*

*

Ads

FB

Selasa, 23 Agustus 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 132

"Cring-cring-cring..!"

Sinar merah dari jarum-jarum merah Cui Im runtuh semua terpukul sepasang pensil. Pemuda itu sudah meloncat bangun dan memandang Cui Im dengan marah. Ia maklum akan kelihaian wanita itu dan tadi pun hampir saja dia celaka.

"Wah, nona pengantin benar-benar hebat! Sekarang baru ramai!"

Kakek jembel itu berseru dan sekali ini dia benar-benar memuji karena maklum bahwa tingkat kepandaian Ang-kiam Bu-tek benar-benar hebat. Kalau tadi tiga orang iblis tua ini kepengin sekali menantang dan menggempur Cong San untuk menguji kepandaian tokoh muda Siauw-lim-pai yang lihai itu, kini mereka pun ingin sekali mencoba kesaktian Cui Im.

Tiba-tiba terdengar pekik seorang pelayan wanita berlari keluar,
"Celaka... Toanio.. Kamar Toanio kebongkar..!"

"Apa..?"

Mendengar ini, Cui Im membalikkan tubuh dan lari meninggalkan Cong San untuk memeriksa kamarnya.

Melihat ini, Lian Ci Sengjin, Sian Ti Sengjin dan Thian It Tosu sudah maju lagi mengeroyok Cong San. Sementara itu, kakek jembel yang sudah tak dapat tahan menahan nafsunya ingin bertanding, tiba-tiba tertawa bergelak, tubuhnya melayang ke udara dan bagaikan seekor burung dia menerkam kepala Cong San.

"Dukkkkkk! Ayaaaaa...!"

Tubuh kakek itu mencelat kembali ke belakang dimana dia hinggap di atas lantai dengan mata terbelalak memandang seorang pemuda bermuka hitam bopeng yang berpakaian longgar seperti pakaian pendeta yang tadi menyambut tubuhnya di udara dan mendorongnya kembali ke tempatnya. Hampir dia tidak percaya bahwa yang telah menolak tubuhnya tadi adalah pemuda bopeng itu! Kakek yang tadinya banyak bicara dan suka ketawa itu kini terbelalak memandang dengan muka melongo.

"Apakah kita mimpi...?" Ia berkata kepada dua orang saudaranya. "Muncul tokoh Siauw-lim-pai dan nona pengantin yang hebat, kemudian bocah bopeng ini.. Bagaimana dunia sekarang penuh dengan orang-orang muda sakti berkeliaran?"

Pemuda muka bopeng itu melayang turun dan begitu kaki tangannya bergerak, golok Thian It Tosu terlempar, pedang Lian Ci Sengjin dan Sian Ti Sengjin terpental ke belakang sedangkan tubuh mereka terhuyung.

"Lian Ci Sengjin, apakah engkau masih belum sadar dari kesesatanmu?" kata pemuda muka bopeng sambil meraba mukanya sehingga terbukalah kedok karet tipis dan tampak mukanya yang aseli.

"Keng Hong...! Keparat, engkau pemuda busuk, dimana-mana menimbulkan kekacauan...!" Lian Ci Sengjin berseru memaki.

"Hemmm, ingatlah akan perbuatanmu sendiri! Lupakah kau akan nona Tan Hun Bwee yang diperkosa di dalam hutan?"






"Apa...??" Lian Ci Sengjin menjadi pucat wajahnya.

"Sute, benarkah itu...?" Sian Ti Sengjin memandang sutenya dengan mata tajam.

"Tidak.. Eh, aku..." Lian Ci Sengjin tergagap.

"Lian Ci Sengjin, setelah engkau menjadi Sancu di Phu-niu-san, apakah engkau tetap menjadi pengecut? Seorang jantan sudah berani berbuat tentu berani mengakui perbuatannya. Engkau memperkosa nona Tan!"

Muka Lian Ci Sengjin menjadi merah dan matanya melotot.
"Benar! Habis engkau mau apa?"

"Mau menghajarmu!"

Keng hong berteriak dan tangan kirinya memukul dengan jari tangan terbuka ke arah perut ketua atau kepala di Phu-niu-san itu. Kalau pukulan ini mengenai sasaran tentu perut itu akan pecah dan agaknya Lian Ci Sengjin tak dapat mengelak lagi.

"Desssss!"

Pukulan sinkang tangan kiri Keng Hong tertangkis oleh tangan Cui Im yang melesat dari dalam. Muka wanita itu merah sekali dan matanya menyinarkan maut ketika dia berpandangan dengan Keng Hong.

"Cia Keng Hong! Kembalikan pusaka-pusaka itu!" Jeritnya, setelah menangis saking marah dan bencinya.

Keng Hong tertawa dan bersedakap seperti hendak melindungi pusaka-pusaka yang sudah dapat dia rampas kembali dan kini dia sembunyikan di dalam baju yang longgar itu.

"Enak saja! Susah payah aku mencari. Engkau asyik menjadi pengantin, maka lengah. Salahmu sendiri!"

"Kau... pencuri laknat!"

"Husssssshhhhh, engkau sendiri mencurinya dari aku, dan sekarang aku mencurinya kembali. Adil, bukan?"

"Bangsat!" Pedang merah di tangan Cui Im menyambar, akan tetapi Keng Hong sudah mengelak.

"Cringgggg...!" Pensil putih di tangan Cong San yang menangkis pedang itu.

"Iblis betina, sekarang nyawamu harus kuambil!" bentak pemuda ini.

Cong San hendak menyerang, akan tetapi Keng Hong memegang pundaknya dan mendorongnya keras sekali sehingga tubuh pemuda murid Siauw-lim-pai terlempar.

"Mari kita pergi, Yap-twako.."

"Tetapi...!"

"Nanti bicara, sekarang lari!"

Keng Hong juga sudah meloncat dan sekali lagi dia mendorong dengan tenaga sepenuhnya sehingga tubuh Cong San seperti dilontarkan keluar dari gedung itu, diikuti bayangan Keng Hong.

"Berhenti, Keng Hong manusia keparat!" Cui Im mengejar.

"Eh-eh-eh, murid Siauw-lim-pai, bocah bopeng, tunggu, mari kita mengadu kepandaian. Coba kau kalahkan Thian-te Sam-lo-mo!" Si jembel dan dua orang saudaranya juga mengejar keluar. "Kalau mereka tidak mau, engkau saja, nona pengantin. Engkau pun cukup lihai!" Teriak pula si jembel dari belakang Cui Im.

Cui Im sudah menyambitkan jarum-jarum merahnya ke arah pungung Keng Hong. Akan tetapi Keng Hong mengulur tangan dan dari samping dia menangkap jarum-jarum itu, kemudian sambil tertawa berseru,

"Lian Ci Sengjin, kutitipkan nyawamu kepadamu. Ini untuk peringatan, terimalah!"

Tangan Keng Hong bergerak dan jarum-jarum merah itu menyambar seperti sinar-sinar merah ke arah Cui Im, tiga orang kakek iblis dan ke arah Lian Ci Sengjin!

Dengan mudah Cui Im dan tiga orang kakek iblis mengelak, akan tetapi Lian Ci Sengjin memaki marah karena daun telinganya ditembus sebatang jarum merah isterinya!

Cui Im meloncat lagi hendak mengejar, akan tetapi tiba-tiba terdengar suara di belakangnya.

"Jangan pergi semua! Layani dulu kami beberapa jurus, nona pengantin!"

Cui Im kaget karena ada angin menyambar dari belakang. Cepat dia mengelak sambil memutar tubuh dan ternyata tiga orang Thian-te Sam-lo-mo telah menyerangnya dan memaksanya untuk menguji kepandaiannya.

"Apakah kalian gila?"

Cui Im memaki dengan mendongkol sekali mengelebatkan pedang merahnya. Demikian hebat sambaran pedangnya sehingga tiga orang kakek iblis itu terpaksa meloncat ke belakang.

Ketika Cui Im menoleh ternyata bayangan Keng Hong dan Cong San telah lenyap. Pintu depan penuh dengan para tamu yang kacau balau lari ke sana ke mari. Cui Im marah bukan main, dan karena yang menghalanginya adalah Thian-te Sam-lo-mo, maka sambil mengeluarkan teriakan melengking nyaring ia lalu menerjang tiga orang kakek itu dengan pedangnya!

"Aduh, ganas..!" Teriak si kakek jembel.

"Kiam-sut yang hebat!" Si sasatrawan juga berseru sambil mengelak.

"Bukan main!" Seru pula orang ketiga yang berpakaian tosu.

Cui Im tidak peduli lagi, kemarahannya memuncak dan ia menerjang tiga orang itu kalang kabut. Tiga orang kakek itu mula-mula hanya mengelak ke sana ke mari, menganggap Cui Im main-main dan ingin menguji kepandaian, akan tetapi pedang itu makin ganas, bahkan dibarengi dengan pukulan-pukulan tangan kiri yang mengandung sinkang kuat, mereka terkejut dan mencabut pedang masing-masing yang tersembunyi di balik jubah mereka.

"Trang-trang-trang...!"

Bunga api berhamburan dan tiga orang kakek itu terdorong mundur sampai tiga langkah sedangkan Cui Im hanya mundur selangkah. Tiga orang kakek iblis tua itu benar-benat kaget dan kagum bukan main, akan tetapi mereka menjadi makin gembira. Bagi mereka ini, makin tangguh lawan, makin menggembirakan, maka mereka sudah bergerak maju pula.

"Tahan...!" Teriak Lian Ci Sengjin.

"Harap berhenti...!" teriak pula Sian Ti Sengjin.

"Tidak perlu bertanding antara teman sendiri!" ucapan ini keluar dari mulut Lai Ban.

Mereka semua, golongan tamu-tamu kehormatan sudah tiba di situ dan melerai Cui Im dan ketiga orang kakek iblis. Tiga orang kakek iblis itu mundur dan si kakek jembel memuji sambil mengacungkan jempolnya.

"Engkau hebat, nona pengantin. Aku si tua benar-benar kagum sekali!"

Cui Im cemberut, akan tetapi diam-dia ia pun berpikir bahwa ia tadi hanya mengejar sendirian, ia tidak akan mampu memenangkan Keng Hong. Kalau saja tiga orang kakek iblis itu tidak seperti anak kecil dan suka membantunya, agaknya mereka berempat masih ada harapan untuk merampas pusaka-pusaka itu kembali. Pusaka-pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong! Tadinya semua disimpan di kamarnya dan kini semua lenyap dicuri Keng Hong. Gemas bukan main hatinya.

"Mari kita kembali dan mari kita rundingkan bersama untuk menghadapi musuh-musuh itu karena tanpa direncanakan, akan sukar menghadapi mereka yang lihai. Keng Hong itu memang seorang pengacau besar dan.."

"Sudahlah!" Cui Im memotong omongan calon suaminya. "Aku suka menjadi isterimu karena mengharapkan kalian semua dengan kawan-kawan kalian akan membantuku menghadapi Keng Hong dan aku berjanji akan membantu kalian membalas dendam kalian. Akan tetapi siapa kira, kalian adalah manusia-manusia tolol sehingga begitu Keng Hong tiba, semua barangku telah digondolnya! Kalian bodoh dan tolol, terutama Thian-te Sam-lo-mo ini!"

Setelah berkata demikian, Cui Im mencengkeram pakaian pengantin yang dipakainya dan "brettt-brettt!" pakaian itu sudah direnggut dan dirobek-robeknya. Ternyata di sebelah dalamnya dia telah mengenakan pakaian merahnya yang biasa!

"Eh-eh-eh.. Niocu.. eh...!" Lian Ci Sengjin berseru kaget dan menghampiri calon isterinya.

"Plak! Plak! Plak!" Pipinya ditampar oleh Cui Im. "Kau boleh mencari gadis Tan yang kau perkosa!"

Setelah berkata demikian, Cui Im melesat pergi dengan cepat sekali, meninggalkan bekas calon suaminya yang melongo, kedua pipinya merah bekas ditampar dan daun telinganya berdarah karena tertembus jarum merah. Untung bahwa dia telah diberi obat yang ditinggalkan Cui Im di kamarnya, kalau tidak dia bisa mati terluka jarum itu.

"Hayaaaaa... sial dangkalan!" Kakek jembel membanting-banting kaki. "Lama tidak bertemu tanding, sekarang muncul tiga orang muda sakti, mereka pergi semua tanpa menguji kami!"

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: