*

*

Ads

FB

Kamis, 25 Agustus 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 148

Biarpun Go-bi Thai-houw otaknya miring, akan tetapi dalam hal silat, ia lihai dan awas sekali sehingga ia dapat melihat bahwa murid barunya ini paling boleh diandalkan. Setelah menggembleng dua orang muridnya secara tekun dan luar biasa, pada suatu hari ia memanggil mereka menghadap dan dengan suara tegas nenek gila ini berkata,

"Hun Bwee dan Biauw Eng, sekarang juga kalian harus pergi mencari Sin-jiu Kiam-ong dan membunuhnya mewakili aku!"

Hun Bwee dan Biauw Eng yang berlutut di depan nenek gila ini saling pandang dan diam-diam mereka terkejut karena baru sekarang mereka mendengar suara nenek itu seperti orang normal.

"Subo, Sin-jiu Kiam-ong telah mati." Jawab Hun Bwee.

"Betul, Subo. Sin-jiu Kiam-ong telah mati," Biauw Eng membantu sucinya.

"Kalau begitu, kalian berdua pergi sana mencari kuburannya dan bawa tengkoraknya ke sini!"

Kembali dua orang gadis itu saling lirik. Mereka berdua sudah mendengar bahwa Sin-jiu Kiam-ong meninggal dunia di puncak Kiam-kok-san dan kabarnya jenazah kakek raja pedang itu telah di perabukan, dibakar oleh muridnya.

"Subo, semua orang di dunia kang-ouw mengatakan bahwa jenazah Sin-jiu Kiam-ong tidak dikubur, melainkan di perabukan," kata pula Biauw Eng.

"Bukkk!!"

Kaki kiri nenek itu dibanting ke atas tanah sehingga dua orang gadis itu merasa betapa tanah di bawah mereka tergetar, seperti ada gempa bumi!

"Kau tidak bohong? Berani mempertaruhkan apa kalau bohong?"

"Teecu berani mempertaruhkan kepala teecu kalau teecu membohong, Subo," jawab Biauw Eng.

"Teecu juga sudah mendengar urusan itu sebelum teecu tiba di sini dan menjadi murid Subo," kata pula Hun Bwee.

"Hoahhh, sialan dangkalan! Siapa yang berani lancang membakar mayatnya sehingga aku tidak membalas orangnya, tidak mampu pula membalas tulangnya? Hayo katakan, siapa yang berani lancang demikian?"

Dua orang gadis itu sudah biasa menyaksikan watak yang aneh dan edan-edanan ini, maka mereka pula melayani terus.

"Menurut kabar di dunia kang-ouw, yang membakar jenazahnya adalah murid tunggalnya," kata pula Biauw Eng dan jantungnya berdebar keras karena percakapan ini tanpa di sengaja telah menyinggung diri Keng Hong!






"Hayaaaaah-ha-ha-ha! Murid tunggalnya? Dia punya murid? Yahuuuu! Bagus sekali! Siapakah nama muridya itu? Siapa tahu?"

"Cia Keng Hong..!"

Dua orang gadis itu saling lirik dengan heran karena nama itu mereka sebutkan dengan berbareng!

“Baik, sekarang kuperintah kalian pergi dan lekas tangkap muridnya yang bernama Cia Keng Hong itu. Seret dia ke sini! Mengerti?"

"Baik, Subo!" kata Hun Bwee penuh gairah.

"Baik, Subo!" Biauw Eng juga menjawab, pikirannya melayang jauh.

"Awas, jangan sampai gagal. Kalau kalian pulang tidak membawa Cia Keng Hong, kalian berdua akan kubunuh!"

"Sumoi, mari kita berangkat!"

Demikianlah, kedua orang gadis itu meninggalkan guru mereka dan turun gunung, mulai dengan perjalanan mereka untuk mencari dan menangkap Cia Keng Hong.

"Kemana kita akan mencari dia?" Tanya Biauw Eng setelah mereka tiba di kaki gunung.

"Aku pun tidak tahu. Kita nanti tanya-tanya kepada orang-orang kang-ouw."

"Kurasa sebaiknya mencari ke kota raja, di sana tentu kita dapat mendengar banyak."

Pada pagi hari itu, mereka melanjutkan perjalanan naik perahu di sepanjang sungai Huang-ho. Mereka tentu tidak akan bertemu Siauw Lek kalau tidak melihat mayat tukang perahu terapung-apung. Biarpun kedua orang gadis ini tidak peduli, akan tetapi sedikit banyak mereka tertarik, maka ketika mereka melihat perahu kosong di tempat sunyi itu, Biauw Eng mendayung perahu dan meloncat ke darat, kedua orang gadis ini tiba pada saat puteri bangsawan yang diperkosa itu menggigit leher Siauw Lek sehingga dipukul mati oleh penjahat keji itu.

Demikianlah mengapa Biauw Eng dan Hun Bwee dapat tiba di tempat sunyi itu dan Biauw Eng kini mendayung perahunya meninggalkan tempat itu dengan cepat. Jantungnya berdebar keras, teringat ia akan teriakan Hun Bwee yang menyiksa Siauw Lek.

Dahulu di depan Go-bi Thai-houw dia tidak merasa terlalu heran mendengar gadis itu menyebut nama Keng Hong sebagai murid Sin-jiu Kiam-ong amat terkenal, diketahui oleh semua tokoh kang-ouw karena memang menjadi perhatian berhubung adanya Siang-bhok-kiam yang dijadikan rebutan. Akan tetapi, ketika menyiksa Siauw Lek, mengapa sucinya menyebut nama Keng Hong? Apakah karena pikirannya yang sudah tidak waras itu tanpa disadarinya telah mencampuradukkan nama-nama orang?

"...Cia Keng Hong...Kubunuh kau... ahhh...!"

Mendengar ini, Biauw Eng cepat menengok dan ia melihat Hun Bwee sudah siuman dan sucinya itu menangis sambil menyebut nama Keng Hong berkali-kali! Jantung Biauw Eng berdebar keras. Cepat ia mendayung perahunya ke pinggir, mengikat tali perahu ke batang pohon kemudian ia cepat merangkul sucinya yang masih menangis sedih.

"Suci... sadarlah... engkau kenapakah, Suci?"

".... ahhh, Cia Keng Hong.. Betapa kejamnya engkau..!" Kembali Biauw Eng terkejut sekali.

"Suci, ingatlah. Kita berada di perahu dan yang kau bunuh tadi adalah Kim-lian Jai-hwa-ong Siauw Lek."

Hun Bwee mengangkat muka memandang sumoinya dan Biauw Eng makin heran karena pandang mata sucinya wajar, tidak membayangkan keruwetan batin. Hun Bwee memegang lengan Biauw Eng dan berkata perlahan sambil menyusut air matanya.

"Jangan khawatir, Sumoi. Aku tidak apa-apa dan aku sadar. Aku tahu bahwa anjing yang kusiksa itu adalah Siauw Lek. Akan tetapi semua itu membuat aku teringat akan pengalamanku dahulu, teringat akan.. Cia Keng Hong dan hatiku sakit sekali."

"Cia Keng Hong..?" Biauw Eng mengulang nama ini penuh pertanyaan.

Tan Hun Bwee menghela napas panjang dan mengangguk.
"Diluar kesadaranku, karena hati sakit, aku telah menyebut namanya. Tadinya hendak kurahasiakan dari siapa pun juga, Sumoi, bahkan Subo sendiri tidak tahu. Akan tetapi... biarlah, karena engkau sudah tahu sekarang. Memang, Cia Keng Hong itulah, orang yang oleh Subo disuruh kita menangkapnya, murid Sin-jiu Kiam-ong itulah yang telah memperkosaku.."

Dan kembali air mata mengalir turun dari kedua mata Hun Bwee.
"Ah, sungguh tak kusangka.. betapa sakit hatiku memikirkan hal itu.. hu-hu-huuuuuukkk...!"

Hun Bwee tersedu-sedu dan Biauw Eng cepat merangkulnya. Sepasang mata Biauw Eng sendiri menitikkan dua butir air mata dan gadis ini menggigit bibir bawahnya, Keng Hong pula!!

"Pemuda yang begitu tampan... begitu gagah perkasa.. Begitu halus budi... mengapa...? Mengapa..? Ahhh....!!"

Hun Bwee terisak-isak dan mencengkeram pundak Biauw Eng, menangis di atas dada sumoinya.

"Sudahlah, Suci. Tenangkan hatimu tak perlu kau ceritakan kalau memang hal itu membangkitkan kenangan pahit.."

"Biar kau dengar, Sumoi, agar kau betapa buruknya nasib Sucimu ini...!"

Hun Bwee mengangkat mukanya dan Biauw Eng cepat mengusap air matanya sendiri dan mendengar sambil memundukkan mukanya.

"Ayah bundaku mengandung dendam kepada Sin-jiu Kiam-ong karena dahulu pernah diganggu ketika ayah bundaku mengawal seorang puteri. Namun ayah bundaku tak pernah berhasil membalas dendam, sehingga ayah bundaku meninggal dalam keadaan mengenaskan, menanggung dendam. Aku yang ditinggal mati dan hidup sebatangkara lalu berusaha membalas dendam atau setidaknya merampas kembali barang-barang berharga yang dahulu dirampas Sin-jiu Kiam-ong. Kemudian aku bertemu dengan Cia Keng Hong! Tutur sapanya yang manis, nasihat-nasihatnya yang amat berharga menyentuh sanubariku, membuat aku insyaf dan aku menerima nasihatnya untuk menghapus permusuhan." Ia berhenti sebentar dan Biauw Eng mendengarkan dengan hati berdebar.

Terbayang di depan matanya wajah Keng Hong, terngiang suara yang selalu tak pernah ia lupakan. Kalau sucinya tahu akan semua pengalamannya, akan kekecewaan dan akan penghinaan-penghinaan yang dideritanya, akan cintanya kepada Keng Hong, kemudian betapa cintanya dihancur leburkan, ahhh, pengalaman sucinya itu masih belum apa-apa, masih ringan!

"Malah aku... aku tertarik... dan ketika itu muncul dua orang tosu Kun-lun-pai yang hendak menangkapnya. Aku mati-matian membelanya, malah aku sendiri sampai roboh oleh tokoh Kun-lun-pai. Akan tetapi.. apa yang dia lakukan sebagai balas jasa..? Aku dala keadaan pingsan.. Dan agaknya dia berhasil mengusir dua orang tosu Kun-lun-pai itu.. ketika aku sadar... aku telah diperkosa..!"

"Hemmmmm...!!" Biauw Eng menggigit bibirnya. Awas engkau, Keng Hong! Demikian hatinya berbisik.

"Kalau saja dia berterus terang... Ah, aku sudah seperti gila.. masih dapat diselesaikan dengan baik... akan tetapi dia.. si pengecut itu... Dia menyangkalnya...!" Hun Bwee kelihatan berduka sekali, menghapus air matanya lalu berkata, "Itulah sebabnya mengapa ketika Subo menyuruh kita pergi mencari Keng Hong, aku bersemangat sekali. Ketika tadi aku menyiksa dan membunuh Siauw Lek, terbayang olehku bahwa yang kusiksa itu adalah Keng Hong dan.. dan aku... uhu-hu-huuuh.. aku.... tidak tega.. Sumoi..!"

Biauw Eng memeluk pundak sucinya dan termenung. Hemmmmmm, betapa besar rasa cinta kasih yang berakar di dalam hati sucinya ini terhadap Keng Hong! Biarpun sudah diperkosa dan disangkal pula, kini masih belum lenyap rasa cinta kasih itu sehingga membayangkan betapa dia akan membalas dendam kepada pemuda itu saja membuat ia berduka dan tidak tega!

"Suci, katakanlah terus terang. Aku mohon kepadamu, katakanlah terus terang kepadaku. Apakah engkau mencinta Cia Keng Hong?"

Hun Bwee mengangguk.
"Semenjak dia menasehati aku untuk menghapus permusuhan, aku kagum kepadanya, aku tertarik dan aku sudah jatuh cinta kepadanya. Biarpun dia telah memperkosaku, kalau dia mengakui perbuatannya, dahulu pun aku bersedia mengampuninya...... tapi dia...... dia menyangkal........."

"Suci, katakanlah lagi secara terus terang. Andaikata dia itu suka mengakui perbuatannya terhadap dirimu, lalu mohon ampun kepadamu, apakah..... apakah Suci suka mengampuninya dan suka pula menerimanya sebagai ....... sebagai suamimu?"

Hun Bwee memandang sumoinya dengan mata terbelalak.
"Mungkinkah.......? Mungkinkah dia...... mau........ melakukan hal itu?"

"Aku akan memaksa dia, Suci! Akulah orangnya yang akan memaksa dia agar jangan bersikap pengecut, agar suka mengakui perbuatannya yang keji terhadap dirimu, dan agar minta maaf kepadamu dan mempertanggung jawabkan perbuatannya itu dengan mengawinimu!"

Biauw Eng berkata penuh semangat dengan sepasang mata berani dan kedua tangan dikepal.

"Aaahhhh, Sumoi.......!" Hun Bwee merangkulnya sambil menangis. "Aku...... aku lemah. Aku cinta padanya......! Hi-hi-hi-hi-hik! Aku........ aku cinta Keng Hong, ha-ha-ha-ha-ha-ha-hah-hah!"

Biauw Eng bergidik. Hatinya penuh keharuan. Keng Hong benar-benar manusia keparat, pikirnya. Sudah merusak hatinya, merusak cintanya, kini menyebabkan Hun Bwee menjadi gila seperti ini!

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: