*

*

Ads

FB

Senin, 11 Juli 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 045

"Pemuda iblis…!!" kim-to lai ban menjadi marah sekali. “Lepaskan dua orang suteku!"

Ia marah dan juga ngeri menyaksikan betapa dua orang sutenya itu kini telah bergantung pada tubuh Keng Hong dengan lemas, wajah mereka pucat separti mayat. Sebetulnya hal ini adalah kesalahan dua orang itu sendiri. Tenaga mujijat yang bergerak di seluruh tubuh Keng Hong adalah tenaga yang hanya mengenal dan menyedot tenaga sinkang dari luar.

Andaikata seorang manusia biasa yang tidak pernah berlatih sehingga tenaga sakti dalam tubuh mereka tidak bangkit, membuat mereka itu hanya bertenaga biasa dari otot-otot saja, maka tenaga mukjijat di tubuh Keng hong takkan dapat berbuat apa-apa, dan orang yang tidak bersinkang itu tidak akan dapat terlekat dan tersedot.

Demikian pula bagi mereka yang memiliki tenaga sakti seperti dua orang Tiat-ciang-pang itu, andaikata mereka tidak mempergunakan tenaga sinkang, tentu mereka akan terlepas dengan sendirinya dari tubuh Keng Hong. Tadi mereka memukul dengan tangan kanan, disusul dengan tangan kiri, mempergunkan Tiat-ciang-kang, pukulan yang sepenuhnya didasari tenaga sinkang, tentu saja mereka terlekat dan tersedot.

Setelah demikian, mereka meronta dan mengerahkan tenaga pula untuk berusaha melepaskan diri. Tentu saja usaha pengerahan tenaga ini merupakan "makanan" bagi tenaga mujijat di tubuh Keng Hong yang bekerja sehingga makin hebat mereka berusaha untuk melepaskan diri makin hebat pula mereka tersedot dan melekat terus!

"Aku... aku tidak bisa melepaskan mereka...!" kata Keng Hong gugup.

Peristiwa seperti ini terulang kembali dan selalu dia menjadi gugup. Apalagi sekarang bukan hanya dua orang itu yang melekat dan tersedot sinkangnya, juga ada dua orang lain yang tadinya berusaha membantu kawan mereka, kini menempel dan tersedot sinkangnya. Yang menjemukan, dua orang ini menjerit-jerti seperti dua ekor babi disembelih! Ingin Keng Hong melepaskan dari mereka, akan tetapi dia sendiri pun tidak tahu bagaimana caranya!

Jawabannya yang memang sesungguhnya itu diterima salah oleh Kim-to Lai Ban, dia menjadi makin marah dan dicabutlah golok emasnya.

"Terpaksa aku membunuhmu, pemuda iblis!" serunya dan dia menerjang maju, lalu meloncat ke atas dan berteriak keras menyerang Keng Hong.

Pemuda ini maklum betapa hebat dan berbahayanya serangan Kim-to Lai Ban itu. Maka dia pun mengeluarkan pekik melengking dan tubuhnya sudah mencelat ke atas, membawa empat tubuh yang menempel di sebelah belaknang tubuhnya sendiri itu ke udara.

Menghadapi serangan golok lawan yang demikian dahsyatnya, yang berubah menjadi sinar keemasan yang melengkung panjang, Keng Hong sudah mengerahkan tenaga dan menggunakan jurus In-keng-hong-wi (Awan menggetarkan Angin dan Hujan), yaitu jurus kedelapan atau jurus terakhir, jurus yang paling dahsyat daripada ilmu silatnya, San-in-kun-hoat (Ilmu Silat Tangan Kosong Awan Gunung) yang hanya terdiri dari delapan jurus itu.






Jurus ini amat sukar dimainkan, namun juga amat hebat gerakannya, karena selagi berada di udara menyambut terjangan lawan yang juga meloncat ke udara itu, kaki kiri Keng Hong bekerja susul menyusul dalam rangkaian yang selain cepat tak terduga, juga amat aneh dalam kerja sama yang rapi sekali.

Kedua kakinya susul menyusul melakukan tendangan ke arah pergelangan tangan Kim-to Lai Ban yang memegang golok dan ke arah pusar, sedangkan kedua tangannya susul menyusul pula melakukan serangan, yang kiri mencengkeram ke arah ubun-ubun kepala sedangkan yang kanan mengikuti gerakan golok yang ditarik ke belakang karena tendangannya sedetik yang lalu!

"Hayaaaaa..!!"

Selama hidupnya baru sekali ini Kim-to Lai Ban menjadi gugup. Tadinya dia memutar goloknya dan melompat ke atas melakukan serangan dengan jurus yan paling ampuh dari ilmu goloknya. Ia harus menyelamatkan dua orang sutenya, maka dia tidak segan-segan lagi menurunkan serangan maut, goloknya membentuk lingkaran dan sasarannya adalah leher lawan, sedangkan tangan kirinya yang terbuka jarinya mencengkeram ke arah leher Keng Hong.

Akan tetapi, siapa kira, lawannya itu malah meloncat pula dan menyambut serangannya secara terbuka di udara! Tentu saja tubuh mereka bertemu di udara dan dalam beberapa detik ini telah terjadi beberapa gebrakan hebat. Kim-to Lai ban terpaksa menarik goloknya karena pergelangan tangannya yang menbacok itu dipapaki tendangan dari bawah, akan tetapi tangan kirinya berhasil "masuk" dan mengcengkeram leher Keng Hong karena dia menang dulu.

Dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika jari-jari tangannya yang mencengkeram leher itu seperti mencengkeram daging yang amat lunak dan sekaligus tenaganya tersedot dan tangannya melekat! Sebelum hilang rasa kagetnya, pusarnya terancam tendangan yang cepat dia elakkan, akan tetapi tiba-tiba goloknya terampas oleh tangan Keng Hong dan ubun-ubunnya juga terancam oleh cengkeraman sebelah tangan pemuda luar biasa itu!

"Celaka..!"

Lai Ban berseru keras, berusaha membetot tangannya dan pada detik lain, dia mengirim tusukan dengan dua buah tangannya ke arah mata Keng Hong dan hal ini sama sekali tak dapat dielakkan maupun ditangkis oleh pemuda itu! Dalam detik itu, nyawa Lai Ban terancam maut oleh cengkeraman pada ubun-ubunnya sedangkan keselamatan mata Keng Hong terancam kebutaan oleh dua jari tangan Kim-to Lai Ban.

"Heh-heh-heh, sayang..sayang..!"

Terdengar kakek yang duduk nongkrong di atas pohon itu tertawa dan dari tangannya menyambar dua butir buah mentah dari pohon itu. Yang sebutir menyambar siku lengan Lai Ban yang menusuk jari tangannya ke arah mata Keng Hong , adapun yang sebutir lagi melayang ke arah siku lengan Keng Hong yang mencengkeram ke arah ubun-ubun lawannya.

Biarpun buah mentah itu tidak keras, namun ternyata tenaga luncur dan tenaga totokannya dahsyat sekali sehingga tiba-tiba kedua lengan yang tertotok buah-buah mentah itu menjadi lumpuh dan kedua orang itu meloncat turun ke bawah.

Untung bagi Lai Ban bahwa ketika dia tertotok oleh buah mentah yang melayang tadi, kelumpuhannya membuat dia terlepas dari tenaga mujijat keng Hong yang menyedot dan menempelnya sehingga dia dapat meloncat ke bawah. Ia terkejut bukan main dan hanya dapat memandang kepada Keng hong dengan mata terbelalak dan mulutnya menggumamkan bisiskan,

"Iblis....!" kemudian dia terbelalak kaget ketika tubuh dua orang sutenya dan dua orang anak buahnya, mereka berempat yang tadi melekat di belakang Keng Hong seperti lintah, kini telah menggeletak tak bernyawa lagi!

Kiranya tadi karena terlalu lama mereka tersedot sinkangnya dan mereka sama sekali tidak berdaya, hawa sakti tubuh mereka tersedot sampai habis sama sekali sehingga mereka dengan sendirinya terlepas dan jatuh ke atas tanah dalam keadaan tak bernyawa lagi.

Melihat ini, Kim-to Lai Ban menjadi makin marah dan selagi dia bersiap untuk mengerahkan anak buahnya yang sangat banyak dan mengeroyok mati-matian untuk menebus kematian dua orang sutenya, tiba-tiba Keng Hong meloncat pergi, melempar golok rampasannya ke atas tanah sambil berseru.

"Locianpwe, tunggu dulu.....!"

Ketika Lai Ban memandang teliti kiranya pemuda iblis itu telah lari mengejar kakek bongkok yang juga sudah melarikan diri amat cepatnya. Kim-to lai Ban menggigit giginya sambil memandang jauh ke depan sampai dua bayangan itu lenyap, kemudian menggeleng-gelengkan kepala dan menghela nafas dengan penuh duka.

Sungguh tak dia sangka bahwa hari ini nama besarnya, juga nama besar Tiat-ciang-pang akan hancur hanya oleh seorang bocah yang tak ternama! Dengan hati penuh penasaran dan dendam terhadap Keng Hong, Kim-to Lai Ban lalu menyuruh anak buahnya mengangkut empat jenazah itu dan membawa pergi dari tempat itu.

Dia maklum bahwa mengejar pemuda itu takkan ada gunanya. Sudah dia saksikan betapa ilmu lari cepat pemuda itu amat hebatnya ketika mengejar si kakek bongkok, seperti terbang saja. Dan ilmu kepandaiannya pun mujijat. Belum lagi diingat kakek bongkok itu yang juga memiliki kesaktian.

Biarlah, untuk sekali ini Tiat-ciang-pang boleh mengaku kalah, akan tetapi urusan ini takkan habis sampai disitu saja! Pada suatu saat, dendam ini harus terbalas! Demikianlah tekad hati Lai Ban sambil mengiring jenazah ke empat orang kawan, atau lebih tepat, dua orang sute dan dua orang anak buah itu kembali ke pusat Tiat-ciang -pang yang berada di sebuah di antara puncak-puncak pegunungan Bayangkara.

Kakek kecil pendek yang bongkok itu ternyata dapat lari cepat sekali. Tadinya kakek itu menggunakan ilmu berlari cepat secara melompat-lompat seperti katak, sekali melompat ada sepuluh meter jauhnya dan begitu kakinya tiba di atas tanah terus melompat lagi ke depan.

Akan tetapi Keng Hong yang oleh mendiang gurunya di gembleng terutama sekali untuk tenaga dan kecepatan, dapat bergerak lebih cepat lagi. Tubuh pemuda yang kini terlalu penuh dengan hawa sinkang "rampasan" dari orang-orang Tiat-ciang-pang tadi, ringan seperti sebuah balon karet penuh hawa, maka dia dapat berlari cepat dan ringan sekali mengejar, makin lama makin dekat sambil berteriak.

"Locianpwe, tunggu dulu...!" Mendengar ini, kakek itu berlari makin cepat lagi.

"Heiii, Locianpwe yang bongkok, tunggu...!"

Suara Keng Hong makin keras dan ketika kakek itu menoleh dan melihat betapa pemuda itu mengejarnya dengan cara yang sama, yaitu melompat-lompat seperti katak, akan tetapi dengan lompatan yang lebih jauh daripada lompatannya, dia kaget sekali dan cepat mengubah caranya berlari.

Kini dia tidak berlompatan lagi, melainkan berlari dengan gerakan yang luar biasa cepatnya sehingga kedua kakinya itu lenyap bentuknya dan tampak seperti kitiran berputar sehingga kelihatannya seperti roda. Langkah-langkahnya pendek-pendek, sesuai dengan kedua kakinya yang pendek-pendek, namun gerakannya cepat sekali sehingga tubuhnya meluncur ke depan seperti seekor kuda membalap.

"Heh-heh-heh, tak mungkin kau dapat mengejarku lagi, bocah bandel!"

Kakek itu terkekeh dan mengerahkan seluruh tenaganya untuk berlari secepat mungkin. Beberapa lamanya kakek itu berlari sampai dia merasa yakin bahwa pemuda itu kini tentu telah tertinggal jauh dan kalau dia teruskan, napasnya mungkin akan putus meninggalkan tubuhnya yang sudah amat tua. Selagi dia hendak memperlambat larinya, tiba-tiba dekat sekali di belakangnya terdengar teriakan Keng Hong.

"Heiii, Locianpwe, mengapa melarikan diri? Saya hendak bicara..!"

Kakek bongkok itu menengok dan alangkah kagetnya ketika mendapat kenyataan bahwa kini pemuda itu pun berlari cepat seperti dia, cepat sekali seperti terbang melayang saja. Karena merasa bahwa lari pun tidak ada gunanya, kakek itu berhenti dan membalikkan tubuh menanti sampai Keng Hong tiba di depannya.

Pemuda itu masih merah sekali mukanya, sampai matanya pun masih merah sebagai akibat daripada kebanjiran sinkang di tubuhnya, akan tetapi dia sudah tenang karena tadi kelebihan hawa sakti itu telah banyak dia pergunakan untuk melakukan pengejaran terhadap kakek yang amat cepat larinya itu, dan di sepanjang jalan Keng Hong menggunakan tangannya mendorong roboh beberapa batang pohon besar.

"Ehhh, bocah yang keji seperti setan. Apakah engkau masih belum kenyang, mengejarku untuk menyedot habis sinkangku dengan ilmu sesatmu Thi-khi-i-beng ?" Ia bertanya sambil memandang tajam. "Seekor lintah hanya menyedot darah sampai kenyang baru puas, akan tetapi engkau menyedot hawa orang sampai empat orang mati masih belum puas, sungguh jauh lebih keji daripada seekor lintah!"

Keng Hong mengerutkan alisnya dengan hati risau.
"Locianpwe, benarkah ada itu ilmu yang dinamai Thi-khi-I-beng? Apakah benar tenaga menyedot yang keluar dari tubuhku itu tadi Ilmu Thi-khi-I-beng ?"

Kakek itu membusungkan dada menegakkan kepala dan memandang Keng Hong dari bawah dengan sikap seorang guru memandang muridnya, kemudian dia menunjuk hidung sendiri sambil berkata.

"Aku Siauw-bin kuncu (Budiman Berwajah Ramah) selamanya tidak suka membohong. Seorang kuncu (budiman) tidak akan membohong ! Terang bahwa kau tadi menggunakan ilmu menyedot sinkang lawan, apalagi namanya kalau bukan Thi-khi-I-beng yang kabarnya sudah lenyap dari permukaan bumi dan dibawa lari untuk dijadikan ilmu para iblis dan setan ? Akan tetapi sekarang ternyata kau memilikinya. Hih, sungguh mengerikan, sungguh keji menakutkan!"

Setelah berkata demikian, dia bergidik dan mengangkat guci araknya, terus dituangkan isi guci ke dalam mulutnya sambil terdengar bunyi menggelogok. Kemudian dia menutup mulut guci, mukanya menjadi merah dan wajahnya tertawa-tawa lagi.

"Heh-heh-heh, seteguk arak mengusir semua kerisauan hati! Biarpun engkau memiliki ilmu iblis, tentu takkan kau pergunakan untuk menyedot hawa dari tubuhku, bukan ?"

Keng Hong menggeleng kepalanya.
"Locianpwe telah menolong saya, telah menyelamatkan nyawa saya dengan sambitan tadi, mengapa saya hendak menganggu locianpwe yang budiman ? Tidak sama sekali, saya mengejar locianpwe untuk menghaturkan terima kasih atas pertolongan itu dan .."






Tidak ada komentar: