*

*

Ads

FB

Selasa, 16 Agustus 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 103

"Mulailah!"

Kaisar menggerakkan tangan ke atas dan semua mata memandang ke arah dua orang yang sudah siap itu.

"Lihat serangan!"

Theng Kiu membentak dan ruyungnya menyambar, menjadi sinar keemasan menghantam ke arah kepala Cui Im. Wanita ini melihat bahwa gerakan lawannya cukup kuat dan cepat baginya. Ia merendahkan tubuh dengan menekuk kedua lutut sehingga ia tahu bahwa ruyung itu akan melewati atas kepalanya dan langsung ia membalas dengan gerakan pedangnya menyerampang kaki lawan.

Cepat sekali gerakannya itu, hampir bersamaan dengan serangan Theng Kiu seningga pengawal kepala ini terkejut dan cepat meloncat sambil miringkan tubuh dan dia pun meniru lawan untuk bergerak cepat, ruyungnya yang melewati kepala tadi dia balikkan menimpa pundak, Cui Im tidak membiarkan tulang pundaknya diremukkan ruyung, ia miringkan tubuh sambil meloncat ke atas dan otomatis pedangnya yang luput menyerampang kaki tadi sudah membentuk lingkaran ke atas dan menukik dengan tusukan ke arah mata Theng Kiu! Akan tetapi Theng Kiu sudah memutar pergelangan tangannya, ruyungnya menangkis keras.

"Tranggggg...!"

Bunga api berhamburan dan secepat kilat Cui Im yang sudah ke bawah itu menusukkan pedangnya ke arah perut lawan. Kembali menghadapi serangan yang cepat ini tidak ada lain jalan bagi Theng Kiu kecuali menggerakkan ruyung dari samping menangkis keras.

"Cringgggg....!"

Kini Theng Kiu sambil menangkis, membarengi dengan pukulan tangan kiri ke arah dada Cui Im dari samping. Namun Cui Im mengelak ke kanan dan mengayun kakinya menendang lutut lawan. Kalau saja Theng Kiu tidak cepat mengelak sambil memutar ruyungnya melindungi tubuh, tentu lututnya patah atau lehernya terbabat pedang karena sambil menendang tadi pedang Cui Im sudah menyambar ke leher. Kembali kedua senjata bertemu keras.

"Tranggggg...!" Theng Kiu menghantam ruyung dari bawah ke arah pinggang, ditangkis Cui Im. "Cringggg!" Dan tiba-tiba tampak sinar merah bergulung-gulung ketika Cui Im membalas dengan serangan bertubi-tubi.

Cepat bukan main gerakan pedang wanita ini sehingga tubuhnya lenyap terbungkus sinar pedangnya yang merah. Theng Kiu terpaksa mengerahkan seluruh tenaga mengimbangi kecepatan lawan, namun tetap saja dia kalah cepat sehingg di antara dua gulung sinar pedang merah dan sinar ruyung keemasan yang membungkus tubuh kedua orang itu, terdengar suara "crang-cring-crang-cring!" nyaring berkali-kali dan kesemuanya merupakan pedang yang menyerang dan ruyungnya yang terus menerus menangkis karena tidak diberi kesempatan untuk balas menyerang!






Semua orang yang menonton termasuk kaisar sendiri, menahan napas, kecuali The Ho yang mengelus-elus jenggot, Ma Huan yang tersenyum-senyum dan Tio Hok Gwan yang makin mengantuk sungguhpun kedua mata yang mengantuk ini tak pernah berkedip menonton pertandingan. Pertandingan itu amat seru dan menegangkan, berlangsung dengan kecepatan yang memusingkan para penonton yang masih belum setinggi itu tingkatnya.

Cui Im memang seorang ahli pedang yang lihai. Dahulu pun, ketika ia masih menjadi murid Lam-hai Sin-ni dan berjuluk Ang-kiam Tok-sian-li (Dewi Beracun Berpedang Merah), ilmu pedangnya sudah hebat dan jarang ada yang mampu menandinginya

Sekarang, setelah ia mempelajari ilmu-ilmu yang tinggi dan mujijat dari peninggalan Sin-jiu Kiam-ong selama empat tahun, kepandaiannya sudah meningkat luar biasa. Ilmu pedangnya kini amat hebat, merupakan gabungan dari ilmu pedangnya sendiri yang ia pelajari dari Lam-hai Sin-ni disempurnakan dengan ilmu pedang yang ia pelajari dari kitab peninggalan Sin-jiu Kiam-ong yang inti sarinya merupakan Ilmu Pedang Siang-bhok-kiam dan yang hanya dimiliki atau diwarisi oleh Keng Hong karena Ilmu Pedang Siang-bhok-kiam ini dirahasiakan oleh Sin-jiu Kiam-ong dan hanya Keng Hong yang telah menerima ajaran gurunya.

Namun ilmu pedang ciptaan Sin-jiu Kiam-ong itu benar-benar mencakup semua inti dari ilmu pedang Hoa-san-pai, Kun-lun-pai, Kong-thong-pai dan Siauw-li-pai menjadi satu. Di masa mudanya, Sin-jiu Kiam-ong yang mencuri ilmu-ilmu dari partai-partai besar telah memetik bagian-bagian yang terlihat kemudian menggabungkannya sehingga kini ilmu pedang yang dimainkan oleh Cui Im benar-benar luar biasa sekali.

Di lain fihak, ilmu silat Theng Kiu adalah ilmu silat gabungan dari utara dan selatan, dan juga dia memiliki jurus-jurus gabungan yang aneh, akan tetapi dibandingkan dengan Cui Im, tingkat ilmu silatnya kalah tinggi. Selain itu, karena Cui Im sudah mempelajari cara bersamadhi dan menghimpun tenaga dari kitab-kitab peninggalan Sin-jiu Kiam-ong, terutama sekali dari kitab kedua Siauw-lim-pai Seng-to-cin-keng dan I-kiong-hoat-hiat, maka dia telah memiliki sinkang yang amat kuat, lebih kuat daripada tenaga sinkang Theng Kiu sehingga wanita ini menang tenaga dan menang cepat.

Sinar pedang merah yang bergulung-gulung itu makin lama makin membesar dan lingkaran-lingkarannya makin luas, menggulung sinar emas dari ruyung di tangan Theng Kiu.

"Bagaimana pendapatmu, The-ciang-kun?" Kaisar bertanya kepada Laksamana The Ho yang memandang dengan kagum.

"Hebat, Sri Baginda. Benar-benar hebat kiam-sutnya, dan kalau Sri Baginda dapat mempergunakan tenaga wanita ini sebagai pengawal, sungguh baik sekali. Hamba rasa, Tio Hok Gwan sendiri belum tentu mampu menandingi kiam-sutnya yang seperti itu. Bagaimana, Hok Gwan?"

Si pengantuk itu menggeleng-geleng kepala.
"Luar biasa sekali. Hamba takkan menang bertanding senjata dengan wanita itu."

Dengan ucapan ini, Tio Hok Gwan hanya mengakui kelihaian Cui Im dalam permaian pedang, sedangkan kalau bertanding sungguh-sungguh mencari kemenangan, belum tentu dia akan kalah.

"Pedang yang ganas, semoga Allah menyadarkan untuk mempergunakan ilmunya demi kebenaran!" Ma Huan berkata sambil menggeleng-geleng kepala.

"Cukup, Theng-ciangkun...!"

Tiba-tiba terdengar seruan Cui Im dan tampak tubuh wanita ini melesat keluar dari gulungan sinar yang lenyap pula. Wanita ini berdiri sambil tersenyum, wajahnya merah segar dan matanya berseri. Adapun Theng Kiu berdiri dengan muka lebih merah lagi, napasnya agak terengah.

"Maafkan saya, Theng-ciang-kun dan terimalah kembali kancing bajumu."

Cui Im melemparkan sebuah benda kecil yang diterima oleh Theng Kiu. Keduanya lalu berlutut menghormat kaisar yang memandang kagum. Kiranya wanita itu sedemikian lihainya mainkan pedang sehingga dapat menanggalkan kancing baju lawan tanpa melukainya. Tentu saja peristiwa ini membuktikan kemenangan Cui Im secara mutlak, karena kalau wanita itu menghendaki, tentu saja ujung pedang bukan mengambil kancing, melainkan lebih dalam lagi dibalik baju dan kulit dada, menusuk jantung!

"Bhe Cui Im, engkau lulus ujian. Ilmu pedangmu benar-benar hebat," kata kaisar.

"Terima kasih, Sri Baginda!" kata Cui Im dengan girang sekali.

"Dan bagaimana dengan engkau? Siapakah namamu tadi?"

"Hamba bernama Siauw Lek, Sri Baginda. Hamba pun siap untuk menghadapi pengawal pribadi Paduka yang manapun untuk menguji hamba."

"Apa? Engkau pun berani menghadapi pengawal pribadiku? Dengan senjata?"

"Dengar senjata maupun tangan kosong hamba sanggup menghadapinya, Sri Baginda."

Kaisar tertawa.
"Wah, agaknya kalian berdua memang tokoh-tokoh kang-ouw yang jempol! Engkau telah menyaksikan kepandaian pengawal kepala. Apakah engkau sanggup menandinginya?"

"Theng-ciang-kun tentu telah lelah, kalau tidak, hamba sanggup menghadapinya, Sri Baginda."

Dengan muka merah Theng Kiu memberi hormat dan menjawab,
"Tidak, Sri Baginda. Hamba tidak lelah dan tidak penasaran kalau dikalahkan oleh tokoh kang-ouw yang memang hamba tahu banyak sekali yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Kalau Paduka Sri Baginda Kaisar menghendaki, hamba akan menguji Siauw Lek dengan ilmu silat tangan kosong."

"Baik, lakukanlah, Siauw Lek, bersiaplah menandingi Theng Kiu."

Kembali dua orang lawan berhadapan dan kini para pengawal yang menonton mengharapkan kemenangan bagi rekan mereka. Bukan karena iri hati melihat masuknya pengawal baru, hanya karena mereka maklum bahwa di samping ilmu silatnya yang hebat, Theng Kiu pernah menjadi juara dalam ilu gulat diantara orang-orang Mongol.

Maka banyak harapan baginya untuk memenangkan pertandingan tangan kosong ini. Andaikata tadi menghadapi Cui Im mereka tidak mengadu ilmu pedang, kiranya belum tentu Theng kiu kalah, demikian pikir mereka. Betapapun juga, tidak mungkin di depan kaisar mengeluarkan ilmu gulat kalau bertanding melawan seorang wanita!

"Awas pukulan!"

Theng Kiu berseru dan mulai menyerang dengan pukulan tangan kanan yang kuat dan mantap. Siauw Lek yang belum tahu sampai di mana tenaga lawan, tidak mau bersikap sembrono menangkis, mengelak ke kiri dan dari kiri dia balas memukul dengan tangan kanan, lutut ditekuk sehingga pukulannya yang lurus dari pinggang itu menuju ke lambung lawan.

Theng Kiu juga mengelak sambil meloncat ke sebelah kiri Siauw Lek, cepat kakinya menendang ke bawah pusar. Terdengar suara angin bersiutan saking keras dan cepatnya tendangan ini. Namun dengan tangkas dan tenang Siauw Lek mengelak dan balas memukul. Karena pukulan ini cepat sekali datangnya, Theng Kiu menangkis, sekalian hendak mengukur tenaga lawan.

"Duukkk!"

Kedua orang itu terpental ke belakang, tanda bahwa tenaga mereka berimbang, sungguhpun dilihat dari jarak mereka terpental itu tampak bahwa Theng Kiu terpental lebih jauh. Makin serulah pertandingan itu, pukul-memukul, tendang menendang dan tusuk menusuk dengan jari tangan mengarah jalan darah yang akan ditotoknya. Keduanya sama sigap, sama tangkas dan sama kuat.

Seperti juga ilmunya bersenjata ruyung, juga ilmu silat tangan kosong Theng Kiu amat aneh gerakannya, namun ilmu silat Hek-liong-kun (Ilmu Silat Naga Hitam ) yang dimainkan Siauw Lek juga hebat, bukan main. Ilmu silat ini adalah ilmu silat ciptaan Gobi Chit-kwi, Tujuh iblis dari Go-bi, yang memiliki sifat ganas dan dahsyat.

Kaisar yang menonton pertandingan itu, diam-diam merasa kagum dan dia maklum bahwa biarpun tingkat kepandaian laki-laki pesolek dan tampan ini tidak dapat menandingi kelihaian Cui Im, namun tingkatnya tidak di sebelah bawah pengawal kepala itu. Diam-diam dia merasa girang sekali karena selain mendapatkan kitab Thai-yang-cin-keng yang sejak dahulu dia cari-cari, juga sekarang dia mendapatkan dua orang pembantu yang tenaga dan kepandaiannya boleh diandalkan.

"Orang ini kepandaiannya juga hebat, Sri Baginda. Akan tetapi hamba mohon agar Paduka bersikap waspada. Orang seperti dia ini sama sekali tidak boleh dipercaya secara bulat-bulat," kata The Ho perlahan.

Kaisar tersenyum.
"Anjing yang betapa galak pun kalau pandai mempergunakannya, dapat menjadi penjaga yang setia, Ciangkun."

The Ho menganguk-angguk dan dia pun tidak merasa gelisah karena orang pandai ini sudah mengenal kebijaksanaan junjungannya. Sementara itu, dua orang yang bertanding itu masih terus saling menyerang dengan seru, akan tetapi kini terjadi perubahan. Siauw Lek kelihatan mulai mendesak dengan pukulan-pukulan ampuh yang bertubi-tubi sehingga Theng Kiu tidak mampu lagi membalas.

Sebetulnya Theng Kiu tidaklah terdesak, dan memang dia sengaja main mundur dan bersikap seolah-olah terdesak. Hal ini sengaja dia lakukan untuk membuat lawan lengah. Ia hendak mempergunkan ilmu gulatnya untuk menangkan pertandingan ini. Andaikata dia menghadapi lawan lain, tentu sudah dia keluarkan sejak tadi untuk mencapai kemenangan.

Akan tetapi dia maklum bahwa Siauw Lek adalah lawan yang amat tangguh dan senjatanya yang paling ampuh dalam pertandingan tangan kosong hanya ilmu gulatnya. Kalau dia keluarkan sembarangan dan diketahui lawan, agaknya lawan akan bersikap hati-hati sehingga sukar ditangkap. Maka dia sengaja bersikap terdesak untuk menyergap lawan secara tiba-tiba selagi lawan lengah.

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: