*

*

Ads

FB

Selasa, 16 Agustus 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 108

"Mengapa..... mengapa engkau menolongku?"

Pertanyaan lirih sebagai kata-kata pertama yang keluar dari mulut Biauw Eng ini membuat Keng Hong terharu. Ia hanya memandang ketika gadis itu yang siuman dari pingsannya bergerak perlahan, bangkit dan duduk menyandarkan tubuhnya yang masih lemas itu ke batang pohon. Wajah itu pucat, rambut yang kusut itu sebagian menutupi muka, bibirnya agak menggigil ketika bertanya dan matanya yang memandang wajah Keng Hong benar-benar merupakan ujung pedang yang menikam jantung bagi Keng Hong.

"Mengapa... Mengapa engkau menolongku? Mengapa tidak kaubiarkan saja aku mati agar tidak memperpanjang penderitaan hidupku?"

Kembali Biauw Eng bertanya dan kini dua butir air mata membasahi kedua pipi yang pucat.

"Biauw Eng, masihkah engkau bertanya lagi dan haruskah aku menjawabnya? Engkau tahu bahwa aku tidak mungkin dapat membiarkan engkau terancam bahaya, apalagi ditangan Cui Im yang jahat. Engkau mengerti bahwa aku .... Aku mencintamu..."

"Ahhh.... Jangan sebut-sebut lagi hal itu....," Suara Biauw Eng terisak.

Keng Hong menghela napas.
"Aku mengerti bahwa aku tidak berhak mengatakan hal itu karena engkau telah menjatuhkan pilihan hatimu kepada Sim Lai Sek. Seharusnya aku mengubur cinta kasihku di dalam hati yang terluka.... Ah, sudahlah, memang benar bahwa kita tidak boleh lagi bicara tentang itu. Di manakah dia? Di mana Sm Lai Sek?"

Dengan air mata masih berlinang, pandang mata kosong dan suara menggetar Biauw Eng menjawab lirih,

"Dia... dia telah mati..."

Hampir saja Keng Hong meloncat saking kagetnya.
"Heh....?? Mengapa, bagaimana....?"

"Itulah sebabnya aku mengamuk di kota raja, tidak menyangka bahwa Cui Im juga berada di kota raja."

Dengan singkat, dengan suara pilu Biauw Eng lalu menceritakan semua peristiwa yang dialaminya kepada Keng Hong. Semenjak ibunya dibunuh Cui Im dan Siauw Lek, kemudian betapa ia terancam maut oleh racun Cui Im dan betapa Lai Sek menyelamatkan nyawanya dengan mengorbankan kedua matanya. Biauw Eng menceritakan ini sambil bercururan air mata.

"Setelah menerima budi dan cinta kasihnya yang begitu suci murni, dapatkah aku menolaknya? Dapatkah aku meninggalkannya?"






Keng Hong merasa terpukul. Bagaikan ditusukkan ke dalam matanya cinta kasih yang sedemikian besar dan murninya! Mengertilah dia kini mengapa Biauw Eng memaksa diri mendampingi Lai Sek dalam hal ini kembali menjadi bukti betapa kuat batin gadis ini yang rela mengorbankan perasaannya sendiri demi membalas budi orang! Alangkah mulia hati gadis ini. Jauh bedanya dengan Cui Im, bagaikan bumi dengan langit. Dan masih jauh bedanya dengan dia sendiri! Mengingat akan hal ini, mukanya menjadi merah dan dia berkata,

"Lalu bagaimana, Biauw Eng? Bagaimana kalian bisa sampai di kota raja dan siapa yang membunuh Lai Sek?"

Biauw Eng melanjutkan ceritanya tentang pengalamannya di kota raja. Ketika menceritakan ini, matanya berapi dan ia menutup ceritanya dengan kata-kata duka.

"Sungguh menyedikan nasib yang menderita Sim-twako. Akan tetapi aku telah berhasil membalaskan sakit hatinya! Aku sudah puas, dan andaikata aku mati di tangan Cui Im sekalipun, sakit hati Sim-twako telah terbalas. Sayang..... kematian ibuku kiranya tak mungkin akan dapat kubalas, Cui Im terlalu lihai untukku...."

Diam-diam ada rasa girang yang luar biasa di hati Keng Hong, rasa girang yang membuat dia malu dan merasa berdosa. Mengapa dia bergirang hati mendengar kematian Lai Sek? Ia tidak mengharapkan hal ini terjadi, akan tetapi hal itu terjadi di luar harapan dan pengetahuannya. Betapapun juga, sudah menjadi kenyataan bahwa Lai Sek telah tewas dan hal ini berarti bahwa Biauw Eng telah bebas! Bebas hatinya, dan dahulu gadis ini amat mencintanya!

"Biauw Eng...., mengapa engkau berduka akan hal itu? Engkau tahu bahwa aku selalu siap membantumu menghadapi Cui Im, bukan hanya untuk membalaskan sakit hatimu, juga membalaskan sakit hati ibumu, juga membalaskan segala perbuatan kejinya terhadap dirimu, betapa ia dahulu berusaha merusak namamu. Kemudian, ia malah mencuri kitab-kitab pusaka suhu. Antara dia dan aku terdapat perhitungan besar. Biauw Eng, marilah kita bersama menghadapinya dan percayalah mulai saat ini, aku tidak akan membiarkan engkau diganggu orang, tidak akan membolehkan engkau hidup menderita dan berduka, tidak akan membiarkan engkau terpisah lagi dari sampingku Biauw eng, engkau tentu maklum betapa sesungguhnya selama ini aku mencintamu, semenjak kita berjumpa. Betapa bodoh dan aku tolol aku dahulu, tidak dapat menghargai cinta kasih seorang gadis sepertimu. Engkau maafkan semua kesalahan-kesalahanku yang lalu, Biauw eng dan aku bersumpah bahwa semenjak saat ini aku Cia Keng Hong akan mencintamu selalu dengan seluruh jiwa ragaku..."

Biauw Eng mengeleng-geleng kepala lirih, air matanya mengucur lagi ketika berkata lirih,

"Terlambat, Keng Hong.... terlambat sudah...."

Keng Hong memandang kaget dengan penuh kekhawatiran.
"Apa maksudmu? Telambat bagaimana, Biauw Eng?"

Ia menjadi tegang dan tanpa disadarinya dia memegang kedua tangan gadis itu yang terasa dingin sekali.

Biauw Eng menunduk, membiarkan tangannya di pegang. Diam-diam ia merasa betapa dari kedua tangan pemuda yang menggenggam tangannya itu keluar getaran hangat yang menyentuh hatinya, yang mendatangkan rasa bahagia, tenteram dan aman, seolah-olah dalam kelelahan yang hebat tiba-tiba mendapatkan sandaran yang melindungi.

"Terlambat... " Ia memaksa mulutnya bicara lirih. "Engkau pun tahu bahwa sejak dahulu, cintaku hanya untukmu, jiwaku adalah milikmu, akan tetapi tubuhku.... telah ku serahkan kepada Sim Lai Sek, jasmaniku telah menjadi milik mendiang Sim Lai Sek..."

Tiba-tiba kedua tangan Keng Hong yang memegang tangan gadis itu terlepas dan seluruh tubuh pemuda itu menjadi lemas, pandang matanya penuh penasaran ditujukan kepada Biauw Eng, hatinya dibakar cemburu dan dia lalu bangkit berdiri dengan gerakan kasar.

"Biauw Eng ! Sungguh tidak kusangka. seorang gadis seperti engkau mudah saja menyerahkan diri kepada orang yang belum menjadi suamimu. Ah... Semua perempuan sama saja di dunia ini.... lemah dan mudah dibujuk nafsu....! Engkau perempuan murah...!”

Biauw Eng juga bangkit berdiri, tidak kasar seperti Keng Hong, melainkan berdiri perlahan, pandang matanya tak pernah terlepas dari wajah pemuda itu, kemudian ia berkata, suaranya tidak selemah tadi, melainkan tegas dan nyaring mengandung kemarahan yang ditahan-tahan,

"Sudah kuduga bahwa cintamu kepadaku hanyalah cinta nafsu belaka, dan hanya tubuhku yang kau cinta, maka kini begitu mendengar bahwa tubuhku telah dimiliki pria lain, engkau menjadi kecewa dan marah! Cia Keng Hong, aku tadi hanya ingin mengujimu, sebelum aku mengambil keputusan dan ternyata bahwa aku mengambil keputusan untuk tidak sudi di sampingmu! Dahulu, setiap hari aku menangisimu, setiap hari bersembahyang untukmu akan tetapi ternyata bahwa pria yang kucinta sepenuh jiwaku, hanyalah seorang laki-laki yang diperhamba nafsu. Aku bukan seperti engkau, Keng Hong, aku tidak pernah tergelincir digoda nafsu, dan mendiang Sim Lai Sek adalah seorang pria yang tahu menghormati wanita, tidak sepertu engkau...."

Teringat akan Lai Sek, kembali Biauw Eng menangis. Ucapan itu bagaikan cengkeraman maut yang mencabut semangat dari tubuh Keng Hong. Tahulah dia Biauw Eng hanya mengujinya dan dia yang diuji telah jatuh! Hatinya menjadi gelisah, rasa takut akan kehilangan gadis yang sungguh-sungguh dicintanya ini membuat dia menjatuhkan diri berlutut di depan Biauw Eng dengan kedua kaki lemas!

"Ah, ampunkan aku, Biauw Eng..., ah, betapa bodohku selalu mencurigaimu! Ampunkan aku yang mencintamu dengan jiwa ragaku. Aku bersumpah...., hidupku takkan ada artinya kalau engkau meninggalkan aku. Biauw Eng.. maafkan ucapan dan sikapku tadi, dan ketahuilah bahwa aku dibikin gila oleh rasa cemburu yang besar. Rasa cinta kasih selalu mendatangkan rasa cemburu, Biauw Eng, dan harap engkau dapat mengerti perasaanku ini dan...."

"Cukuplah, Keng Hong. Engkau bilang bahwa engkau mencinta maka engkau bisa cemburu. Sebaliknya aku pun pandai mencintamu harus pula pandai membencimu. Aku pernah mencintamu dengan cinta kasih yang tulus ikhlas dan suci murni, bukan hanya mencinta jasmanimu sehingga biarpun aku tahu betapa jasmanimu bermain gila dengan wanita lain, cinta kasihku kepadamu tidak pernah goyah. Dan sekarang aku... Aku.... ben.....benci.....ahhhhh!"

Biauw Eng tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena tercekik isak tangis, kemudian ia membalikkan tubuhnya dan lari meninggalkan Keng Hong.

"Biauw Eng .... jangan pergi.... engkau tidak membenciku! Biauw Eng, kembalilah... Engkau mencintaku, aku yakin akan itu.... ah, Biauw Eng...!”

Akan tetapi jeritan hati Keng Hong ini tidak terucapkan, lehernya seperti tercekik dan dia hanya berdiri bengong dengan muka pucat dan wajah muram memandang ke arah bayangan Biauw Eng yang makin mengecil kemudian lenyap. Ia menarik napas panjang, menjatuhkan diri di atas tanah dan bersandar kepada batang pohon. Masih terasa olehnya kehangatan bekas tubuh Biauw Eng dan tak terasa pula mata pemuda itu menjadi basah.

"Biauw Eng.... apa artinya hidup ini bagiku sekarang.....?"

Ia mengeluh dengan hati hancur. Kemudian dia menjadi seperti orang beringas dan ditamparnya kedua pipinya sendiri kanan kiri menjadi biru-biru dan membengkak. Setelah matanya berkunang dan tubuhnya tergelimpang miring baru dia berhenti menampari mukanya sendiri dan dia menangis terisak-isak.

Keng Hong, pemuda gagah perkasa yang memiliki kesaktian jarang ada bandingnya itu menangis seperti anak kecil! Jantungnya seperti ditusuk-tusuk rasanya, hatinya diremas-remas.

"Bodoh! Engkau laki-laki tolol! Rasakan sekarang....!"

Seperti orang gila memaki-maki dirinya sendiri dan makin dia ingat dan kenangkan, makin sakit rasa hatinya, teringat betapa dia telah melakukan hal-hal yang amat tidak patut dan tidak adil terhadap Biauw Eng. Teringatlah dia betapa dengan mudahnya dia tergelincir oleh nafsu berahi, betapa dia melayani wanita-wanita bermain cinta. Dan dia telah memaki-maki Biauw Eng sebagai gadis tak tahu malu, bahkan sebagai perempuan murah karena gadis itu menyerahkan tubuhnya kepada Lai Sek.

Andaikata gadis itu menyerahkan tubuhnya kepadanya, agaknya akan lagi sikapnya. Ah, dan ternyata gadis itu hanya mengujinyaa, membohong dan sama sekali belum pernah menyerahkan tubuhnya, apalagi hati dan cinta kasihnya, kepada pria lain! Biauw Eng selamanya hanya mencinta dia, dan kalau gadis itu dahulu memilih Lai Sek hanya karena gadis itu hendak membalas budi.

Ah, betapa mulianya gadis itu, betapa mendalam cinta kasihnya. Dan sebaliknya betapa rendahnya dia, betapa cintanya dikotorkan oleh nafsu semata. Dan sampai saat ini, dia tahu benar dan dapat meraba dengan perasaannya, betapa gadis yang merasa sakit hati dan bertekad untuk membencinya itu sebetulnya masih mencintanya. Bahkan, untuk mengatakan membencinya dengan mulut saja sampai tidak terucapkan.

“Aduh, Biauw Eng.... bagaimana aku dapat menemukan engkau kembali? Bagaimana aku bisa mendapatkan engkau kembali....?"

Keng Hong mengeluh dan menyembunyikan muka di antara kedua lengan yang dia tumpangkan di atas kedua lutut yang dia angkat naik. Sampai lama dia duduk di bawah pohon seperti itu, kedua pipinya membiru dan bengkak-bengkak, pandang matanya kosong dan sayu.

Menjelang senja, setelah duduk seperti itu selama setengah hari, tiba-tiba ia meloncat berdiri dan mengepal tinjunya. Bhe Cui Im! Wanita itulah yang menjadi gara-gara! Wanita itulah yang pertama kali menyeretnya ke dalam gelombang permainan nafsu!

Wanita itu yang menjatuhkan fitnah secara keji kepada Biauw Eng, bahkan kemudian membunuh ibu Biauw Eng dan hampir membunuh Biauw Eng kalau saja dia tidak ditolong Lai Sek. Wanita itu sebenarnya membuat Biauw Eng berhutang budi kepada Lai Sek dan menjadi biang keladi pertama sehingga timbul pertentangan dan keretakan dalam cinta kasih antara dia dan Biauw Eng. Dan Cui Im pulalah orangnya yang harus dia cari, tidak saja untuk mendapatkan kembali semua pusaka yang dicuri gadis itu, yang membuat dia dimusuhi banyak tokoh kang-ouw, juga untuk membunuhnya karena perbuatan-perbuatannya yang kejam dan yang dahulu hampir membunuhnya dalam tempat persembunyian gurunya.

Masih ada urusan di dalam hidupnya! Masih banyak tugas memanggilnya dan pada saat itu, tugas terpenting adalah membasmi Cui Im dan Siauw Lek yang dia kenal dari cerita Biauw Eng tadi, disamping merampas kembali semua benda pusaka yang dicuri Cui Im.

Timbul kembali semangat hidup dalam diri Keng Hong yang tadinya sudah melayu. Dan pada saat itu juga dia lalu berlari meninggalkan hutan itu, kembali ke kota raja untuk mencari Cui Im!

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: