Ia sering kali termenung dan menjadi bingung sendiri, apakah yang harus ia lakukan terhadap Keng Hong jika ia bertemu dengan pemuda yang dicarinya itu. Kalau ia bertemu dengan Cui Im yang dicarinya, memang sudah jelas akan ia serang mati-matian. Akan tetapi kalau ia bertemu dengan Keng Hong, bagaimana? Subonya menghendaki agar Keng Hong sebagai murid Sin-jiu Kiam-ong ditangkap dan diseret di depan kaki Go-bi Thai-houw yang gila itu. Sucinya sendiri ingin membalas dendamnya karena pernah diperkosa oleh Keng Hong, hal yang memang sudah semestinya dan dia sendiri yang akan memaksa Keng Hong untuk bertanggung jawab dan mengawini sucinya yang sudah diperkosanya itu!
Akan tetapi bagaimana dengan dia sendiri? Ah, di antara dia dan Keng Hong memang tidak ada urusan apa-apa! Dia mencinta Keng Hong, dan pemuda itu juga menyatakan cinta kepadanya. Akan tetapi betapa dangkal dan palsu cinta kasih Keng Hong kepadanya! Tidak seperti cintanya, yang mendalam dan tulus ikhlas, cintanya tidak akan luntur oleh kejadian apa pun juga. Benar, sama sekali tidak pernah berubah.
Kemarahannya karena kepalsuan Keng Hong menimbulkan benci seketika saja, namun tetap tidak mampu menghapus cinta kasihnya terhadap pemuda itu. Akan tetapi, apakah yang ia lakukan? Bagaimana kalau ia nanti berhadapan dengan Keng Hong? dapatkah ia menguasai hatinya untuk tidak menjadi lemah kalau berhadapan dengan pemuda itu? Ataukah ia tidak akan dapat menguasai kemarahan dan hatinya yang sakit karena cintanya di sia-siakan lalu turun tangan membunuh pemuda itu? Ah, tidak! Tidak! Dia harus dapat menguasai dan mengatasi perasaan pribadinya.
Dia harus menangkap Keng Hong sesuai dengan perintah gurunya. Dia harus dapat memaksa Keng Hong untuk bertanggung jawab dan mengawini sucinya yang telah diperkosanya! Setelah itu........dia.......dia akan pergi. Jauh! Entah ke mana! Akan tetapi, sebuah ingatan menyelinap di dalam kepalanya, membuyarkan semua angan-angan tadi. Betapa ia memudahkan persoalan. Seolah-olah ia berani memastikan bahwa dia akan dapat memperlakukan Keng Hong sebagaimana yang dia kehendaki!
Seolah-olah Keng Hong merupakan sebuah boneka yang dapat ia bunuh atau tidak! Sejenak ia tadi lupa bahwa yang dia hadapi bukan Keng Hong yang telah menyia-nyiakan cintanya, Bukan hanya Keng Hong yang telah memprkosa Hun Bwee, akan tetapi juga Keng Hong murid Sin-jiu Kiam-ong yang memiliki ilmu kepandaian tinggi! Memang, dengan tingkat kepandaiannya yang sekarang, apalagi ada Hun Bwee disampingnya, ia tidak takut dan percaya akan dapat mengatasi Keng Hong, namun betapapun juga, dia tidak boleh merasa terlalu yakin akan dapat menangkap pemuda itu.
"Biauw Eng.....!!"
Otomatis Biauw Eng menahan kakinya, berdiri dengan muka pucat. Suara itu! Suara itu! Suara laki-laki yang akan ia kenal di antara suara seribu orang laki-laki lain! Suara Keng Hong! Apakah karena sejak tadi melamunkan Keng Hong, kini telinganya mendengar yang bukan-bukan?
"Biauw Eng........!!"
Biauw Eng meloncat dan membalikan tubuhnya sambil berbisik,
"Keng Hong.....!"
Melihat sikap Biauw Eng dan mendengar bisikan itu Hun Bwee juga terkejut dan cepat membalikkan tubuhnya. Amatlah menarik untuk memperhatikan wajah dua orang gadis cantik ini ketika mereka membalikan tubuh dan melihat Keng Hong datang bersama seorang dara jelita.
Wajah Biauw Eng pucat sekali. Mula-mula sekali, begitu ia membalik dan matanya menangkap wajah dan tubuh Keng Hong, tampak sinar memancar keluar dari pandang matanya, sinar penuh kegembiraan dan kebahagiaan. Namun sinar itu segera menyuram dan lenyap, terganti oleh sinar kilatan penuh cemburu ketika ia melihat dara yang amat cantik jelita di samping Keng Hong.
Kilatan cemburu yang terpancar dari sepasang matanya itu pun sebentar saja dan segera wajahnya yang pucat itu tidak membayangkan apa-apa, tetap dingin tidak membayangkan sesuatu, wajah dan matanya kosong memandang kepada Keng Hong dan Yan Cu yang datang berlari-lari menuju ke tempat mereka berdiri menanti, di dalam hutan yang sunyi itu.
Adapun wajah Hun Bwee berubah menjadi merah sekali. Sulit untuk menduga apa yang bergolak di hati dan pikiran gadis ini. Dia segera mengenal Keng Hong, terbelalak memandang pemuda itu, sama sekali tidak mempedulikan gadis jelita yang berlari di samping Keng Hong dan wajahnya menjadi merah sekali. Entah perasaan apa yang berkecamuk di dalam hatinya, akan tetapi yang sudah jelas sekali, gadis baju merah ini merasa malu dan jengah sekali bertemu dengan orang yang telah memperkosanya, orang yang dikagumi dan dicintanya akan tetapi kemudian merusak hatinya. Mungkin saat itu pernyataan Biauw Eng untuk memaksa pemuda itu mempertanggung jawabkan perbuatannya terhadap dirinya itulah yang membuat ia menjadi malu dan bingung!
"Biauw Eng....!"
Untuk ketiga kalinya Keng Hong menyerukan nama ini dan kini dia dan Yan Cu telah berdiri berhadapan dengan Biauw Eng dan Hun Bwee. Keng Hong hanya menujukan pandang matanya kepada Biauw Eng, kepada wajah yang tak pernah dia lupakan barang sedetik pun, kepada mata yang membuat hatinya terharu, mata yang indah dan dingin, terbayang kedukaan amat hebat di dalamnya. Keng Hong memandang Biauw Eng, tidak melihat apa-apa lagi, tidak pula melihat Hun Bwee. Dadanya turun naik, terengah-engah, bukan karena kelelahan, melainkan karena menahan gejolak hatinya yang menggetarkan seluruh tubuhnya.
Yan Cu juga berdiri terengah dan gadis ini terengah karena kelelahan, karena ia tadi harus mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengimbangi kecepatan lari suhengnya. Kini Yan Cu berdiri memandang dua orang gadis itu dengan penuh perhatian dan penyelidikan. Kedua orang gadis itu sama cantik, sama menarik dan sama gagah perkasa. Akan tetapi amat mudah bagi matanya yang tajam itu untuk menduga yang manakah Biauw Eng. Bukan hanya karena kecantikan Biauw Eng yang indah dingin bagaikan lautan salju di utara, melainkan juga ia dapat melihat ke manakah sasaran pandang mata suhengnya yang seperti orang kena pesona. Dia tidak heran mengapa suhengnya jatuh cinta kepada Biauw Eng yang memang cantik luar biasa itu, akan tetapi keningnya berkerut menyaksikan sikap Biauw Eng yang begitu dingin sehingga tidak wajar dan membuat bulu tengkuknya berdiri. Wanita sedingin ini, mana mungkin dapat dicairkan dengan panasnya api cinta?
Baik Biauw Eng maupun Keng Hong belum dapat menemukan suara mereka kembali yang lenyap karena gelora hati yang membadai, yang timbul di saat mereka saling bertemu. Dua pasang mata itu bertemu dan seolah-olah bertanding mengadu kekuatan, ataukah saling peluk tak ingin dilepaskan kembali? Keduanya tidak berkedip, seperti terkena sihir.
"Apakah engkau yang bernama Sie Biauw Eng?"
Tiba-tiba suara Yan Cu yang nyaring membuat Keng Hong dan Biauw Eng sadar dan gadis ini lalu memandang kepada Yan Cu. Sejenak pandang matanya mengeluarkan sinar kilat penuh cemburu sehingga mengejutkan Yan Cu. Akan tetapi dara ini tersenyum ketika melihat Biauw Eng mengangguk dan ia bertanya dengan suara wajar.
"Jadi kalau begitu Enci Biauw Eng dan Cici itu yang mencari-cari Suheng Cia Keng Hong?"
Kembali Biauw Eng mengangguk, tidak bernafsu untuk bicara dengan dara jelita yang entah menapa menyebut Keng Hong sebagai suhengnya itu.
Wajah Yan Cu berseri gembira.
"Sungguh kebetulan sekali! Susah payah kami berdua mencari Enci Biauw Eng sampai ke mana-mana, sekarang dapat bertemu di sini sungguh amat menggirangkan hatiku."
"Hemmm......!" Biauw Eng mengeluarkan suara, sikapnya makin dingin. "Kami mencari dia ada sebab-sebabnya yang penting. Kalian mencari aku ada apakah?"
Heran, pikir Yan Cu. Gadis yang biarpun cantik akan tetapi sikapnya sedingin es dan agaknya amat galak ini bagaimana bisa menjatuhkan hati Keng Hong? Akan tetapi dia tetap tersenyum dan bertanya,
"Enci Biauw Eng, kami mencarimu hanya untuk bertanya apakah Enci Biauw Eng masih mencinta Suheng Keng Hong?"
"Sumoi.....!!"
Wajah Keng Hong menjadi merah sekali. Sungguh sumoinya ini terlalu sekali, masa mengajukan pertanyaan seperti itu secara kasar dan langsung, seperti orang bertanya tentang hal sehari-hari yang biasa saja!
Juga Biauw Eng kaget bukan main. Pertanyaan itu datangnya begitu tiba-tiba dan sama sekali tidak pernah disangkanya sehingga merupakan serangan tusukan pedang yang langsung mengenai jantungnya. Wajahnya yang tadinya pucat itu menjadi merah sekali. Ia balas bertanya dengan suara membentak,
"Bocah lancang mulut! Apa sangkut pautnya denganmu?"
Yan Cu memutar bola matanya mengerling ke arah Biauw Eng.
"Lebih baik aku bicara terang-terangan saja, Enci Biauw Eng. Ketahuilah bahwa subo kami telah memutuskan bahwa aku dan Suheng harus menjadi suami isteri. Kami berdua masih tidak dapat mengambil kepastian karena kami tidak tahu apakah kami saling mencinta, apalagi karena Suheng menyatakan bahwa dia mencintaimu. Karena itu, kami berdua sengaja mencarimu untuk bertanya dan kalau kalian berdua masih tetap saling mencinta tentu saja Suheng hanya dapat menikah dengan engkau. Sebaliknya, kalau engkau tidak mencintainya, tentu saja Suheng akan dapat mengambil keputusan apakah dia akan dapat menikah denganku atau tidak, sedangkan aku sendiri pun baru akan dapat memutuskan apakah aku mencinta dia atau tidak. Kalau dia mencinta orang lain, tentu saja aku tidak akan membiarkan hatiku mencintainya. Nah, sekali lagi aku bertanya, sebagai seorang wanita terhadap wanita lain, tanpa bermaksud menghinamu. Apakah Enci mencinta dia, ataukah tidak?"
Mau tidak mau, hati Biauw Eng tersentuh rasa gagum terhadap dara jelita ini. Seorang dara yang jujur, tegas dan tidak berpura-pura sehingga bertanya soal cinta secara begini terbuka. Sifat seperti ini memang cocok sekali dengan sifatnya sendiri, namun sekarang, setelah ia menderita racun cinta yang membuatnya bertahun-tahun merana, berduka dan akhir-akhir ini mengisi perasaannya dengan rasa kebencian, membuat hatinya mengeras dan menjawab ketus,
"Pertanyaanmu itu tidak perlu dijawab lagi karena sekarang, Cia Keng Hong tidak akan menikah siapapun juga, tidak dengan aku atau tidak pula dengan engkau, melainkan dia harus menjadi suami Suciku ini!"
"Aiiihhhhh, mana bisa begitu?" Yan Cu berteriak heran dan juga penasaran.
Keng Hong yang mendengar ucapan Biauw Eng, terkejut dan baru sekarang dia sadar bahwa di samping Biauw Eng ada seorang wanita lain yang memakai pakaian merah. Ia cepat mengalihkan pandang matanya, memandang Hun Bwee. Ia melihat wajah yang cantik dari gadis ini merah sekali akan tetapi kedua matanya mengeluarkan air mata.
"Apa artinya ini?" Keng Hong berkata perlahan, "Nona ini siapakah......?"
"Hemmmm.... Cia Keng Hong, apakah engkau benar sudah lupa kepada Suciku ini, ataukah memang berpura-pura lupa?" Biauw Eng berkata, suaranya penuh kepahitan dan kemarahan ditekan.
"Biauw Eng , aku..... aku merasa pernah melihat Nona ini, akan tetapi entah di mana dan kapan. Siapakah dia?"
"Memang beginilah laki-laki yang berwatak bejat! Menganggap wanita seperti boneka atau bunga yang hanya dinikmati keharumannya, setelah dipermainkan lalu menjadi bosan dan akan dilempar dan dilupakan begitu saja!"
"Biauw Eng......!" Keng Hong mengeluh, memprotes.
Biauw Eng tersenyum, senyum yang menikam ulu hati Keng Hong.
"Hendak menyangkal? Suciku ini adalah Tan Hun Bwee, gadis bernasib malang yang telah kau perkosa kemudian kau tingalkan pergi dan kau lupakan begitu saja! Cia Keng Hong, tak kusangka bahwa engkau sekeji itu. Sekarang engkau harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu yang terkutuk! Engkau harus menjadi suaminya yang sah!"
"Aaaaaaahhh...... Suheng...... betulkah ini.....?" Yan Cu memandang Keng Hong dengan mata terbelalak dan wajah pucat.
Keng Hong memandang Hun Bwee dan teringkatlah dia kini akan gadis baju hijau yang dahulu diperkosa oleh Lian Ci Tojin.
"Ahhh, kiranya Tan-sioca....." Ia memandang penasaran, lalu menoleh kepada Biauw Eng, hendak membantah.
Akan tetapi melihat betapa sinar mata gadis yang dicintanya itu penuh kebencian dan penyesalan ditujukan kepadanya, dia menahan kembali protesnya dan menarik napas panjang, lalu memandang Yan Cu dan berkata,
"Sumoi, aku tidak melakukan berbuatan keji itu. Kuharap engkau dapat percaya kepadaku....."
"Pengecut!" Biauw Eng membentak marah. "Untuk merayu hati gadis ini, tentu saja engkau hendak menutupi segala cacadmu, bersikap seolah-olah engkau seorang laki-laki yang baik. Hemmm......., pemuda mata keranjang berhati palsu!"
Akan tetapi bagaimana dengan dia sendiri? Ah, di antara dia dan Keng Hong memang tidak ada urusan apa-apa! Dia mencinta Keng Hong, dan pemuda itu juga menyatakan cinta kepadanya. Akan tetapi betapa dangkal dan palsu cinta kasih Keng Hong kepadanya! Tidak seperti cintanya, yang mendalam dan tulus ikhlas, cintanya tidak akan luntur oleh kejadian apa pun juga. Benar, sama sekali tidak pernah berubah.
Kemarahannya karena kepalsuan Keng Hong menimbulkan benci seketika saja, namun tetap tidak mampu menghapus cinta kasihnya terhadap pemuda itu. Akan tetapi, apakah yang ia lakukan? Bagaimana kalau ia nanti berhadapan dengan Keng Hong? dapatkah ia menguasai hatinya untuk tidak menjadi lemah kalau berhadapan dengan pemuda itu? Ataukah ia tidak akan dapat menguasai kemarahan dan hatinya yang sakit karena cintanya di sia-siakan lalu turun tangan membunuh pemuda itu? Ah, tidak! Tidak! Dia harus dapat menguasai dan mengatasi perasaan pribadinya.
Dia harus menangkap Keng Hong sesuai dengan perintah gurunya. Dia harus dapat memaksa Keng Hong untuk bertanggung jawab dan mengawini sucinya yang telah diperkosanya! Setelah itu........dia.......dia akan pergi. Jauh! Entah ke mana! Akan tetapi, sebuah ingatan menyelinap di dalam kepalanya, membuyarkan semua angan-angan tadi. Betapa ia memudahkan persoalan. Seolah-olah ia berani memastikan bahwa dia akan dapat memperlakukan Keng Hong sebagaimana yang dia kehendaki!
Seolah-olah Keng Hong merupakan sebuah boneka yang dapat ia bunuh atau tidak! Sejenak ia tadi lupa bahwa yang dia hadapi bukan Keng Hong yang telah menyia-nyiakan cintanya, Bukan hanya Keng Hong yang telah memprkosa Hun Bwee, akan tetapi juga Keng Hong murid Sin-jiu Kiam-ong yang memiliki ilmu kepandaian tinggi! Memang, dengan tingkat kepandaiannya yang sekarang, apalagi ada Hun Bwee disampingnya, ia tidak takut dan percaya akan dapat mengatasi Keng Hong, namun betapapun juga, dia tidak boleh merasa terlalu yakin akan dapat menangkap pemuda itu.
"Biauw Eng.....!!"
Otomatis Biauw Eng menahan kakinya, berdiri dengan muka pucat. Suara itu! Suara itu! Suara laki-laki yang akan ia kenal di antara suara seribu orang laki-laki lain! Suara Keng Hong! Apakah karena sejak tadi melamunkan Keng Hong, kini telinganya mendengar yang bukan-bukan?
"Biauw Eng........!!"
Biauw Eng meloncat dan membalikan tubuhnya sambil berbisik,
"Keng Hong.....!"
Melihat sikap Biauw Eng dan mendengar bisikan itu Hun Bwee juga terkejut dan cepat membalikkan tubuhnya. Amatlah menarik untuk memperhatikan wajah dua orang gadis cantik ini ketika mereka membalikan tubuh dan melihat Keng Hong datang bersama seorang dara jelita.
Wajah Biauw Eng pucat sekali. Mula-mula sekali, begitu ia membalik dan matanya menangkap wajah dan tubuh Keng Hong, tampak sinar memancar keluar dari pandang matanya, sinar penuh kegembiraan dan kebahagiaan. Namun sinar itu segera menyuram dan lenyap, terganti oleh sinar kilatan penuh cemburu ketika ia melihat dara yang amat cantik jelita di samping Keng Hong.
Kilatan cemburu yang terpancar dari sepasang matanya itu pun sebentar saja dan segera wajahnya yang pucat itu tidak membayangkan apa-apa, tetap dingin tidak membayangkan sesuatu, wajah dan matanya kosong memandang kepada Keng Hong dan Yan Cu yang datang berlari-lari menuju ke tempat mereka berdiri menanti, di dalam hutan yang sunyi itu.
Adapun wajah Hun Bwee berubah menjadi merah sekali. Sulit untuk menduga apa yang bergolak di hati dan pikiran gadis ini. Dia segera mengenal Keng Hong, terbelalak memandang pemuda itu, sama sekali tidak mempedulikan gadis jelita yang berlari di samping Keng Hong dan wajahnya menjadi merah sekali. Entah perasaan apa yang berkecamuk di dalam hatinya, akan tetapi yang sudah jelas sekali, gadis baju merah ini merasa malu dan jengah sekali bertemu dengan orang yang telah memperkosanya, orang yang dikagumi dan dicintanya akan tetapi kemudian merusak hatinya. Mungkin saat itu pernyataan Biauw Eng untuk memaksa pemuda itu mempertanggung jawabkan perbuatannya terhadap dirinya itulah yang membuat ia menjadi malu dan bingung!
"Biauw Eng....!"
Untuk ketiga kalinya Keng Hong menyerukan nama ini dan kini dia dan Yan Cu telah berdiri berhadapan dengan Biauw Eng dan Hun Bwee. Keng Hong hanya menujukan pandang matanya kepada Biauw Eng, kepada wajah yang tak pernah dia lupakan barang sedetik pun, kepada mata yang membuat hatinya terharu, mata yang indah dan dingin, terbayang kedukaan amat hebat di dalamnya. Keng Hong memandang Biauw Eng, tidak melihat apa-apa lagi, tidak pula melihat Hun Bwee. Dadanya turun naik, terengah-engah, bukan karena kelelahan, melainkan karena menahan gejolak hatinya yang menggetarkan seluruh tubuhnya.
Yan Cu juga berdiri terengah dan gadis ini terengah karena kelelahan, karena ia tadi harus mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengimbangi kecepatan lari suhengnya. Kini Yan Cu berdiri memandang dua orang gadis itu dengan penuh perhatian dan penyelidikan. Kedua orang gadis itu sama cantik, sama menarik dan sama gagah perkasa. Akan tetapi amat mudah bagi matanya yang tajam itu untuk menduga yang manakah Biauw Eng. Bukan hanya karena kecantikan Biauw Eng yang indah dingin bagaikan lautan salju di utara, melainkan juga ia dapat melihat ke manakah sasaran pandang mata suhengnya yang seperti orang kena pesona. Dia tidak heran mengapa suhengnya jatuh cinta kepada Biauw Eng yang memang cantik luar biasa itu, akan tetapi keningnya berkerut menyaksikan sikap Biauw Eng yang begitu dingin sehingga tidak wajar dan membuat bulu tengkuknya berdiri. Wanita sedingin ini, mana mungkin dapat dicairkan dengan panasnya api cinta?
Baik Biauw Eng maupun Keng Hong belum dapat menemukan suara mereka kembali yang lenyap karena gelora hati yang membadai, yang timbul di saat mereka saling bertemu. Dua pasang mata itu bertemu dan seolah-olah bertanding mengadu kekuatan, ataukah saling peluk tak ingin dilepaskan kembali? Keduanya tidak berkedip, seperti terkena sihir.
"Apakah engkau yang bernama Sie Biauw Eng?"
Tiba-tiba suara Yan Cu yang nyaring membuat Keng Hong dan Biauw Eng sadar dan gadis ini lalu memandang kepada Yan Cu. Sejenak pandang matanya mengeluarkan sinar kilat penuh cemburu sehingga mengejutkan Yan Cu. Akan tetapi dara ini tersenyum ketika melihat Biauw Eng mengangguk dan ia bertanya dengan suara wajar.
"Jadi kalau begitu Enci Biauw Eng dan Cici itu yang mencari-cari Suheng Cia Keng Hong?"
Kembali Biauw Eng mengangguk, tidak bernafsu untuk bicara dengan dara jelita yang entah menapa menyebut Keng Hong sebagai suhengnya itu.
Wajah Yan Cu berseri gembira.
"Sungguh kebetulan sekali! Susah payah kami berdua mencari Enci Biauw Eng sampai ke mana-mana, sekarang dapat bertemu di sini sungguh amat menggirangkan hatiku."
"Hemmm......!" Biauw Eng mengeluarkan suara, sikapnya makin dingin. "Kami mencari dia ada sebab-sebabnya yang penting. Kalian mencari aku ada apakah?"
Heran, pikir Yan Cu. Gadis yang biarpun cantik akan tetapi sikapnya sedingin es dan agaknya amat galak ini bagaimana bisa menjatuhkan hati Keng Hong? Akan tetapi dia tetap tersenyum dan bertanya,
"Enci Biauw Eng, kami mencarimu hanya untuk bertanya apakah Enci Biauw Eng masih mencinta Suheng Keng Hong?"
"Sumoi.....!!"
Wajah Keng Hong menjadi merah sekali. Sungguh sumoinya ini terlalu sekali, masa mengajukan pertanyaan seperti itu secara kasar dan langsung, seperti orang bertanya tentang hal sehari-hari yang biasa saja!
Juga Biauw Eng kaget bukan main. Pertanyaan itu datangnya begitu tiba-tiba dan sama sekali tidak pernah disangkanya sehingga merupakan serangan tusukan pedang yang langsung mengenai jantungnya. Wajahnya yang tadinya pucat itu menjadi merah sekali. Ia balas bertanya dengan suara membentak,
"Bocah lancang mulut! Apa sangkut pautnya denganmu?"
Yan Cu memutar bola matanya mengerling ke arah Biauw Eng.
"Lebih baik aku bicara terang-terangan saja, Enci Biauw Eng. Ketahuilah bahwa subo kami telah memutuskan bahwa aku dan Suheng harus menjadi suami isteri. Kami berdua masih tidak dapat mengambil kepastian karena kami tidak tahu apakah kami saling mencinta, apalagi karena Suheng menyatakan bahwa dia mencintaimu. Karena itu, kami berdua sengaja mencarimu untuk bertanya dan kalau kalian berdua masih tetap saling mencinta tentu saja Suheng hanya dapat menikah dengan engkau. Sebaliknya, kalau engkau tidak mencintainya, tentu saja Suheng akan dapat mengambil keputusan apakah dia akan dapat menikah denganku atau tidak, sedangkan aku sendiri pun baru akan dapat memutuskan apakah aku mencinta dia atau tidak. Kalau dia mencinta orang lain, tentu saja aku tidak akan membiarkan hatiku mencintainya. Nah, sekali lagi aku bertanya, sebagai seorang wanita terhadap wanita lain, tanpa bermaksud menghinamu. Apakah Enci mencinta dia, ataukah tidak?"
Mau tidak mau, hati Biauw Eng tersentuh rasa gagum terhadap dara jelita ini. Seorang dara yang jujur, tegas dan tidak berpura-pura sehingga bertanya soal cinta secara begini terbuka. Sifat seperti ini memang cocok sekali dengan sifatnya sendiri, namun sekarang, setelah ia menderita racun cinta yang membuatnya bertahun-tahun merana, berduka dan akhir-akhir ini mengisi perasaannya dengan rasa kebencian, membuat hatinya mengeras dan menjawab ketus,
"Pertanyaanmu itu tidak perlu dijawab lagi karena sekarang, Cia Keng Hong tidak akan menikah siapapun juga, tidak dengan aku atau tidak pula dengan engkau, melainkan dia harus menjadi suami Suciku ini!"
"Aiiihhhhh, mana bisa begitu?" Yan Cu berteriak heran dan juga penasaran.
Keng Hong yang mendengar ucapan Biauw Eng, terkejut dan baru sekarang dia sadar bahwa di samping Biauw Eng ada seorang wanita lain yang memakai pakaian merah. Ia cepat mengalihkan pandang matanya, memandang Hun Bwee. Ia melihat wajah yang cantik dari gadis ini merah sekali akan tetapi kedua matanya mengeluarkan air mata.
"Apa artinya ini?" Keng Hong berkata perlahan, "Nona ini siapakah......?"
"Hemmmm.... Cia Keng Hong, apakah engkau benar sudah lupa kepada Suciku ini, ataukah memang berpura-pura lupa?" Biauw Eng berkata, suaranya penuh kepahitan dan kemarahan ditekan.
"Biauw Eng , aku..... aku merasa pernah melihat Nona ini, akan tetapi entah di mana dan kapan. Siapakah dia?"
"Memang beginilah laki-laki yang berwatak bejat! Menganggap wanita seperti boneka atau bunga yang hanya dinikmati keharumannya, setelah dipermainkan lalu menjadi bosan dan akan dilempar dan dilupakan begitu saja!"
"Biauw Eng......!" Keng Hong mengeluh, memprotes.
Biauw Eng tersenyum, senyum yang menikam ulu hati Keng Hong.
"Hendak menyangkal? Suciku ini adalah Tan Hun Bwee, gadis bernasib malang yang telah kau perkosa kemudian kau tingalkan pergi dan kau lupakan begitu saja! Cia Keng Hong, tak kusangka bahwa engkau sekeji itu. Sekarang engkau harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu yang terkutuk! Engkau harus menjadi suaminya yang sah!"
"Aaaaaaahhh...... Suheng...... betulkah ini.....?" Yan Cu memandang Keng Hong dengan mata terbelalak dan wajah pucat.
Keng Hong memandang Hun Bwee dan teringkatlah dia kini akan gadis baju hijau yang dahulu diperkosa oleh Lian Ci Tojin.
"Ahhh, kiranya Tan-sioca....." Ia memandang penasaran, lalu menoleh kepada Biauw Eng, hendak membantah.
Akan tetapi melihat betapa sinar mata gadis yang dicintanya itu penuh kebencian dan penyesalan ditujukan kepadanya, dia menahan kembali protesnya dan menarik napas panjang, lalu memandang Yan Cu dan berkata,
"Sumoi, aku tidak melakukan berbuatan keji itu. Kuharap engkau dapat percaya kepadaku....."
"Pengecut!" Biauw Eng membentak marah. "Untuk merayu hati gadis ini, tentu saja engkau hendak menutupi segala cacadmu, bersikap seolah-olah engkau seorang laki-laki yang baik. Hemmm......., pemuda mata keranjang berhati palsu!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar