*

*

Ads

FB

Selasa, 23 Agustus 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 138

Sambil tertawa-tawa mengikik nenek ini lalu mengambil sepasang golok emas pusaka Kong-thong-pai dan dengan mudahnya ia menekuk kedua golok emas itu sampai melengkung dan membentuk dua buah kaitan dari emas! Kemudian, sambil terkekeh-kekeh sehingga air ludah muncrat-muncrat melalui giginya yang besar-besar, nenek itu lalu menancapkan sepasang kaitan ke arah pundak Keng Hong.

"Plak-plak-plak...! Aiiihhhhh!!"

Tubuh nenek itu terhuyung-huyung ke belakang dan sepasang golok yang sudah menjadi kaitan-kaitan emas itu terlepas dari tangannya. Ternyata bahwa hawa sinkang yang memenuhi tubuh Keng Hong sampai melewati takaran, yaitu hawa sinkang Thian-te Sam-lo-mo tadi, masih berputaran di tubuhnya, tidak menemukan jalan keluar sehingga ketika pundak itu tersentuh tenaga dari luar, otomatis tenaga sinkang itu menyambut dan menendang.

Nenek ini bukan lain adalah Ang-bin Kwi-bo, seorang di antara keempat datuk hitam yang terkenal disebut Bu-tek Su-kwi (Empat Iblis Tanpa Tanding). Dia memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi tingkatnya, memiliki pengalaman yang amat luas, maka setelah hilang kagetnya, ia mengangguk dan memandang ke arah pemuda itu yang masih pingsan.

Ia mencelat maju lagi, kini kepalanya digerakkan dan ujung rambutnya melecut ke depan, dua kali menotok ke arah dua jalan darah Keng Hong di kedua pundak. Karena ujung rambut ini merupakan benda lemas, dan memang menjadi keistimewaan Ang-bin Kwi-bo untuk menggunakan rambutnya di samping kukunya sebagai senjata, maka jalan darah di kedua pundak itu kena ditotok sehingga tertutup dan hawa sinkang yang berputaran di tubuhnya itu tidak dapat menembus ke pundak. Setelah terkekeh girang Ang-bin Kwi-bo kembali menggerakkan sepasang kaitan emas itu dengan kedua tangannya.

"Cresss! Cresss!"

Karena tangan Ang-bin Kwi-bo memang ahli dan tanaganya kuat sekali, dengan mudah saja kedua kaitan emas itu menancap di daging pundak, terus di putar sehingga kaitan-kaitan itu kini menancap dan mengait kedua tulang pundak Keng Hong!

"Auggghhh...!" Keng Hong bergerak, matanya terbuka dan mulutnya mengeluh. "Aduhhh... aduhhh..."

Ia mencoba akan bangun namun terbanting kembali ketika Ang-bin Kwi-bo menarik ikat pinggangnya yang ujungnya ditalikan kepada dua gagang golok dan mengait kedua pundak Keng Hong itu. Tentu saja tarikan itu membuat sepasang kaitan itu mengait dan menarik tulang pundak Keng Hong dan Keng Hong terbanting roboh sambil mengeluh. Rasa nyeri di pundaknya bercampur dengan rasa muak yang timbul oleh gerakan sinkang yang berlebihan di tubuhnya.

"Hah-hah-hah-hi-hik! Cia Keng Hong, engkau murid Sin-jiu Kiam-ong, masih ingatkah kepadaku?"

Keng Hong menengok dan tanpa menengok sekalipun dia akan mengenal suara ketawa itu.

"Hemmm..."

Ia hendak bicara, akan tetapi dadanya seperti hendak meledak, perutnya mengeras dan dia muak sekali, hendak muntah. Maklumlah dia bahwa kedua pundaknya dikait dan dia tidak berdaya lagi. Kalau dia meronta, berarti kedua tulang pundaknya akan patah-patah dan kalau hal ini terjadi, kedua lengannya akan lumpuh tak dapat dia gerakkan lagi!






Maka, soal pundaknya terkait dan soal Ang-bin Kwi-bo adalah soal kedua yang membutuhkan pemikiran tenang dan mendalam, lebih dulu dia harus membereskan soal pertama, yaitu tenaga atau hawa sinkang ketiga orang kakek iblis yang kini "pindah" ke dalam tubuhnya. Maka dia tidak jadi bicara, meramkan matanya dan mengatur napas, menyedot hawa yang berkeliaran dan berputaran itu ke dalam pusarnya.

Ang-bin Kwi-bo sambil terkekeh-kekeh dan memegangi ujung ikat pinggangnya lalu menghampiri tumpukan pusaka. Ia mengikatkan ujung ikat pingang pada pinggangnya, dengan girang dia membungkus pusaka-pusaka itu dengan saputangan dan dia kaitkan di pundaknya, kemudian menyelipkan Siang-bhok-kiam di pinggang. Setelah terkekeh-kekeh lagi saking girang dan puas hatinya ia berkata kepada Keng Hong.

"Cia Keng Hong, engkau minta hidup atau mati?"

Pada saat itu, Keng Hong sudah berhasil menaklukan hawa sinkang liar itu dan dia merasa betapa hawa yang kini berkumpul di pusarnya amat kuat dan panas. Ia telah memperoleh kemajuan dalam waktu singkat, padahal kalau harus melatih diri, untuk mendapatkan tenaga sinkang seperti yang "diberikan" tiga orang kakek itu kepadanya, mungkin membutuhkan waktu puluhan tahun! Mendengar pertanyaan nenek itu, Keng Hong menjawab tenang.

"Ang-bin Kwi-bo, mati hidupmu sendiri saja engkau tidak mampu menguasai, bagaimana engkau akan dapat menguasai mati hidup orang lain? Mati hidup manusia sepenuhnya berada di tangan Thian!"

"Heh-heh-heh! Hi-hi-hik! Omongan melantur! Omongan kosong dari orang yang sudah putus harappan! Lihat, dengan kedua pundakmu terkait, kalau aku menghendaki sekali sendal saja dengan ikat pinggang ini, kedua tulang pundakmu akan patah-patah dan kalau sudah begitu, seorang anak kecil pun akan mampu membunuhmu karena kau tidak dapat menggerakkan lagi kedua tanganmu. Bukankah hal ini berarti bahwa mati hidup kau berada di tanganku? Kalau aku menghendaki kau mati, engkau akan mati, akan tetapi kalau aku menghendaki engkau hidup, mungkin engkau dapat hidup lebih lama."

Keng Hong bukanlah orang bodoh. Kalau memang nenek iblis itu menghendaki dia mati, tentu tidak perlu kedua pundaknya dikait seperti ini. Tadi ketika dia pingsan, apa sukarnya bagi nenek itu untuk membunuhnya? Akan tetapi nenek itu tidak membunuhnya, melainkan menawannya. Hal ini sudah meyakinkan bahwa nenek itu tidak akan membunuhnya begitu saja!

"Engkau tersesat, Kwi-bo. Mati hidupku bukan berada di tanganmu, melainkan di tangan Tuhan, seperti juga mati hidupmu. Kalau Tuhan menghendaki, biarpun keadaan kita seperti ini, bisa saja engkau yang mati dan aku yang hidup!"

"Tutup mulutmu yang sombong!"

Tiba-tiba Ang-bin Kwi-bo membentak dan menarik sedikit ikat pinggang itu. Keng Hong merasa seolah-olah semua urat di tubuhnya dibetot, demikian hebat rasa nyeri di tubuhnya sehingga jari-jari kaki tangannya mengkerut, mukanya berkerut dan peluh sebesar kacang hijau keluar memenuhi mukanya. Namun dia mengeraskan hati tidak mau mengeluh.

"Apa kehendakmu, Kwi-bo?"

"Katakan, engkau minta mati atau hidup?"

"Maksudmu bagaimana? Kalau minta mati bagaimana kalau hidup bagaimana?"

Ang-bin Kwi-bo mengeget kedua baris giginya sehingga terdengar bunyi berkerot.
"Bedebah engkau, keras kepala dan sombong seperti Sie Cun Hong! Sudah menghadapi maut masih bicara besar! Dasar engkau murid seorang yang besar kepala, seorang yang sejahat-jahatnya di dunia ini, seorang..."

"Cukup, Kwi-bo! Suhu sudah menginggal dunia, tidak perlu kau maki-maki. Apapun yang kau katakan, aku yakin bahwa suhu seorang yang paling gagah perkasa dan berbudi mulia di dunia ini!"

"Mulia? Cuhhh!" Ang-bin Kwi-bo meludah. Ludah kental itu meluncur ke tanah dan amblas seperti sebutir peluru. "Kau bangun dan duduklah, agar aku dapat melihat mukamu!"

Keng Hong menahan rasa nyeri yang membuat pandang matanya berkunang ketika dia bangkit duduk dan menghadap nenek itu. Nenek itu memandang penuh perhatian, kemudian berkata,

"Memang cocok menjadi murid Sie Cun Hong, gagah dan tampan." Nenek itu mengangguk-angguk, lalu melanjutkan "Sayang kalau harus mari dalam usia muda. Gadis-gadis cantik akan kehilangan seorang penggoda dan pemikat menarik, hi-hi-hik! Cia Keng Hong, kau berikan ilmu Thi-khi-I-beng kepadaku dan engkau takkan kubunuh!"

Hemmm, itukah yang dikehendakinya? Keng Hong memutar otaknya dan teringatlah dia akan Kiu-bwe Toa-nio yang pernah juga menawannya dan memaksanya mengajarkan Thi-khi-I-beng akan tetapi kemudian malah hendak menyedot habis sinkangnya!

Nenek ini, Ang-bin Kwi-bo, adalah seorang datuk kaum sesat, yang selain jauh lebih lihai daripada Kiu-bwe Toa-nio, juga jauh lebih kejam, lebih curang dan jahat. Ia harus dapat bertahan, karena kalau dia ajarkan ilmu itu, tetap saja sedikit harapan dapat hidup setelah terjatuh di tangan nenek iblis ini dan dengan memiliki ilmu itu berarti dia membantu nenek ini merajalela melakukan banyak kejahatan. Tentu nenek ini akan menjadi lebih lihai dan lebih jahat.

"Aku tidak pernah mempelajari ilmu yang kau sebut Thi-khi-I-beng itu, Kwi-bo. Bagaimana aku akan dapat memberikan kepadamu?"

Nenek yang tadinya terkekeh-kekeh itu tiba-tiba seperti serigala, dan dua kali ia menggerakkan ikat pinggangnya, Keng Hong mengeluh dan terguling pingsan. Rasa nyeri tak tertahankannya lagi.

Melihat pemuda itu pingsan, Ang-bin Kwi-bo menjadi makin marah dan panas hatinya. Melihat korbannya pingsan, ia merasa seperti diejek. Kalau pemuda itu sudah pingsan, apa yang dapat ia lakukan? Menyiksanya pun tiada guna, biar disayat-sayat tubuh itu, takkan terasa dan juga dia tidak akan mendapatkan Thi-khi-I-beng!

Keng Hong siuman. Kedua pundaknya terasa panas dan nyeri yang menjalar ke seluruh tubuh.

"Cia Keng Hong! Apakah engkau masih berkeras kepala tidak mau memberikan ilmu itu kepadaku?"

Ang-bin Kwi-bo yang melihat pemuda itu siuman cepat bertanya. Keng Hong maklum bahwa tidak perlu lagi berpura-pura. Memang dia tidak pernah mempelajari Thi-khi-I-beng, melainkan mendapatkan ilmu itu secara otomatis ketika gurunya memindahkan sinkang ke tubuhnya, kemudian dia dapat menguasai dan mengendalikan hawa mujijat itu setelah dia memperdalam ilmunya di tempat rahasia dalam batu pedang di Kiam-kok-san. Akan tetapi dia kini sudah memiliki ilmu itu dan agaknya ilmu itulah yang disebut Thi-khi-I-beng dan yang selama ini dikabarkan sudah lenyap dari dunia persilatan.

"Ang-bin Kwi-bo, andaikata aku memiliki ilmu yang kau sebutkan itu sekalipun, agaknya tak mungkin dapat kuberikan kepadamu. Engkau adalah seorang tokoh yang jahat seperti iblis..."

"Sombong! Kau kira engkau ini orang apa? Kau kira gurumu itu manusia baik-baik? Sin-jiu Kiam-ong adalah seorang manusia busuk, seorang suami yang tidak setia!"

"Cukup, Kwi-bo! Mau bunuh boleh bunuh, aku tidak takut mati. Tidak perlu engkau menjelek-jelekkan nama baik suhu. Suhu adalah seorang yang mulia, mana bisa dibandingkan dengan engkau?"

"Sie Cun Hong, hi-hi-hik. Dengarlah omongan muridmu ini!" Nenek itu berdongak dan bicara kepada awan di angkasa seolah-olah dia bicara dengan arwah Sin-jiu Kiam-ong. "Hi-hi-hik, Cia Keng Hong, engkau benar kepala batu. Kalau tidak disiksa engkau tentu akan berkeras kepala terus. Sekarang kita kesampingkan dulu ilmu Thi-khi-I-beng! Aku hanya minta kau mengatakan bahwa Sie Cun Hong gurumu itu adalah seorang manusia cabul. Hayo, katakan!"

"Sin-jiu Kiam-ong Sie Cun Hong guruku itu adalah seorang laki-laki sejati, dan perempuan-perempuan itulah, termasuk engkau , yang tergila-gila kepadanya!"

Ang-bin Kwi-bo memelintir ikat pinggang itu di kedua telapak tangannya. Hawa panas beracun dari kedua tangannya yang membuat ia terkenal, yaitu Ilmu Ban-tok-sin-ciang (Tangan Sakti Selaksa Racun) menjalar ke dalam ikat pingang itu, terus kepada kaitan emas dan memasuki tubuh Keng Hong melalui pundaknya.

Pemuda itu seketika menjadi pucat wajahnya. Ia merasa betapa kedua pundaknya dimasuki hawa panas yang gatal-gatal, seperti ada ribuan ekor semut yang memasuki tubuhnya dan menggigit dari dalam, dari kepala sampai kaki! Rasa nyeri itu hebat sekali, tidak sampai membuat ia pingsan, akan tetapi rasa gatal-gatal ini membuat dia lebih menderita, merupakan siksaan yang tiada taranya.

Seluruh tubuhnya berdenyut semua bulu di tubuhnya bangun satu-satu, lubang-lubang kulitnya terbuka dan keringat dingin membasahi tubuhnya. Keng Hong cepat memejamkan kedua matanya dan dengan kemauannya yang keras, dapat dia mematikan perasaannya sehingga siksaan itu tidak akan terasa lagi.

"Bocah goblok, aku lebih tahu akan watak Sie Cun Hong! Engkau tahu apa? Dia dahulu telah mempunyai isteri yang cantik dan mencintanya, akan tetapi karena dia itu hidung belang, mengejar-ngejar perempuan saja kerjanya, isterinya lalu lari meninggalkannya! Apakah itu bukan bukti yang cukup jelas?"

"Tidak, aku tidak percaya, Kwi-bo! Kalau betul dia berpisah dari isterinya, tentu ada sebab lain, aku tetap yakin dalam perpisahan itu pun, suhu tidak salah! Aku tidak tahu dan aku pun tidak berhak tahu mengenai urusan dalam suami isteri, akan tetapi aku merasa yakin bahwa suhu tidak bersalah dalam hal itu!"

"Bocah sombong dan keras kepala!" Nenek itu membentak makin marah. Ia benar-benar merasa tidak berdaya dan "mati kutunya" terhadap Keng Hong. "Rasakan ini!"

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: