*

*

Ads

FB

Senin, 11 Juli 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 044

Kim-to Lai Ban menjadi makin marah.
"Eh, kakek tua yang lancang mulut! Pergilah engkau dari sini, jangan mencampuri urusan orang lain! Kalau tidak, akan kuseret turun engkau!"

"Wah-wah-wah, ini aturan mana, ya? Sebelum kalian datang aku sedang enak-enakan tidur di pohon ini. Kalian datang membikin ribut sampai aku terkejut dan terjaga dari tidurku. Menurut patut, aku yang menegur kalian. Kalau kalian mengenal malu, pergilah dari sini dan carilah tempat lain untuk main ribut-ribut agar tidak mengganggu orang!"

Kim-to Lai Ban membentak kepada dua orang sutenya,
"Seret dia turun dan tendang dia jauh-jauh dari sini!"

Dua orang sutenya itu adalah orang-orang yang sudah memiliki kepandaian tinggi. Di dalam perguruan Tiat-ciang-pang, terdapat sebuah ilmu yang dipakai ukuran tinggi murid-muridnya, yaitu ilmu Tiat-ciang-kang (Tangan Besi). Kedua tangan atau sebelah tangan saja, digembleng dan dilatih sedemikian rupa sehingga tangan itu menjadi kuat dan kebal seperti besi. Makin hebat latihannya, makin kuat tenaga sinkang si murid, makin kebal dan kuat tangan besinya. Kekuatan tangan besi inilah yang dijadikan ukuran tingkat.

Tingkat pertama tentu saja diduduki oleh ketuanya yang bernama Ouw Beng Kok, adapun tingkat kedua diduduki oleh Kiam-to Lai Ban. Kini, kedua orang sute yang menghampiri pohon di mana duduk kakek bongkok dan yang menerima tugas untuk menyeret turun kakek itu, adalah orang-orang tinggi besar dan kuat sekali, apalagi karena mereka telah menduduki tingkat ke empat di Tiat-ciang-pang yang menandakan bahwa ilmu "tangan besi" mereka sudah amat hebat.

"Orang tua bongkok, engkau sudah mendengar permintaan Ji-pangcu kami, harap lekas turun dan pergi karena kami merasa tidak enak sekali kalau harus menggunakan kekerasan terhadap orang kakek tua seperti engkau," kata seorang di antara dua murid Tiat-ciang-pang tingkat empat itu.

"Heh-heh-heh, apakah sih artinya kekerasan? Kalian hendak menggunakan kekerasan seperti apa? Aku sejak tadi duduk di sini dan hanya tertawa bicara, hanya menggunakan kelemasan, duduk mengandalkan kelemasan kaki, bicara mengandalkan kelemasan lidah, akan tetapi kalian ini agaknya suka sekali akan barang yang serba keras. Agaknya, lebih baik lagi kalau Tiat-ciang (Tangan Besi) ditambah dengan Tiat-sim (Hati Besi)!"

"Kekerasan seperti inilah!"

Seorang di antara mereka tiba-tiba menghantamkan tangan kanan dengan jari-jari terbuka ke arah batang pohon itu.

"Kraaakkkkk.......!"






Hebat bukan main hantaman tangan yang penuh dengan hawa Tiat-ciang-kang itu. Batang pohon yang besarnya sepelukan orang itu, sekali kena dihantam tangan besi itu, menjadi patah dan tumbang! Tentu saja tubuh kakek bongkok yang duduk di dahan pohon itu ikut pula terbawa roboh ke bawah!

Akan tetapi, ketika dua orang tokoh Tiat-ciang-pang itu siap hendak menubruk dan menyeret kakek cerewet itu pergi, tiba-tiba hanya tampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu kakek bongkok itu sudah berjongkok lagi di atas dahan pohon lain sambil terkekeh-kekeh.

"Heh-heh-heh, itukah yang kalian sebut kekerasan? Bagiku, lebih tepat disebut pengrusakan! Pengrusakan ciptaan alam, sungguh besar dosanya!"

Karena merasa bahwa mereka diejek dan ditertawakan dua orang tokoh Tiat-ciang-pang itu menjadi makin marah. Mereka berlari menghampiri pohon besar dimana kakek itu kini berjongkok di atas dahan, lalu mereka berdua secara berbareng memukul batang pohon yang amat besar itu.

Kembali terdengar suara yang lebih keras daripada tadi dan batang pohon itu tumbang, membawa dahan-dahan dan daun-daun berikut tubuh si kakek bongkok. Seperti tadi pula, bagaikan seekor burung saja, kakek itu telah meloncat seperti terbang melayang dan "hinggap" di atas pohon lain. Cara dia bergerak meloncat benar-benar amat mengagumkan, selain cepat dan ringan, juga aneh gerakannya karena dalam meloncat, kakek ini mengembangkan dan menggerak-gerakkan kedua lengan seperti sayap burung!

Dua orang tokoh Tiat-ciang-pang makin penasaran sehingga mereka terus mengejar dan memukul tumbang semua pohon yang dijadikan tempat "mengungsi" kakek itu sehingga dalam waktu tak berapa lama, belasan batang pohon telah tumbang!

"Wah-wah-wah, kalian berdua ini dapat menjadi tukang-tukang penebang pohon yang amat baik dan menguntungkan sekali, heh-heh-heh!" Kakek bongkok itu tertawa-tawa.

"Sute, tahan......!"

Tiba-tiba Kim-to Lai Ban berseru. Kedua orang sutenya itu lalu mundur, akan tetapi muka mereka merah dan mata mereka melotot ke arah kakek bongkok yang kini masih duduk ongkang-ongkang di atas dahan sebuah pohon lain, agak jauh dari situ karena pohon-pohon yang berdekatan telah tumbang semua. "Asal kakek itu tidak mencampuri urusan secara langsung, biarkan dia menggoyang lidahnya, setidaknya dia sudah tahu bahwa Tiat-ciang-pang tak boleh dibuat bermain-main." Kemudian Lai Ban menghadapi Keng Hong dan berkata, "Orang muda, engkau sudah melihat sendiri kehebatan pukulan Tiat-ciang-kang dari kedua suteku. Aku tidak ingin menggunakan kekerasan terhadapmu. Kalau kau menyerahkan diri tanpa perlawanan, kami pun akan membawamu ke hadapan pangcu tanpa kekerasan."

Semenjak tadi, Keng Hong memandang kakek bongkok dengan penuh perhatian. Dia dapat menduga bahwa kakek itu bukan sembarang orang, akan tetapi yang paling menarik hatinya adalah bunyi kalimat yang merupakan kalimat yang terukir di pedang Siang-bhok-kiam. Ingin dia bertanya tentang kalimat itu kepada si kakek bongkok, akan tetapi dia masih menghadapi urusan dengan orang-orang Tiat-ciang-pang ini, maka dia harus dapat membereskan urusan ini lebih dulu.

Tadi dia melihat kehebatan pukulan dua orang tokoh Tiat-ciang-pang itu dan dia maklum bahwa orang-orang ini benar-benar amat lihai dan memiliki pukulan maut yang amat kuat. Dalam hal ilmu silat, tentu saja dia masih kalah jauh, akan tetapi dalam hal sinkang, mereka itu tidak ada artinya baginya. Juga dia memiliki kecepatan gerakan yang jauh melampaui mereka.

"Lai-pangcu, kedua orang sutemu telah mendemonstrasikan kelihaian dan hal ini hendak kau pergunakan untuk menundukanku, apa bedanya itu dengan kekerasan? Tidak, Pangcu, karena aku tidak merasa bersalah, aku tetap tidak mau kau bawa pergi menghadap ketua kalian di Tiat-ciang-pang."

"Bocah, kau benar-benar keras kepala!" teriak seorang di antara dua orang sute Lai Ban yang tadi mengejar-ngejar si kakek bongkok. Mereka masih terlalu pensaran dan marah karena merasa dipermainkan si bongkok, kini mereka seolah-olah hendak menimpakan kemarahan mereka kepada Keng Hong. "Ji-suheng, serahkan saja bocah ini kepada kami, tidak perlu kiranya Ji-suheng turun tangan sendiri!"

Kim-to Lai Ban adalah seorang cerdik. Kalau tadi dia menyuruh kedua orang sutenya mundur adalah karena pandang matanya yang awas dapat menduga bahwa kakek bongkok itu bukan orang sembarangan. Kalau pemuda yang lihai ini saja belum dapat ditundukkan, sunggah tidak menguntungkan kalau menambah seorang lawan lagi yang belum dapat diukur sampai di mana kelihaiannya.

Kini, dia harus mengawasi gerak-gerik si bongkok yang dia duga tentu akan membantu Keng Hong, maka dia mengambil keputusan untuk "menyerahkan" Keng Hong kepada anak buahnya dan dia sendiri yang akan turun tangan kalau kakek bongkok itu mencampuri urusan ini. Anak buahnya ada puluhan orang, masa tidak akan mampu menangkap Keng Hong. Maka dia lalu menganggukkan kepala dan berkata.

"Baik, tangkaplah bocah sombong ini !"

Dua orang tokah Tiat-ciang-pang yang tinggi besar itu lalu bergerak dari kanan kiri Keng Hong sambil membentak keras,

"Bocah, engkau ikutlah dengan kami !".

Mereka mencengkeram ke arah pundak keng Hong dari kanan kiri dengan niat menangkap dan sekaligus membuat pemuda itu tidak berdaya dalam cengkeraman tangan besi mereka.

Keng Hong dapat merasakan sambaran angin pukulan tangan mereka itu yang amat kuat dan mantep. Dia tidak takut menghadapi cengkeraman itu karena kalau dia mengerahkan sinkang ke arah sepasang pundaknya, kulit pundaknya akan menjadi kebal dan agaknya tidak perlu takut menghadapi cengkeraman mereka.

Akan tetapi setidaknya, bajunya tentu akan menjadi robek-robek dan dia tidak menghendaki ini. Pula, dia pun harus memperlihatkan kelihaiannya, maka cepat dia mengangkat kedua tangan ke kanan kiri, mengerahkan tenaga dan menangkis dengan tolakan dari samping mengadu pergelangan kedua tangannya dengan lengan kedua orang lawannya.

"Plak! Plak!"

Dua orang tokoh tiat-ciang-pang itu berteriak kaget dan tubuh mereka terdorong ke belakang, lengan mereka yang tertangkis terasa nyeri dan panas sekali. Hanya dengan pengerahan tenaga saja mereka dapat mencegah tubuh mereka terguling, dan kini mereka memandang dengan kemarahan berkobar, sejenak mengelus pergelangan tangan yang terasa senut-senut.

Orang-orang Tiat-ciang-pang menjadi marah sekali dan tanpa menanti komando, mereka sudah menerjang maju dengan senjata di tangan mengeroyok Keng Hong. Hal ini bukan hanya menunjukkan bahwa orang-orang Tiat-ciang-pang suka main keroyok, melainkan karena mereka ini terlatih dalam perang melawan pasukan-pasukan kerajaan sehingga mereka memiliki jiwa setia kawan yang tebal dan setiap melihat seorang kawannya, apalagi pimpinan, terdesak atau terpukul, tanpa dikomando mereka lalu maju menerjang.

Hal ini menimbulkan rasa marah di hati Keng Hong. Tadinya dia tidak marah, hanya ingin berpegang kepada kebenaran menurut faham dan pendapatnya sendiri dalam urusannya dengan orang-orang Tiat-ciang-pang, maka dia pun tidak berniat untuk menurunkan tangan maut. Akan tetapi, sekarang melihat betapa puluhan orang itu bergerak seperti semut menggeroyoknya, dia menjadi marah dan menbentak keras.

"Kalian manusia-manusia curang tak tahu malu!"

Dan tubuhnya lalu menerjang ke depan, sambil mengerahkan tenaga pada kedua lengannya, Keng Hong menangkis, mencengkeram dan memukul. Karena para pengeroyoknya hanyalah para anggota Tiat-ciang-pang rendahan, maka berturut-turut robohlah enam orang yang mengeroyok dari sebelah depan!

Tiba-tiba angin pukulan yang amat dahsyat menghantam dari arah belakang dari kanan kiri menuju ke punggung Keng Hong. Pemuda ini terkejut karena angin pukulan ini hebat bukan main. Ia maklum bahwa dua orang tokoh Tiat-ciang-pang tukang robohkan pohon tadi telah menyerangnya dari belakang, menggunakan kesempatan selagi dia sibuk menghadapi penggeroyokan banyak orang dari depan. Kemarahan Keng Hong memuncak dan dia mengeluarkan suara pekik melengking sambil mengerahkan sinkang ke tubuh bagian belakang.

"Buk...! Buk...!"

Dua kepalan tangan yang amat kuat telah menghantam punggung Keng Hong di kanan kiri. Akan tetapi pada saat itu, keng Hong yang sedang marah sekali telah mengerahkan tenaganya dan tenaga mujijatnya timbul di luar kehendaknya sehingga melekat pada punggung tak dapat dilepaskan pula.

Dua orang itu adalah ahli-ahli pukulan Tiat-ciang-kang, sungguhpun belum mencapai tingkat paling tinggi, namun sudah cukup hebat dan tenaga sinkang mereka pun sudah amat kuat. Kini, menghadapi kenyataan mengerikan bagi mereka itu, kepalan tak dapat dilepas dari punggung dan tenaga sinkang mereka molos keluar seperti air membanjir karena tanggulnya bobol, tanpa dapat mereka tahan, mereka menjadi kaget dan juga panik.

Cepat mereka menggunakan tangan kiri mereka, mengirim pukulan dengan pengerahan tenaga sepenuhnya, kini mereka memukul ke kanan kiri lambung. Pukulan ini adalah pukulan maut, karena selain yang memukul adalah kepalan-kepalan tangan yang penuh dengan hawa sakti Tiat-ciang-kang, juga yang dipukul adalah lambung yang biasanya merupakan tempat yang lemah.

Akan tetapi, justru bagian tubuh Keng Hong yang dekat pusar merupakan bagian-bagian yang paling "peka" dan aktif sekali kalau tenaga mujijat yang menyedot itu sedang bekerja, maka begitu dua pukulan itu menyentuh lambung, kontan saja tersedot dan melekat!

Dua orang tokoh tiat-ciang-pang itu kini menjadi seperti dua ekor lintah yang melekat, tak dapat terlepas pula dan tenaga sinkang mereka terus menerobos keluar melalui kedua tangan mereka memasuki tubuh keng hong yang menjadi makin lamban gerakan-gerakannya akan tetapi menjadi makin hebat tenaga sinkangnya.

Dia hanya melangkah perlahan-lahan ke depan, kedua lengannya bergerak perlahan pula, akan tetapi kedua tangannya itu mengeluarkan angin bersuitan dan setiap orang pengeroyok yang terdorong oleh angin pukulan ini tentu roboh terjengkang! Hal ini tidaklah aneh kalau dipikir bahwa pada saat itu, yang memang sudah amat kuat, melainkan ditambah lagi oleh tenaga Tiat-ciang-kang dari kedua orang yang menempel di tubuhnya dari belakang itu!






Tidak ada komentar: