. Memang kalau disuruh memilih, dia lebih suka memilih mati di tangan Biauw Eng daripada hidup menjadi musuh gadis yang dicintanya ini. Sekarang makin jelaslah dia bahwa di dalam sanubarinya, sesungguhnya hanya kepada Biauw Eng seoranglah dia mencinta dengan seluruh jiwa raganya!

Hanya kepada Biauw Englah ada rasa hormat dan murni dalam hatinya, tidak ingin mempermainkan, dan rasa cinta ini jauh lebih tinggi dan murni daripada rasa nafsu berahi yang ditimbulkan ketika dia menghadapi rayuan gadis-gadis cantik seperti Cui Im, mendiang Sim Ciang Bi, dan kedua orang murid wanita Kong-thong-pai!

"Sumoi, jangan siksa calon suamiku!" Tiba-tiba Hun Bwee berkata.

Keng Hong tersenyum pahit. Ia tidak tahu nasib apa yang akan dia alami. Persoalannya menjadi ruwet. Hun Bwee yang kini menjadi gila itu merasa yakin bahwa dia yang memperkosanya dan agaknya Biauw Eng percaya akan hal ini, maka hendak memaksanya mengawini Hun Bwee! Jalan satu-satunya hanyalah meyakinkan Hun Bwee bahwa yang melakukan perbuatan terkutuk itu bukan dia melainkan Lian Ci Tojin, akan tetapi untuk meyakinkan hati gadis itu tidaklah mudah. Terutama harus dapat menangkap Lian Ci Toin. Dan kalau dia membebaskan diri untuk mencari tosu itu, tentu Biauw Eng akan merasa makin sakit hati! Biarlah, dia menyerahkan diri ke tangan Biauw Eng, hanya tentu saja dia akan menolak mati-matian kalau hendak dinikahkan dengan Hun Bwee.

Berangkatlah rombongan yang aneh ini menuju ke tempat tinggal Go-bi Thai-houw, melakukan perjalanan yang amat jauh. Di sepanjang jalan, Biauw Eng bersikap dingin, sukar dijajaki hatinya karena air mukanya tidak membayangkan sesuatu. Keng Hong tenang-tenang saja dan Hun Bwee kadang-kadang memperlihatkan sikap membenci dan marah-marah kepada Keng Hong, kadang-kadang mesra!

**** 153 ****
Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: