*

*

Ads

FB

Selasa, 16 Agustus 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 104

Pada saat Siauw Lek mengirim pukulan dengan lengan kanan dengan kuat dan cepat sekali ke arah dada Theng Kiu, pengawal berambut putih itu menggerakkan tangan menangkis, akan tetapi tidak seperti yang sudah-sudah tadi, tangkisannya kurang tenaga sehingga kepalan tangan Siauw Lek masih meleset dan menuju dadanya.

Agaknya Theng Kiu kurang waspada sehingga menggirangkan hati Siauw Lek yang merasa bahwa pukulannya tentu akan mengenai sasaran. Dugaannya memang tepat, kepalan tangannya menyentuh dada lawan akan tetapi tangan yang menangkisnya tadi kini tahu-tahu telah mencekal pergelangan tangannya dan tubuh lawan secara tiba-tiba merendah, membungkuk dan Siauw Lek merasa tubuhnya terlempar tinggi di udara!

Hebat sekali serangan balasan Theng Kiu ini, yang menggunakan cara melontarkan yang istimewa, yaitu meminjam tenaga pukulan Siauw Lek dan mempergunakan tubuhnya sebagai pengganjel lengan Siauw Lek yang ditangkap sebagai pengayun maka terlontarlah tubuh Siauw Lek sampai tinggi dan jauh.

Kalau bukan Siauw Lek yang sudah memiliki ginkang tinggi, berbahayalah lawan yang dilontarkan seperti ini, karena kalau terbanting dengan kepala lebih dulu tentu akan tewas seketika. Akan tetapi Siauw Lek tidak kehilangan akal. Sungguhpun tubuhnya melayang ke atas di luar kehendaknya sehingga untuk sesaat dia kehilangan keseimbangan tubuhnya, namun di udara dia sudah dapat menggerakkan tubuh dengan gerakan Lee-hi-ta-teng (Ikan Lee Mencuat) dan di udara itu tubuhnya berpoksai (bersalto) tiga kali sehingga ketika tubuhnya melayang turun kembali, dia sudah dapat menguasai tubuhnya dan turun dengan arah terkendali, yaitu turun menukik ke arah lawan sambil mengirim pukulan dengan kedua tangan seperti gerakan seekor garuda menyambar kelinci!

Gerakan Theng Kiu ketika menangkap dan melontarkan lawan tadi memang hebat, akan tetapi gerakan Siauw Lek itu lebih indah sehingga terdengar seruan-seruan memuji. Adapun Theng Kiu yang menjadi penasaran, sudah menggeser tubuh ke belakang sehingga serangan Siauw Lek luput dan mereka kembali saling berhadapan.

Siauw Lek tersenyum dan maklumlah kini dia bahwa "simpanan" lawannya adalah ilmu melontarkan tubuh lawan yang menjadi sebagian daripada ilmu gulat utara. Siauw Lek bukanlah seorang pemuda hijau. Dia sudah mengalami banyak pertempuran dan dia banyak tahu akan ilmu silat ini, maka diam-diam dia mengambil keputusan untuk mengalahkan lawan ini dengan mencari titik kelemahan ilmu gulat!

Ia tahu bahwa seorang ahli gulat, amat takut terlalu lama menangkap seorang ahli silat, takut akan pukulannya, maka begitu menangkap tentu akan dilontarkan atau di banting. Sebaliknya, seorang ahli silat biasanya bersikap hati-hati kalau melawan seorang ahli gulat, dan selalu bertanding dengan jarak jauh karena maklum akan lihainya ilmu gulat yang bukan lain adalah ilmu mencengkeram dan menangkap semacam Eng-jiauw-kang dan Kin-na-hoat.

Setelah membuat perhitungan dan mencari akal, kembali Siauw Lek menerjang maju dengan pukulan-pukulan berat. Sekali lagi dia tertangkap, bahkan kini kedua lengannya yang ditangkap dengan beberapa kali tekukan tubuh, Siauw Lek telah diangkat dan sekali ini dia dibanting ke atas lantai.






"Bruuukkkkk!"

Debu mengebul ketika tubuh Siauw Lek terbanting ke atas lantai saking kerasnya bantingan, akan tetapi tubuh Siauw Lek sudah mencelat bangun kembali, sebaliknya, tubuh Theng Kiu terguling dan tidak dapat bangun karena pada saat dia dibanting dan dilepaskan oleh cekalan tangan lawan, Siauw Lek sudah secepat kilat menggerakkan tangan mengirim pukulan sinkang yang tepat mengenai lambung Theng Kiu.

Biarpun tidak sangat tepat dan keras kenanya karena posisi Siauw Lek yang sedang dibanting itu, namun karena pukulan itu mengandung sinkang dan yang terkena adalah bagian tubuh yang lemah, cukup untuk merobohkan Theng Kiu yang perutnya menjadi nyeri dan napasnya sesak!

Melihat keadaan lawannya, Siauw Lek cepat menghampiri dan dengan beberapa kali totokan dan pijatan, akhirnya Theng Kiu tidak begitu menderita. Keduanya lalu berlutut di depan kaisar dan Theng Kiu berkata,

"Hamba mengaku kalah dalam bertanding tangan kosong dengan saudara Siauw Lek, Sri Baginda."

Kaisar mengangguk-angguk dan The Ho tai-ciangkun berkata,
"Mereka berdua lebih lihai daripada pengawal kepala, pangkat apakah yang akan Paduka berikan kepada mereka, Sri Baginda?"

Kaisar tersenyum memandang panglima tinggi yang dahulunya merupakan sahabat seperjuangan itu, dan berkata lirih,

"Aku telah mempunyai lima orang pengawal rahasia yang terdiri dari orang-orang sakti, kalau kini ditambah dua orang lagi, bukankah lebih baik, The ciangkun? Mereka hidup mewah dan bebas, akan tetapi bertugas untuk secara rahasia mengawal kaisar dengan taruhan nyawa?"

Tanpa menanti jawaban panglima itu tahu pasti akan menyetujuinya, kaisar sudah memasukkan sebuah benda kecil ke mulutnya dan meniup. Terdengarlah suara melengking tinggi dan beberapa detik kemudian, baru saja kaisar menyimpan kembali benda yang ternyata semacam peluit kecil itu ke dalam saku, dari jendela, pintu, dan atas genteng melayang turun lima bayangan orang yang gerakannya cepat laksana burung-burung menyambar dan tahu-tahu di ruangan itu telah berdiri lima orang laki-laki tua yang memandang kaisar, kemudian memandang ke kanan kiri penuh kewaspadaan dan persiapan.

Cui Im memandang penuh perhatian dan dengan kaget dia mengenal bahwa seorang di antara lima orang kakek itu bukan lain adalah Pak-san Kwi-ong, kakek tinggi besar yang berkulit hitam arang, matanya kelihatan putih dan telinganya lebar seperti telinga gajah, di pinggangnya tergantung senjata rantai dengan kedua ujungnya terdapat tengkorak!

Akan tetapi Siauw Lek lebih kaget lagi karena dia mengenal lima orang itu yang kesemuanya adalah tokoh-tokoh kang-ouw, datuk-datuk dunia hitam atau golongan sesat. Yang seorang jelas adalah Pak-san Kwi-ong, tokoh nomor satu dari utara, akan tetapi yang empat orang juga merupakan tokoh-tokoh besar yang telah lama menjagoi perbatasan utara dari barat ke timur, merupakan "iblis-iblis" sepanjang Tembok Besar.

Yang pertama bernama Gu Coan Kok yang terkenal dengan julukan Iblis Cebol, tingginya tidak ada satu setengah meter, akan tetapi senjatanya adalah sebatang tongkatnya yang panjangnya lebih dari ukuran tubuhnya! Orang ke dua adalah seorang yang tubuhnya tinggi besar, lebih tinggi dari Pak-san Kwi-ong sendiri, akan tetapi punggungnya bongkok, senjatanya istimewa karena senjata ini tak pernah dapat dia lepaskan, yaitu cakar baja yang telah tertanam di ujung jari tangannya, menggantikan sepuluh kuku jari yang semuanya berbisa.

Dia ini adalah Hok Ku, seorang keturunan suku bangsa Kerait dan berjuluk Toat-beng Tok-ciang (Tangan Beracun Pencabut Nyawa). Suku bangsa Kerait adalah suku bangsa di utara yang dahulu pernah mengalami masa jaya di samping suku bangsa Nalman, bahkan sebelum suku bangsa mongol menjadi besar. Mongol pernah tunduk kepada bangsa Kerait.

Orang ke tiga bermuka putih seperti mayat, tinggi kurus dan kedua tangannya memegang pisau kecil runcing dari baja mengkilap. Dia inilah Kemutani, seorang peranakan bangsa Mongol dan Han, dan biarpun senjatanya hanya pisau-pisau kecil, akan tetapi justeru senjata sederhana inilah yang membuat namanya terkenal karena selain dia seorang ahli dalam bersilat menggunakan sepasang pisau ini, juga pisau-pisau itu dapat dia lontarkan dari jarak dekat atau jauh dengan cepat dan tepat sehingga dia mendapat julukan Hui-to (Si Pisau Terbang).

Orang ke empat bertubuh bulat bundar seperti bola saking gendut dan pendeknya, kedua kakinya pendek dan besar seperti kaki gajah, tubuhnya merupakan bulatan besar seperti gentong dan kepalanya merupakan bulatan kecil seperti bola. Biarpun bentuk tubuhnya lucu, akan tetapi sepak terjang Couw Seng yang berjuluk Thai-lek Sin-mo ( Iblis Sakti Bertenaga Besar) ini sama sekali tidak lucu, apalagi bagi lawannya karena dia benar-benar lihai sekali dan sukar dikalahkan.

"Ha-ha-ha, kalian berlima jangan kaget. Kami memanggil kalian bukan karena ada ancaman bahaya, melainkan hendak kami perkenalkan dengan dua orang pengawal rahasia yang baru sebagai rekan-rekan kalian. Mereka berdua itulah pengawal-pengawal yang baru." Kaisar berkata sambil menuding ke arah Cui Im dan Siauw Lek.

Mendengar ucapan kaisar ini barulah sikap lima orang pengawal rahasia itu tidak tegang dan mereka tersenyum-senyum, bahkan lalu menjura penuh hormat kepada kaisar.

Hanya lima orang pengawal rahasia inilah yang dibebaskan daripada kebiasan menghormat kaisar sambil berlutut karena mereka itu setiap detik harus waspada dan menjaga kaisar secara diam-diam dan rahasia, berbeda dengan para pengawal pribadi yang seolah-olah menjadi kaki tangan kaisar, ke manapun kaisar bergerak selalu harus menjaga di samping kaisar.

Adapun lima orang pengawal rahasia ini seperti bayangan kaisar, kadang-kadang tampak kadang-kadang tidak, namun selalu siap untuk membela kaisar pada saat-saat diperlukan. Maka begitu kaisar meniup peluit sebagai tanda rahasia panggilan, lima orang pengawal ini muncul secara tiba-tiba. Secara bergiliran, mereka berlima ini melakukan penjagaan siang malam.

Setelah lima orang ini merasa yakin bahwa keselamatan kaisar tidak terancam, mereka memandang ke arah dua orang yang disebut pengawal baru oleh kaisar itu dan terdengarlah seruan-seruan,

"Kim-lian jai-hwa-ong....!"

"Eh, Tok-sian-li, engkaukah ini?? Benarkah bahwa Lam-hai Sin-ni telah kau...."

"Pak-san Kwi-ong, perlukah kita harus membongkar-bongkar keburukan masing-masing di hadapan yang mulia Sri Baginda Kaisar?"

Cui Im membentak marah sambil menudingkan telunjuknya kepada kakek tinggi besar berkulit hitam itu.

"Urusan pribadi tidak ada sangkut-pautnya dengan pengabdian kita kepada Sri Baginda. Atau, kalau engkau dan empat orang kawanmu ini merasa terlalu tinggi untuk bekerja sejajar dengan aku, dan merasa terlalu pandai, hemmm.... aku Ang-kiam Bu-tek akan mampu membuktikan bahwa aku dapat merobohkan kalian seorang demi seorang atau bahkan sekaligus!"

Siauw Lek juga berkata tersenyum,
"Kalau Sri Baginda yang mulia menghendaki, aku pun sanggup menghadapi mereka seorang lawan seorang!"

Kaisar malah tertawa girang mendengar ini, akan tetapi dia lalu mengangkat tangan berkata,

"Pak-san Kwi-ong, dengar baik-baik perkataan kami. Kami telah menguji Ang-kiam Bu-tek dan Siauw Lek dan kami memutuskan untuk mengangkat mereka berdua ini menjadi pengawal rahasia di samping kalian berlima. Karena itu, perintahku pertama kepada kalian bertujuh adalah agar kalian jangan membuat ribut sendiri dengan urusan pribadi kalian yang tak ingin kudengar. Nah, Pak-san Kwi-ong, ajaklah mereka berdua ini yang sekarang menjadi rekan-rekanmu ke dalam dan boleh kalian bercakap-cakap di sana, jangan datang kalau tidak kupanggil!"

Lima orang pengawal rahasia itu membungkuk, demikian pula Cui Im dan Siauw Lek yang sudah cepat dapat menyesuaikan diri, kemudian kedua orang baru ini berlalu mengikuti lima orang pengawal rahasia, tidak canggung-canggung lagi dan gerakan mereka bertujuh amat cepat tanpa mengeluarkan suara seolah-olah pribadi kaisar dilindungi oleh tujuh setan.

Setelah mereka bertujuh pergi, kaisar tertawa dan melanjutkan perundingannya dengan Laksamana The Ho dan Ma Huan, membicarakan rencana kaisar untuk mengirim barisan di bawah pimpinan The Ho ke selatan, memjelajah negeri-negeri di seberang lautan.

Adapun di sebelah dalam istana, di tempat rahasia, Cui Im berkata kepada Pak-san Kwi-ong yang oleh kaisar disebut Pak-san-kwi (Setan Pegunungan Utara) dan dihilangkan "ong" atau rajanya.

"Kwi-ong, kita harus mentaati perintah kaisar dan ingatlah engkau bahwa aku bukanlah Ang-kiam Tok-sian-li murid Lam-hai Sin-ni seperti dulu lagi. Aku adalah Ang-kiam Bu-tek, pewaris harta peninggalan Sin-jiu Kiam-ong, dan tentang kepandaianku, ingat saja bahwa Lam-hai sin-ni juga roboh dan tewas di tanganku. Kalau kalian berlima menghendaki kerja sama dengan aku untuk mengawasi kaisar, baik sekali. Akan tetapi kalau kalian berlima hendak bertengkar dan menentangku, aku akan membunuh kalian dengan bantuan Kim-lian Jai-hwa-ong dan terpaksa kita semua tidak akan dapat mempertahankan kedudukan kita di sini. Mana yang kau pilih?"

Pak-san Kwi-ong yang dianggap paling sakti di antara teman-temannya, tertawa dan berkata,

"Ang-kiam, sebelum engkau muncul aku sudah menjadi pengawal, tentu saja aku akan selalu mentaati perintah kaisar. Sungguhpun hal ini bukan berarti bahwa aku takut kepadamu, akan tetapi selama engkau diterima oleh kaisar sebagai pengawal rahasia, engkau akan kuanggpap sebagai rekan dan kawan, demikian pula Jai-hwa-ong ini."

Demikianlah, mulai saat itu, Cui Im dan Siauw Lek menjadi pengawal-pengawal rahasia kaisar yang berarti bahwa mereka merupakan dua orang di antara pengawal-pengawal yang paling tinggi kedudukannya, merupakan jagoan-jagoan istana yang disegani dan ditakuti orang lain, kecuali kaisar sendiri.

Bahkan pembesar-pembesar istana yang berpangkat tinggi sekalipun segan terhadap pengawal-pengawal rahasia ini karena mereka semua maklum bahwa apabila ada orang yang tidak setia kepada kaisar, apalagi yang berniat memberontak, tentu akan didatangi oleh pengawal-pengawal rahasia yang sakti ini dan menerima hukuman!

Adanya tujuh orang pengawal rahasia yang kesemuanya terdiri dari bekas-bekas tokoh besar kaum sesat, membuktikan bahwa Kaisar Yung Lo memang pandai mempergunakan orang dan memanfaatkan kepandaian mereka, baik dari golongan putih maupun dari golongan hitam. Dan segera terkenal di seluruh dunia kang-ouw bahwa tujuh orang tokoh besar itu menghambakan diri di istana, maka hal ini sudah cukup membuat gentar hati setiap orang yang berniat memberontak.

**** 104 ****
Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: