*

*

Ads

FB

Selasa, 23 Agustus 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 131

Thian-te Sam-lo-mo terkejut. Memang mereka sudah mendengar pula berita itu, akan tetapi setelah melihat Cui Im, mereka mengira berita itu dilebih-lebihkan. Akan tetapi kalau wanita ini berani mengakuinya, agaknya wanita muda ini memiliki kepandaian hebat, hal yang benar-benar tak dapat mereka percaya.

"Bhe Cui Im, mengapa banyak cakap dan hendak sembunyi di balik punggung orang lain? Majulah dan kita membuat perhitungan!' Cong San membentak, suaranya keren dan penuh semangat. Cong San yang maklum bahwa Keng Hong berada di situ, dan karena di situ hadir pula orang-orang gagah, merasa mendapat angin.

Kembali Cui Im tersenyum. "Kalau aku yang maju sendiri, berarti aku tidak mengindahkan kepandaian para tamuku. Adakah lagi para enghiong yang hadir ini sudi mewakili aku memberi hajaran kepada bocah ini?"

Sunyi saja, agaknya para tamu menjadi ragu-ragu setelah melihat kelihaian Cong San yang dalam segebrakan saja merobohkan tiga orang lawan tadi. Juga para tamu yang duduk di tempat kehormatan merasa ragu-ragu untuk menerjunkan diri ke dalam permusuhan pribadi, apalagi mengingat bahwa pemuda itu adalah seorang tokoh Siauw-lim-pai. Mereka sebagai orang-orang berilmu tidak takut menghadapi pemuda itu, akan tetapi segan menanam bibit permusuhan dengan Siauw-lim-pai.

"Biarlah aku sendiri yang maju menghajarnya!" Lian Ci Sengjin sudah bangkit dari kursinya, tetapi Sian Ti Sengjin menahannya, dengan menyentuh lengannya.

"Sute, engkau duduk sajalah. Karena saat ini engkau adalah seorang mempelai, tidak pantas kalau engkau harus turun tangan sendiri, demikian pula isterimu. Kalau pemuda ini berkeras, biarlah aku yang menghadapinya." Sian Ti Sengjin bangkit berdiri.

"Tidak baik tuan rumah turun tangan sendiri ! Biarlah aku yang mencobanya!" Teriakan ini keluar dari mulut Kim-to Lai Ban yang sudah mencelat dari kursinya dan berdiri di depan Cong San. Kim-to Lai Ban sedang mencari sekutu untuk diajak menghadapi Tiat-ciang-pang karena dia masih merasa sakit hati terhadap Ouw Kian yang kini menjadi ketua Tiat-ciang-pang, maka dia yang menganggap bahwa murid Saiauw-limpai yang muda itu tidak berapa mengkhawatirkan, ingin memberi jasa.

Cong San terkejut. Tidak disangkanya sama sekali bahwa seorang tokoh Tiat-ciang-pang akan turun tangan membantu Cui im. Juga tadi dia heran menyaksikan sikap dua orang tuan rumah. Mereka adalah tokoh-tokoh Kun-lun-pai, mengapa setelah dia membuka rahasia Cui Im mereka itu masih hendak melindunginya? Akan tetapi dia masih dapt mengerti sikap mereka ini karena kalau Sancu itu hendak menikah dengan Cui Im, memang sepantasnya dia membela isterinya, dan suhengnya pun sudah selayaknya membela sutenya, sungguhpun mereka itu sebenarnya harus insyaf bahwa mereka telah bersekutu dengan seorang wanita tokoh sesat. Akan tetapi tokoh Tiat-ciang-pang yang menjadi tamu? Kini hendak turun tangan pula melindungi Cui Im!

Cepat Cong San menjura ke arah Lai Ban dan berkata, "Lo-enghiong! Kalau Lo-enghiong seorang tokoh Tiat-ciang-pang, mengapa"

Tiba-tiba ucapannya disambung suara lain yang datangnya dari atas genteng. "Dia bekas pengurus Tiat-ciang-pang yang murtad dan melarikan diri!"






Cui Im menggerakkan tangan ke atas, "Brakkk!" Beberapa buah genteng berikut langit-langit dari mana suara itu datang pecah berantakan, akan tetapi tidak ada apa-apa di sana! Semua orang terutama Thian-te Sam-lo-mo, terkejut sekali menyaksikan kehebatan pukulan nona pengantin ini yang membuktikan sinkang yang amat kuat! Sebetulnya yang mengeluarkan suara tadi adalah Keng Hong, akan tetapi pemuda sakti ini menggunakan khikang sehingga suaranya seperti terdengar dari atas padahal dia masih berada di antara tamu yang tingkatnya rendahan. Dia mempergunakan kesempatan selagi semua mata dan perhatian tertuju kepada Lai Ban dan Cong San untuk mengeluarkan suara itu. Kini Cong San mengerti mengapa Lai Ban seorang tokoh Tiat-ciang-pang membantu Cui Im. Kranya orang ini adalah seorang pelarian dari Tiat-ciang-pang! Ia mengerti akan bahaya. Kini dia telah di antara musuh-musuh lihai yang akan membantu Cui Im. Ia menyesal bahwa dia telah teburu nafsu turun tangan. Akan tetapi karena sudah terlanjur, dia menjadi nekat dan berkata,

"Aku datang untuk membuat perhitungan dengan perempuan iblis Ang-kiam Bu-tek. Siapa yang hendak membelanya, boleh maju!"

Lai Ban marah mendengar dibukanya rahasia tadi, dan dia sudah mencengkeram ke arah Cong San dengan tangan kirinya sambil mengerahkan tenaga Tiat-ciang-kang! Cong San mengenal serangan ampuh. Ternyata bekas tokoh Tiat-ciang-pang ini lihai juga dan tak boleh disamakan dengan tiga orang sastrawan konyol tadi, maka dia cepat menangkis dengan tangan kanan.

"Desssss..!"

"Aaahhhhh..!"

Lai Ban terhuyung ke belakang dan berseru kaget. Sungguh jauh di luar persangkaannya bahwa pemuda itu memiliki tenaga sinkang yang begitu kuat sehingga dapat menangkis serangannya yang mengandung tenaga sakti Tiat-ciang-kang sehingga dia terhuyung ke belakang. Tahulah dia kini mengapa pemuda itu berani mengacau tempat itu, kiranya memang memiliki kepandaian tinggi.

Mengingat bahwa pemuda itu seorang tokoh Siauw-lim-pai dan kalau seorang tokoh Siauw-lim-pai sudah memiliki tenaga sinkang seperti itu, tentulah seorang yang benar-benar lihai, Lai Ban lalu mencabut goloknya.

"Singgggg,..!"

Sinar berkelebat menyilaukan mata ketika golok besar bergagang emas itu keluar dari sarungnya.

"Kelauarkan senjatamu!" Kim-to Lai Ban yang masih mempunyai sifat kegagahan seorang pendekar menantang.

Cong San masih tenang saja dan menjawab,
"Lai-lo-enghiong, mengapa engkau tidak mau sadar bahwa sebagai seorang gagah tidak layak mencampuri urusan pribadi orang lain dan lebih tidak baik lagi membantu seorang iblis betina seperti Ang-kiam Bu-tek?"

"Keluarkan senjatamu atau... engkau akan mati konyol!"

Lai Ban yang wataknya memang berangasan apalagi dia sudah marah dan penasaran karena dalam segebrakan saja dia terhuyung, membentak dan mengancam.

"Mau serang, seranglah!"

Cong San masih tenang karena pemuda ini maklum bahwa tanpa senjata pun dia masih akan dapat mengatasi orang pemarah ini, apalagi dia memang tidak ingin memindahkan permusuhannya dengan Cui Im ke pundak orang lain, maka tidak ingin melukai lawan ini.

"Sombong, makan golokku!"

Golok itu berkelebat, berubah menjadi sinar menyambar ke arah leher Cong San. Pemuda ini dengan tenang namun cepat mengelak dengan menggeser kaki mengubah pasangan, tubuhnya miring dan saat menyambarnya golok lewat tubuhnya dia barengi dengan hantaman dengan tangan miring ke arah pergelangan tangan yang memegang golok.

Lai Ban kaget dan cepat dia meloncat ke depan sambil memutar golok menyambar ke belakang tubuhnya, menusuk perut lawan. Cong San dengan mudah mengelak dan menendang dari pinggir ke arah lutut lawan. Lai Ban meloncat mundur dan goloknya membabat ke arah kaki yang menendang.

Namun Cong San sudah memperhitungkan gerakan balasan lawan ini, menarik kakinya dan tangan kirinya sudah menusuk ke atas mata Lai Ban dengan gerakan di perlambat. Pancingan ini berhasil karena Lai Ban berseru girang, mengelebatkan goloknya untuk membacok putus lengan Cong San.

Secepat kilat dia menotok pergelangan tangan lawan yang sedang membabat lengannya. Perhitungannya tepat sekali, kalau tidak, ada bahayanya dia kalah cepat dan lengannya putus!

"Aduhhh...!"

Golok terlepas dari pegangan tangan Lai Ban yang tiba-tiba menjadi lumpuh, akan tetapi tangan kirinya masih memukul dengan cepat, menggunakan tenaga Tiat-ciang-kang!

Inilah kesalahannya. Kalau dia tidak nekat, tentu dia akan melepaskan golok dan tidak menderita nyeri. Kini pukulannya itu diterima oleh Cong San yang melihat pukulan keji lalu menangkis dengan pukulan telapak sambil mengerahkan tenaga sinkang.

"Desssss!"

Tubuh Lai Ban mencelat ke belakang dan terbanting ke atas lantai, dari mulutnya tersembur darah segar! Cepat Lai Ban duduk bersila untuk mengobati luka di sebelah dalam dadanya yang terpukul oleh tenaganya sendiri yang membalik.

Cong San menggunakan kakinya mencongkel golok di atas dan sekali kakinya bergerak, golok itu melayang dan menancap di lantai tepat di depan Lai Ban!

"Bagus sekali...! Wah, murid Siauw-lim-pai lihai.. Ha-ha-ha!"

Kakek jembel tertawa-tawa gembira. Memang kakek ini dan dua orang saudaranya paling suka menonton pertandingan silat, akan tetapi kalau ada lawan tanggung-tanggung saja mereka tidak sudi turun tangan. Kini menyaksikan kelihaian Cong San, tangan mereka sudah gatal-gatal!

"Uh-uh-uh, bocah jahat!"

Seruan ini halus perlahan, akan tetapi Cong San cepat mencelat ke belakang untuk mengelak. Tampak sinar berkeredepan ketika golok di tangan Thian It Tosu menyambar, dan begitu golok itu luput mengenai sasaran lalu membalik dan sudah menyambar lagi.

Suara golok merobek udara sampai mengeluarkan suara mengaung tiada hentinya dan sinar golok itu bergulung-gulung mengurung tubuh Cong San. Pemuda ini terkejut, maklum bahwa ilmu golok Thian It Tosu amat hebat. Terpaksa dia lalu mengeluarkan senjatanya Im-yang-pit.

"Trang-trang-trang-cringgg...!"

Bunga api berhamburan ketika berkali-kali golok bertemu sepasang pensil yang digerakkan secara istimewa oleh Cong San. Memang ilmu silat pemuda ini mainkan sepasang pensilnya amat lihai. Setiap kali menangkis, senjata yang kecil ringan ini tentu terus meleset dan menotok pergelangan lawan, malah disusul oleh pensil ke dua yang melakukan totokan ke arah jalan darah yang berlawanan.

Thian It Tosu terpaksa mengelak kesana kemari dan goloknya diputar melindungi tubuh, namun sepasang pensil itu seperti dua ekor burung yang amat gesit, selalu dapat menyusup di antara sinar golok mencari sasaran jalan darah secara bertubi-tubi dan susul-menyusul! Dalam belasan jurus saja Thian It Tosu sudah terdesak hebat dan hanya main mundur.

"Wah-wah-wah, bocah itu hebat...!" Si kakek jembel berjingkrak-jingkrak girang sekali. "Tosu tukang sembelih babi dengan goloknya itu takkan menang!"

Diam-diam Lian Ci Sengjin menjadi mendongkol juga kepada Thian-te Sam-lo-mo, apalagi kepada si kakek jembel itu. Mereka adalah golongan cianpwe yang berkedudukan tinggi dan dia harapkan akan turun tangan meredakan kekacauan, akan tetapi kakek itu malah berjingkrak-jingkrak memuji si pemuda Siauw-lim-pai, seolah-olah merasa girang melihat fihak yang membelanya menderita kekalahan.

Sambil mengeluarkan seruan keras, bekas tokoh Kun-lun-pai ini meloncat ke depan, pedangnya sudah terhunus dan terjangannya hebat ketika dia menusuk ke arah dada Cong San.

"Cringgg..!!"

Pedang itu terpental ketika tertangkis pensil hitam. Thian It Tosu sudah menerjang lagi dengan goloknya dan Cong San dikeroyok dua. Pemuda ini menjadi mendongkol sekali. Tak disangkanya bahwa dalam mengejar musuh besarnya, dia malah bentrok dengan tokoh-tokoh dari partai besar seperti Kun-lun-pai dan Tiat-ciang-pang, padahal menurut patut, tokoh-tokoh partai besar itu semestinya membantu dia menghadapi Ang-kiam Bu-tek yang jahat.

Dengan marah dia lalu menggerakkan kedua pensilnya sedemikian rupa sehingga Lian Ci Sengjin dan Thian It Tosu yang diserang totokan maut pada jalan darah mereka berseru keras dan meloncat mundur. Sementara itu, Sian Ti Sengjin juga sudah melompat maju. Akan tetapi pada saat itu, terdengar seruan halus berwibawa dari Cui Im,

"Mundur semua! Biar aku memberi hajaran kepada bocah ini!"

Bayangan merah berkelebat didahului angin pukulan dahsyat menyambar ke arah Cong San, ketiga orang pengeroyoknya termasuk Sian Ti Sengjin mundur dan minggir mendengar seruan Cui Im.

Pukulan sinkang yang dilontarkan Cui Im hebat bukan main. Cong San yang belum pernah bertanding mati-matian melawan wanita itu menangkis dan dia terjengkang! Untung dia segera menekan lantai dengan sikunya dan tubuhnya sudah meloncat bangun lagi sambil menggerakkan kedua pensilnya.

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: