*

*

Ads

FB

Selasa, 09 Agustus 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 099

Ketua Hoa-san-pai dan Bun-Hoat Tosu mengangkat tangannya dan berkata,
"Siancai... Benar-benar mewarisi kepandaian bersilat lidah dari Sie Cun Hong, anak ini! Akan tetapi, ada benarnya apa yang diucapkan. Eh, orang muda, pinto dapat menerima alasanmu bahwa apa yang terjadi antara engkau dan murid Sim Ciang Bi adalah urusan pribadi kalian orang-orang muda. Akan tetapi, bagaimana engkau dapat membela dirimu tentang kematian murid kami itu?"

"Saya bersumpah bahwa saya tidak membunuh Sim Ciang Bi, Locianpwe."

"Memang tidak membunuh dengan tanganmu, akan tetapi dengan perbuatanmu. Dia mati dalam pelukanmu dan kalau engkau tidak bermain cinta dengan dia, dia tidak akan mati terbunuh iblis betina yang merasa cemburu. Hayo, bantahlah kalau bisa!" Coa Kiu membentak lagi.

"Maaf, Totiang. Tidak ada kematian tanpa sebab, akan tetapi ada sebab langsung yang disengaja. Kalau saya dianggap sebab kematian Sim Ciang Bi maka saya hanya merupakan sebab tidak langsung dan tidak saya sengaja. Saya tidak berniat membunuh dia dan kalau kenyataannya dia dibunuh orang selagi berada dalam pelukanku, hal itu hanya kebetulan saja. Sebab yang langsung berada di tangan Bhe Cui Im, karena dialah yang membunuh Ciang Bi dan saya berjanji akan membuat perhitungan dengan Cui Im."

Bun Hoat Tosu mengangguk-angguk.
"Bagus, engkau pandai membela diri dan memang pembelaanmu dapat diterima. Setelah mendengar semua alasan-alasan yang kau kemukakan, kami dari fihak Hoa-san-pai akan ditertawai dunia kang-ouw kalau masih hendak menyalahkanmu. Kiranya yang menjadi biang keladi dari kesemuanya ini adalah murid Lam-hai Sin-ni yang bernama Bhe Cui Im itu. Ahhh, betapa aneh peristiwa yang bermunculan di dunia kang-ouw sekarang ini.

Selain muncul engkau sebagai murid Sin-jiu Kiam-ong yang cukup menghebohkan, muncul pula Bhe Cui Im yang menggegerkan dunia, bahkan namanya kini menjulang tinggi melampaui nama gurunya. Siapakah yang tidak mengenal dia yang kini berjuluk Ang-kiam Bu-tek, yang telah banyak membunuh tokoh besar dunia kang-ouw? Entah dari mana ia mendapatkan ilmu kepandaian tinggi, kabarnya lebih tinggi daripada Lam-hai Sin-ni sendiri. Orang muda, dia bersama murid Go-bi Chit-kwi yang berjuluk Jai-hwa-ong kini telah menjadi jago-jago nomor satu dari barisan pengawal kaisar, tahukah engkau?"

Keng Hong terkejut.
"Ahhh! Begitulkah, Locianpwe? Baru sekarang saya mendengar dan terima kasih atas petunjuk Locianpwe. Sekarang juga boanpwe akan pergi ke kota raja mencarinya, selain untuk merampas kembali semua kitab dan pusaka yang dicurinya, juga untuk menghukumnya atas segala perbuatan jahatnya sehingga menyeret saya ke dalam jurang permusuhan dari semua orang gagah."

Keng Hong sudah menjura dengan hormat dan siap hendak berangkat, akan tetapi tiba-tiba Coa Kiu dan Coa Bu, Hoa-san Siang-sin-kiam telah meloncat maju dan Coa Kiu berkata,






"Tunggu dulu, Cia Keng Hong."

Keng Hong berhenti dan membalikkan tubuh, berdiri tegak menanti dengan tenang apa yang dikatakan dua orang tosu yang dia tahu masih merasa penasaran bahwa dia dibebaskan secara demikian mudah oleh ketua Hoa-san-pai, kemudian Coa Kiu berkata,

"Harap Suhu tidak mudah dibohongi pemuda yang pandai membujuk ini. Harap Suhu memperkenankan teecu bicara dengan dia sebelum dia pergi meloloskan diri."

"Asalkan kau dapat menjaga agar Hoa-san-pai selalu bertindak berdasarkan kebenaran, lakukanlah apa yang kau kehendaki dari pemuda ini," jawab ketua Hoa-san-pai dengan sabar.

Sepasang Pedang Sakti dari Hoa-san-pai melangkah maju menghadapi Keng Hong, dan Coa Kiu berkata,

"Cia Keng Hong, engkau telah berjanji untuk mencari Ang-kiam Bu-tek, merampas kembali pedang pusaka Hoa-san-pai dan menggembalikan kepada kami, kami juga menghukum Ang-kiam Bu-tek, atas semua perbuatannya. Benarkah itu?"

"Benar, Locianpwe. Dan sekali lagi untuk melakukan hal yang Locianpwe sebutkan tadi."

"Cia Keng Hong, apakah engkau cukup memiliki ilmu kepandaian untuk mengalahkan Ang-kiam Bu-tek?"

Keng Hong tersenyum. Ia adalah seorang yang amat cerdik dan pertanyaan ini sudah cukup baginya untuk mengetahui apa yang dikehendaki Hoa-san Siang-sin-kiam, maka dia menjawab tanpa ragu-ragu,

"Saya merasa yakin bahwa saya akan dapat mengalahkan dia, Locianpwe."

"Bocah sombong! Kalau engkau tidak dapat membuktikan sekarang juga di depan Hoa-san-pai, maka jelaslah bahwa engkau tadi telah menipu kami dengan kata-kata manis, muluk-muluk dan kosong belaka!" kata pula Coa Kiu, suaranya mengandung kemenangan.

Keng Hong mengerti, akan tetapi pura-pura tidak mengerti dan bertanya,
"Apa yang Locianpwe maksudkan?"

"Nama Ang-kiam Bu-tek menjadi buah percakapan di dunia kang-ouw. Dia telah membunuh Thian Ti Hwesio dan Sin-to Gi-hiap, merobohkan banyak sekali tokoh kang-ouw yang berilmu tinggi.."

"Saya dapat menambah lagi, Locianpwe," kata Keng Hong memotong kata-kata Coa Kiu,

"Ang-kiam Bu-tek Bhe Cui Im itu bahkan telah membunuh bekas gurunya sendiri, Lam-hai Sin-ni."

Semua orang kaget, bahkan Bun Hoat Tosu sendiri nampak tercengang. Coa Kiu melanjutkan ucapannya,

"Nah, hal itu membuktikan bahwa ilmu kepandaian Ang-kiam Bu-tek benar-benar hebat dan jelas tingkat kepandaiannya melebihi tingkat kepandaian Hoa-san Siang-sin-kiam. Kami sendiri agaknya tidak akan mampu menandinginya. Akan tetapi engkau telah menyatakan keyakinanmu untuk mengalahkannya. Dapatkah engkau membuktikan kata-katamu itu sekarang juga?"

Keng Hong masih berpura-pura tidak mengerti.
"Membuktikan dengan cara bagaimana, Locianpwe?"

"Dengan cara mengalahkan Hoa-san Sian-sin-kiam! Jelas bahwa kepandaian kami masih lebih rendah daripada Ang-kiam Bu-tek, maka kalau engkau sudah merasa yakin akan dapat mengalahkan dia, tentu engkau pun harus dapat mengalahkan kami. Sebaliknya, kalau terhadap kami saja engkau berani membohongi guru kami bahwa engkau akan dapat mengalahkan Ang-kiam Bu-tek?"

Keng Hong pura-pura kaget dan bingung kemudian dia menghadap ketua Hoa-san-pai sambil berkata,

"Mohon pertimbangan Locianpwe mengenai tantangan Hoa-san Siang-sin-kiam ini. Locianpwe, saya datang menghadap Locianpwe dengan niat untuk menghabiskan segala permusuhan dan kesalah fahaman yang ada di antara kita, bagaimana mungkin saya berani menghadapi dua orang tokoh besar Hoa-san-pai dalam pertandingan? Bukankah hal ini akan membuat usaha dan niat baik boanpwe menjadi sia-sia belaka?"

Bun Hoat Tosu tersenyum dan berkata,
"Tidak mengapa, orang muda. Apa yang diusulkan oleh kedua orang muridku memang benar, bukan sekali-kali untuk mengujimu karena tidak percaya. Engkau adalah murid tunggal Sin-jiu Kiam-ong tentu memiliki ilmu kepandaian yang hebat. Akan tetapi, bagaimana hati kami sepeninggalmu akan dapat tenang dan yakin bahwa pusaka Hoa-san-pai akan dapat dikembalikan kalau kami tidak menyaksikan lebih dulu kelihaianmu. Harap jangan sungkan dan perlihatkanlah kepandaianmu dan keampuhan Siang-bhok-kiam kepada kami."

Keng Hong menjadi kagum. Ketua Hoa-san-pai ini benar-benar bijaksana. Jawabannya sekaligus menyadarkan kedua orang muridnya bahwa pertandingan ini hanya merupakan ujian, dan sekaligus menarik kesempatan untuk menyaksikan kehebatan Siang-bhok-kiam dan ilmu pedangnya.

Ia pun kagum bahwa kakek tua renta ini sudah tahu bahwa dia membawa Pedang Kayu Harum itu, padahal pedang itu dia sembunyikan di balik jubahnya. Ia cepat memberi hormat dan berkata,

"Baiklah kalau begitu, Locianpwe Ji-wi Hoa-san Siang-sin-kiam, saya telah siap menerima pelajaran Ji-wi!"

Lega hati kedua tokoh Hoa-san-pai itu. Mereka selalu merasa penasaran dan hal ini akan menganggu hati mereka kalau mereka belum mencoba kelihaian murid tunggal Sin-jiu Kaim-ong, yang selama beberapa tahun ini membuat mereka seperti juga tokoh-tokoh lain di dunia kang-ouw, menjadi lelah badan dan kesal pikiran. Sudah bertahun-tahun mereka ikut mengejar Keng Hong tanpa hasil, kini setelah pemuda itu muncul sendiri, malah dibebaskan sedemikian mudahnya.

Mereka tentu akan penasaran dan gelisah kalau belum menguji kepandaian pemuda ini yang oleh guru mereka kini tidak dianggap musuh lagi, melainkan sahabat yang hendak mencarikan kembali pedang pusaka Hoa-san-pai!

Kedua orang kakek itu melangkah ke tengah ruangan, dikuti pandang mata ketua Hoa-san-pai dan tujuh orang murid kepala lain yang menjadi adik-adik seperguruan Hoa-san Siang-sin-kiam. Juga para murid yang berkumpul mengelingi ruangan itu memandang dengan hati tegang, akan tetapi juga ada rasa gembira di hati mereka karena seperti semua ahli silat di dunia ini, pertandingan yang paling menarik, apalagi bagi mereka itu yang kini disuguhi pertandingan hebat dengan majunya Hoa-san Siang-sin-kiam melawan seorang pemuda murid Sin-jiu Kiam-ong yang terkenal.

Karena merasa bahwa mereka berdua maju untuk menguji, apalagi karena maklum atau dapat menduga akan kelihaian pemuda ini, maka Siang-sin-kiam mengusir rasa sungkan di hati akan kenyataan bahwa mereka sebagai tokoh-tokoh besar Hoa-san-pai kini hendak mengeroyok seorang pemuda yang patut menjadi cucu murid mereka!

"Sing! Sing!" tampak sinar berkilat menyilauan mata ketika kakak beradik ini mencabut pedang mereka.

Mereka sudah berdiri berdampingan dan memasang kuda-kuda yang sama, dengan pedang di tangan kanan melintang di depan dada, tangan kiri diangkat ke atas kepala dengan jari-jari disatukan menuding ke langit, lutut kaki kanan ditekuk depan kaki kiri, mata mereka menatap tajam kepada Keng Hong.

Keng Hong maklum bahwa dua orang kakek ini amat lihai ilmu pedangnya. Kalau tidak demikian masa mereka mendapat julukan Hoa-san Siang-sin-kiam? Mereka merupakan murid-murid utama dari Hoa-san-pai dan berkedudukan tinggi. Untuk dapat menimbulkan kesan baik dan membuktikan kesanggupannya, dia harus dapat mengalahkan mereka. Akan tetapi mengalahkan mereka tanpa melukai, karena kalau hal ini terjadi tentu akan menimbulkan lagi perasaan bermusuh.

Dia mengerti pula bahwa sekali ini, dia bertanding melawan dua orang lihai di bawah pengawasan mata yang tajam dari ketua Hoa-san-pai dan tujuh orang murid kepala yang lain, maka sudah tentu saja dia tidak berani main-main dan berpura-pura karena hal ini kalau sampai ketahuan tentu menimbulkan kesan seolah-olah dia memandang rendah Hoa-san-pai. Jalan satu-satunya harus mengalahkan mereka dengan ilmu pedang yang lebih tinggi, dan hanya Siang-bhok-kiam sajalah yang kiranya akan dapat menundukkan Sepasang Pedang Sakti ini.

"Maafkan saya!" katanya dan tangannya meraba ke dalam jubahnya.

Di lain saat dia sudah mencabut Siang-bhok-kiam dan yang tampak hanya sinar hijau berkelebat berbareng tercium bau yang harum.

"Siang-bhok-kiam....!"

Terdengar bisikan-bisikan yang hampir berbareng keluar dari mulut murid-murid Hoa-san-pai sehingga bisikan yang dilakukan banyak mulut itu menjadi tidak lirih lagi. Setelah sinar hijau lenyap, yang tampak hanya sebatang pedang kayu di tangan Keng Hong, dan sebagus-bagusnya pedang kayu, tentu tidaklah seindah dan segagah pedang baja.

Namun, begitu melihat pedang itu terpegang di tangan Keng Hong dan melihat pemuda itu membuat gerakan kuda-kuda pembukaan, Siang-sin-kiam mengikuti dengan pandang mata tajam dan penuh kewaspadaan. Gerakan kuda-kuda Keng Hong adalah gerakan pembukaan Ilmu Pedang Siang-bhok Kiam-sut yang luar biasa. Kedua kaki pemuda itu, terpentang dengan lutut di tekuk ke depan, Pedang Kayu Haru mula-mula menuding ke langit dari atas kepala lalu perlahan-lahan melingkari leher terus turun menuding bumi di depan kaki, sedangkan tangan kiri membentuk lingkaran dan berakhir di depan dada dengan sikap menyembah, tangan miring dan jari terbuka rapat.

"Cia Keng Hong, jaga serangan kami!"

Coa Kiu berseru keras dan tiba-tiba dia dan Coa Bu sudah menerjang maju, pedangnya menusuk leher dan pedang adiknya menusuk pusar.

"Trang-trang..!"

Pedang Kayu Harum sudah menangkis kedua pedang itu sekaligus sehingga kedua pedang itu terpental. Namun kakak beradik Coa itu adalah ahli-ahli pedang yang kenamaan dan banyak pengalaman. Sungguhpun dari getaran yang melalui pedang mereka itu jelas membuktikan bahwa tenaga sinkang pemuda ini seperti yang sudah mereka ketahui, amat kuat, namun pedang mereka yang terpental itu mereka ikuti dengan tubuh, dan mereka kini berpencar ke kanan kiri. Cepat sekali datangnya penyerangannya itu, pedang Coa Kiu membabat kaki sedangkan pedang Coa Bu menusuk lambung.

"Sing-singggg...!"

Keng Hong tetap tenang, kakinya meloncat ke depan, tubuhnya membalik, sinar hijau Siang-bhok-kiam membabat ke kanan kiri menangkis.

"Cring-cring...!"

Kembali dua kakek itu memutar tubuh karena pedang mereka terpental, kini mereka saling berdekatan, pedang mereka diputar membentuk gulungan dua sinar yang menyilaukan, makin lama makin cepat dan dua gulungan sinar itu kini bersatu, menjadi segulung sinar yang tebal dan kuat, kemudian tubuh mereka berkelebat lenyap dan yang tampak hanyalah sinar pedang tebal meluncur ke arah Keng Hong.

Pemuda ini maklum bahwa "penyatuan" sinar pedang dua kakek ini amat berbahaya dan inilah agaknya yang membuat nama Sepasang Pedang Sakti amat terkenal. Ia pun lalu mengerahkan tenaganya, mempercepat pemutaran pedang Siang-bhok-kiam sehingga bayangan tubuhnya terbungkus sinar hijau yang meluncur dan menyambut sinar pedang putih yang mengeluarkan suara bercuitan itu.

Terjadilah pertandingan ilmu pedang sakti, yang tampak hanya gulungan putih dan hijau, suara bercuitan dan berdesing-desing diselingi suara "crang-cring-trang-trang!" dan tampak bunga api kadang-kadang muncrat berhamburan.

Setelah bertanding selama empat lima puluh jurus, Keng Hong maklum bahwa kalau dia menghendaki, dengan mudah dia akan dapat merobohkan dua orang kakek ini. Akan tetapi dia tidak mau menyakitkan hati atau membuat malu dua orang kakek yang sudah memiliki nama besar di dunia kang-ouw ini. Maka dia bersuit nyaring dan gerakannya dipercepat. Gulungan sinar pedang berwarna hijau menjadi terang dan lebih panjang, membentuk lingkaran-lingkaran aneh dan terus menghimpit dan membelit gulungan putih kedua kakek itu.

Kini tampak betapa Hoa-san Siang-sin-kiam terdesak hebat dan hal ini dapat diikuti dengan pandang mata dan jelas oleh Bun Hoat Tosu dan para muridnya sehingga mereka menjadi kagum sekali. Akan tetapi para murid Hoa-san-pai yang berdiri di luar ruangan itu, yang ilmu kepandaiannya belum mencapai tingkat setinggi itu dan belum memiliki ketajaman penglihatan sehingga dapat mengikuti kecepatan sinar pedang, tidak dapat mengikuti kecepatan sinar pedang, tidak dapat melihat tiga orang yang bertanding, hanya melihat gulungan-gulungan sinar pedang.

Bagi mereka, pertandingan ini merupakan pertandingan hebat yang menegangkan di mana mereka melihat betapa gulungan sinar pedang putih tidak sehebat tadi bahkan kadang-kadang terpecah menjadi dua bersatu lagi, terpecah lagi bahkan kadang-kadang terpisah makin jauh, keduanya digulung oleh sinar pedang hijau.

"Ji-wi Locianpwe, maafkan saya!"

Tiba-tiba terdengar seruan Keng Hong dan tampaklah dua orang kakek itu meloncat ke kanan kiri dengan muka pucat dan tanpa memegang pedang, sedangkan Keng Hong berdiri di tengah-tengah dengan pedang Siang-bhok-kiam diputar-putar sedangkan dua batang pedang milik kakek itu menempel dan ikut berputar di ujung Siang-bhok-kiam, kemudian tiba-tiba dua batang pedang itu mencelat dan meluncur ke arah pemiliknya masing-masing!

Coa Kiu dan Coa Bu menyambut pedang mereka dan menyimpannya kembali, kemudian menjura ke arah Keng Hong dan berkata,

"Kepandaianmu hebat, orang muda. Kami Hoa-san Siang-sin-kiam mengaku kalah."

Keng Hong sudah lebih dulu menjura dan dia cepat berkata,
"Ah, Ji-wi Locianpwe terlalu mengalah dan sungkan. Terima kasih atas pelajaran yang diberikan kepada saya dan biarkan saya anggap bahwa saya telah lulus ujian."

Bun Hoat Tosu berkata,
"Engkau telah lulus ujian, Cia-taihiap. Ilmu pedangmu benar-benar mentakjubkan!"

Wajah Keng Hong menjadi merah sekali mendengar dia disebut "taihiap"(pendekar besar) oleh ketua Hoa-san-pai. Benar-benar penghormatan yang berlebihan! Cepat dia memberi hormat dan berkata,

"Locianpwe, harap jangan menyebut boanpwe dengan sebutan taihiap. Sebutan itu bukan didasarkan atas kepandaian, melainkan atas sepak terjang dan perbuatan seseorang, sedangkan boanpwe adalah seorang yang sama sekali belum melakukan sesuatu yang penting. Selamat tinggal dan mudah-mudahan boanpwe akan dapat segera mengantarkan pedang pusaka Hoa-san-pai yang dahulu dipinjam mendiang suhu. Ji-wi Siang-sin-kiam ilmu pedang Ji-wi bukan main, saya menyatakan kagum sedalam-dalamnya dan maafkan saya."

Setelah berkata demikian, Keng Hong melangkah keluar meninggalkan Hoa-san-pai diikuti pandang mata mereka dan keadaan di ruangan itu menjadi sunyi sekali.

Terdengar helaan napas Bun Hoat Tosu memecah kesunyian.
"Ahhh, hebat sekali ilmu kepandaian bocah itu, benar-benar mewarisi ilmu dan kelihaian Sie Cun Hong taihiap. Kalian berdua tidak usah merasa penasaran dikalahkan olehnya, karena pinto sendiri mungkin tidak akan dapat mengalahkan dia dengan mudah."

Mendengar pengakuan ketua Hoa-san-pai ini, para anak murid Hoa-san-pai makin kagum kepada Keng Hong dan keadaan pemuda itu memberi dorongan kepada mereka untuk berlatih lebih giat lagi.

**** 099 ****
Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: