*

*

Ads

FB

Selasa, 16 Agustus 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 109

Ternyata tidak mudah bagi Keng Hong untuk mendapatkan keterangan tentang Cui Im. Sekian banyakknya orang yang menyaksikan pertempuran di gedung bangsawan atau pembesar Ang, tidak ada yang mengenal Cui Im, hanya semua orang merasa kagum kepada wanita cantik yang menunggang kuda dan berhasil mengalahkan pembunuh pembesar Ang itu. Hal ini tidaklah mengherankan karena seperti diketahui, Cui Im adalah seorang pengawal rahasia yang memang tidak dikenal oleh orang biasa kecuali para perwira pengawal. Apalagi karena Cui Im dan Siauw Lek belum lama menjadi pengawal rahasia kaisar.

Setelah melakukan penyelidikan selama tiga hari, barulah Keng Hong berhasil mendapat keterangan dari seorang perwira yang sedang mabuk di dalam restoran, yang agaknya tergila-gila dan kagum kepada Cui Im.

"Ha-ha-ha, hebat bukan main dia! Kiraku, diantara tujuh orang pengawal rahasia kaisar, dialah orang pertama yang paling lihai! Cantik seperti bidadari dan kepandaiannya,.... Aaahhh....., hebat! Juga kepandaiannya dalam hal... Hi-hi-hik, matipun tidak penasaran seorang pria yang diberi kesempatan mengenalnya luar dalam! Ang-kiam Bu-tek, memang hebat dalam segala macam pertandingan, ha-ha-ha!"

Mendengar ocehan perwira mabuk ini, Keng Hong yang juga makan di restoran itu mendekat dan bertanya, suaranya di buat-buat seperti orang yang punya gairah namun takut-takut.

"Saya berkesempatan menonton ketika mengalahkan pembunuh Ang-taijin. Sungguh saya terpesona dan sekaligus jatuh cinta! Ah, Tai-ciangkun yang baik, dimanakah rumah wanita perkasa itu? Ingin...., ingin.... aku belajar kenal...."

Dengan mata merah karena mabuk perwira itu memandang Keng Hong. Tentu dia sudah marah kalau saja hatinya tidak terlalu senang disebut tai-ciangkun (panglima besar) tadi.

"Ho-ho-ho, engkau...? Biarpun engkau cukup tampan, akan tetapi untuk mencium telapak kakinya pun jangan harap...., akan tetapi siapa tahu.... sekali waktu kalau dia sedang berkeliling kota raja naik kuda dan dia merasa suka! Ahhh.... dia pengawal rahasia, tentu saja tempatnya di dalam istana...."

Tiba-tiba perwira itu seperti orang tersentak kaget, agaknya dia telah membuka rahasia yang tidak boleh dibicarakan, maka dia membentak,

"Heh, cacing tanah! Mau apa kau tanya-tanya? Pergi sebelum kutendang mukau!"

Keng Hong menjura dan cepat mengundurkan diri. Ia tidak marah, malah tersenyum dan berkata,

"Terima kasih!"

Memang dia berterima kasih karena dari ocehan perwira mabuk ini dia dapat mengetahui kemana dia harus mencari Cui Im.

Di dalam istana! Memang amat berbahaya dan besar resikonya, akan tetapi baginya, jangankan harus memasuki istana, walaupun harus menempuh lautan api dia akan mengejarnya juga.






Malam hari itu juga Keng Hong menyelinap di antara kegelapan malam di luar komplek istana, menanti saat baik baginya selagi para peronda baru saja lewat, melompat naik ke atas pagar tembok dan menggunakan kepandaiannya untuk melayang turun di sebelah dalam tembok. Biarpun para pengawal luar mengadakan penjagaan ketat, namun gerakan Keng Hong yang luar biasa cepatnya itu tak dapat terlihat oleh mereka karena di dalam kegelapan itu, andaikata ada yang kebetulan memandang ke tempat Keng Hong meloncat, tentu hanya akan melihat berkelebat bayang-bayang hitam yang secepat kilat.

Keng Hong menyelinap memasuki taman istana yang berada di belakang. Cepat dia bersembunyi di balik pohon cemara ketika melihat seorang penjaga, agaknya anggauta pasukan pengawal yang menjaga taman, berjalan perlahan, tangan kiri memegang lampu, tangan kanan memegang golok terhunus, celingukan memandang ke kanan kiri dan menyoroti bagian-bagian gelap dengan lampunya.

Tiba-tiba penjaga ini terkejut melihat bayangan hitam menyambar. Namun dia tidak sempat bergerak, tidak sempat dia berteriak, bahkan dia tidak tahu mengapa tiba-tiba tubuhnya menjadi lemas. Keng Hong cepat menyambar lampu yang terlepas dari tangan penjaga itu, meniup padam dan menyeret tubuh yang telah ditotok dan dicengkeram pundaknya itu ke balik pohon cemara.

"Aku bukan penjahat pengacau istana, juga tidak ingin mengganggumu. Akan tetapi, kalau engkau tidak memberi tahu dimana aku dapat bertemu dengan Ang-kiam Bu-tek Bhe Cui Im pengawal rahasia kaisar yang baru, terpaksa aku akan membunuhmu."

Setelah berbisik demikian Keng Hong menekan leher si penjaga yang segara dapat mengeluarkan suara kembali. Tubuhnya gemetar ketakutan dan dia berkata gagap.

"Kau... Siapa.... mau apa....?"

"Aku musuh pribadinya, dan aku hanya akan bertemu dia, tidak akan mengacaukan istana. Lekas jawab, dimana dia?" Keng Hong menekan pundak orang itu yang mengeluh kesakitan dan cepat menjawab,

"Pondok para pengawal rahasia.... di belakang istana sebelah kiri.. ada tirai bambunya berwarna kuning...!"

Keng Hong menotok kembali orang itu sehingga selain tidak mampu bergerak, juga tidak mampu mengeluarkan suara, kemudian tubuhnya berkelebat ke arah yang ditunjuk penjaga itu. Setelah melewati taman yang luas itu, menghindarkan pertemuan dengan para penjaga, akhirnya dia melihat pondok yang bertirai bambu kuning itu. Ia berindap-indap mendekati dan betapa girang rasa hatinya ketika dia mengintai dari balik pintu samping, dia melihat Cui Im sedang duduk mengobrol sambil makan minum bersama Siauw Lek, hanya berdua saja di ruangan yang luas dan sunyi itu, bahkan pondok ini, sebagai pondok para pengawal rahasia, tentu saja tidak ada pasukan penjaganya.

Saking girang dan lega hatinya dapat menemukan musuh besarnya, Keng Hong lalu meloncat.

"Cui Im, akhirnya aku dapat menemukan engkau disini!"

Siauw Lek meloncat bangun dan mencabut senjatanya, pedang hitam yang selalu tergantung di pinggang. Namun Keng Hong tidak memperdulikan, pandang matanya ditujukan kepda Cui Im yang sama sekali tidak kelihatan gugup seperti Siauw Lek, bahkan wanita ini masih duduk, hanya memutar tubuh menengok sambil tersenyum.

"Hi-hi-hik, pancinganku berhasil melalui perwira mabuk itu, dan napas penjaga taman juga kau caplok Keng Hong? Betapa bodoh engkau!"

Keng Hong terkejut, akan tetapi sikapnya tenang.
"Cui Im, tak perlu banyak cakap lagi. Kita sudah sama mengetahui mengapa aku datang mencarimu. Lekas serahkan kembali semua kitab dan senjata pusaka kepadaku!"

Cui Im tertawa mengejek.
"Hi-hi-hik, enak saja kau bicara, Keng Hong. Yang bodoh menjadi makanan yang pintar, yang lemah menjadi injakan kaki yang kuat, hukum ini sudah berlaku semenjak aku masih menjadi murid Lam-hai Sin-ni. Engkau bodoh dan lemah, bahkan sampai sekarang pun masih bodoh. Keng Hong, tengoklah engkau telah terkurung dan takkan dapat menyelamatkan diri. Engkau akan mati sebagai seorang penjahat dan pemberontak yang berani mengacau di istana kaisar!"

Siauw Lek sudah meniup peluitnya dan setiap orang pengawal rahasia membawa peluit semacam ini untuk memanggil teman. Terdengarlah suara berisik dan ketika Keng Hong melirik, ternyata di situ telah muncul Pak-san Kwi-ong dan empat orang kakek yang kelihatannya menyeramkan dan berkepandaian tinggi, sedangkan di belakangnya telah muncul pasukan pengawal yang jumlahnya paling tidak ada tiga puluh orang, terdiri dari para pengawal dalam istana!

Keng Hong maklum bahwa dirinya berada dalam bahaya, namun dia tidak menjadi gentar. Ancaman bahaya maut bukanlah apa-apa bagi seorang yang memperjuangkan kebenaran, apalagi dalam menghadapi kejahatan, dan kedatangannya adalah untuk menentang Cui Im, untuk merampas kembali pusaka yang menjadi haknya, bahkan pusaka-pusaka yang harus dia kembalikan kepada para partai persilatan besar yang menjadi pemiliknya, serta menghukum Cui Im atas segala kejahatan yang dilakukannya terutama sekali terhadap diri Biauw Eng dan terhadap dirinya sendiri.

"Ha-ha-ha, bukankah ini murid Sin-jiu Kiam-ong? Eh, Ang-kiam Bu-tek, mengapa bocah ini kesasar sampai di sini?" Pak-san Kwi-ong bertanya.

"Pak-san Kwi-ong, mau apalagi dia kalau tidak mau membikin kacau? Gurunya dahulu pun seorang pengacau besar tentu muridnya sama saja!" jawab Cui Im.

Tujuh orang pengawal rahasia yang menjadi jago-jago nomor satu dari istana itu telah mengurung dengan sikap mengancam.

Melihat ini, Keng Hong berkata tenang,
"Pak-san Kwi-ong, aku tidak mengerti bagaimana orang-orang macam engkau dan Cui Im, juga Kim-lian Jai-hwa-ong yang nama busuknya sudah kudengar di mana-mana, dapat menjadi pengawal-pengawal kaisar yang terkenal bijaksana. Akan tetapi hal itu bukan urusanku dan aku pun tidak peduli. Kedatanganku ke sini sama sekali tidak ada hubungannya dengan para pengawal, juga sama sekali tidak akan membuat kekacauan. Aku datang khusus untuk menemui Cui Im dan untuk membereskan perhitungan pribadi dengan dia. Harap kalian tidak mencampuri!"

"Ha-ha-ha, bocah lancang! Engkau sudah memasuki istana seperti maling, bagaimana kami tidak akan mencampuri?"

"Kalau tidak lekas dienyahkan, bocah ini membahayakan keselamatan kaisar. Serang!"

Cui Im yang cerdik sudah berseru dan menerjang maju karena kalau Keng Hong diberi kesempatan bicara, mungkin akan mengubah keadaan. Bersama Siauw Lek ia sudah maju, mencabut pedang merahnya dan Siauw Lek sudah pula mencabut pedang hitamnya. Pak-san Kwi-ong, sudah pula menggerakkan senjata rantainya sehingga sepasang tengkorak di ujung rantai beterbangan! Demikian pula Gu Coan Kok Si Iblis Cebol sudah maju dengan tongkatnya, Si Tinggi besar bongkok Hok Ku sudah menyerang dengan cakar besi beracun, Kemutani mainkan sepasang hui-to di kedua tangan, dan Thai-lek Sin Cou Seng sudah menggerakkan pecut bajanya sehingga terdengar suara ledakan-ledakan nyaring.

Melihat sinar-sinar berkelebatan menyerangnya, dan kesemuanya merupakan senjata-senjata ampuh dan berbahaya digerakkan oleh tangan-tangan yang mengandung tenaga sinkang amat kuat maklum bahwa serangan-serangan itu dahsyat, Keng Hong cepat mencabut Siang-bhok-kiam, memutar pedang itu sehingga tampak berkelebatnya sinar hijau menyilaukan mata dan dia pun menggunakan tangan kirinya mendorong ke depan.

Terdengar berturut-turut suara nyaring disusul teriakan-teriakan kaget ketika tujuh orang itu merasa senjata mereka membalik dan disusul angin dorongan yang kuat sekali ke arah mereka!

"Aku Cia Keng Hong tidak bermaksud mengacau istana, tidak pula memusuhi para pengawal, melainkan hendak berurusan dengan Ang-kiam Bu-tek Bhe Cui Im!”

Seruan Keng Hong yang dikeluarkan dengan pengerahan tenaga khikang, keluar dari pusarnya ini amat nyaring sehingga menggema di seluruh istana, mengejutkan semua penjaga yang tidak berada di tempat itu, dan menggetarkan jantung para pengurung yang menjadi bengong dan berubah wajahnya.

"Serang pemberontak!"

Kembali Cui Im berseru dan semua pengawal yang tadinya terkejut itu sudah siap mengurung Keng Hong.

Pada saat itu, terdengar suara yang berwibawa,
"Hentikan pertempuran!"

Semua orang menengok dan para pengawal terkejut ketika melihat hadirnya tiga orang yang mereka tahu amat berpengaruh dan amat dekat dengan kaisar yaitu Laksamana The Ho yang menjadi panglima besar menguasai armada, Ma Huan seorang sakti dan terpelajar beragama Islam yang diperbantukan kepada laksamana itu dalam perantauannya yang akan datang, dan Tio Hok Gwan, si tinggi kurus sederhana yang selalu mengantuk dan berjuluk Ban-kin-kwi, pengawal pribadi Laksamana The Ho.

"The-tai-ciangkun, dia adalah seorang pemberontak yang memasuki istana seperti penjahat!"

Cui Im berusaha mempengaruhi pembesar itu. Akan tetapi The Ho mengangkat tangannya dan berkata,

"Harap para pengawal minggir semua dan biarkan aku bicara dengannya. Aku datang atas nama sendiri!" Mendengar ucapan ini, semua pengawal lalu minggir.

The Ho memandang Keng Hong yang masih berdiri tegak. Ketika Keng Hong memandang dan melihat sinar mata pembesar ini, dia terkejut sekali. Cepat-cepat dia menyimpan Siang-bhok-kiam dan memberi hormat dengan berlutut sebelah kaki, lalu berdiri kembali.

"Orang muda yang gagah, engkau siapakah?"

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: