*

*

Ads

FB

Jumat, 08 Juli 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 040

Gadis itu menarik napas panjang.
"Aaahhh, semua adalah salahku, gara-gara akulah maka terjadi permusuhan itu....." katanya, kemudian ia bercerita.

Gadis yang bernama Sim Ciang Bi dan adiknya, Sim Lai Sek ini adalah putera dan puteri seorang sastrawan di kota Liok-keng yang terkenal karena pandai sekali membuat sajak dan melukis, dikenal dengan sebutan Sim-siucai (sastrawan Sim).

Karena banyak mengalami kesengsaraan akibat perang dan kerusuhan, dimana kepandaian bun (sastra) tak dapat melindunginya, Sim-siucai lalu membawa kedua anaknya itu ke Hoa-san-pai untuk mendidik kedua anaknya dengan ilmu silat, karena siucai ini berpendapat bahwa dalam jaman perang dan kerusuhan itu ilmu silat lebih berguna daripada ilmu sastra.

Dengan demikian, Ciang Bi yang ketika itu berusia tiga belas tahun sedangkan Lai Sek berusia sebelas tahun menjadi murid-murid Hoa-san-pai. Selama lima tahun mereka berdua belajar ilmu silat. Setelah pimpinan Hoa-san-pai merasa bahwa mereka sudah memiliki kepandaian cukup untuk menjaga diri, apalagi mengingat bahwa Ciang Bi sudah menjadi seorang gadis dewasa berusia delapan belas tahun dan sudah sepatutnya berada di rumah orang tua sendiri untuk kemudian berumah tangga, dua orang anak murid Hoa-san-pai ini disuruh pulang ke tempat tinggal mereka.

Ketika mereka berdua melakukan perjalanan sampai di dusun Ciang-chung, kecantikan wajah Ciang Bi menimbulkan urusan besar. di sebuah dusun lain yang tak jauh dari Ciang-chung tinggal seorang kepala kampung yang menjadi raja kecil di dusun itu, bahkan kekuasaan dan pengaruhnya sampai menjalar ke dusun-dusun lain di dekatnya, termasuk Ciang-chung karena kepala-kepala kampung lain dusun tidak ada yang berani menentangnya.

Kepala dusun ini bernama Bong-chung-cu (Lurah Bong) dan mempunyai seorang putera tunggal bernama Bong-cit yang terkenal jahat, mata keranjang dan suka membawa kehendak sendiri mengandalkan kedudukan ayahnya dan mengandalkan kekuatan pasukan tukang pukulnya yang terdiri dari buaya-buaya darat yang pandai ilmu silat. Ketika Bong Cit mendengar akan kecantikan seorang gadis bersama adiknya yang memasuki dusun itu, segera bersama anak buahnya Bong Cit mengejar ke Ciang-chung, menemui gadis cantik itu dan menggodanya dengan ucapan-ucapan yang tidak sopan.

Tentu saja Ciang Bi dan adiknya menjadi marah dan menghajar para tukang pukul itu sehingga mereka bersama majikan muda mereka lari tunggang-langgang. Akan tetapi, tidak lama kemudian datang lagi pasukan tukang pukul yang lebih banyak jumlahnya, lalu mengeroyok Ciang Bi dan adiknya. Pasukan tukang pukul ini ternyata cukup kuat sehingga hampir saja Ciang Bi dan adiknya celaka kalau saja tidak muncul Keng Hong yang menghajar mereka..






"Demikianlah, Twako. Sungguh aku merasa malu sekali bahwa biarpun ayah telah mengirim aku dan adikku belajar selama lima tahun di Hoa-san-pai, ternyata baru pertama kali bertemu dengan penjahat saja sudah hampir celaka. Masih baik nasibku dapat bertemu dengan seorang pendekar gagah perkasa seperti engkau. Kalau saja kepandaianku setinggi kepandaianmu, tentu akan kucari jahanam Bong Cit itu dan kulenyapkan dari dunia. Manusia macam dia itu merupakan ancaman bagi keselamatan gadis-gadis di kampung sekeliling tempat itu."

Keng Hong mengangguk-angguk.
"Aku tidak dapat terlalu menyalahkan dia."

"Apa maksudmu?"

"Siapa orangnya yang takkan tergila-gila melihat engkau, Bi-moi. Engkau terlalu cantik jelita dan manis, membuat hati pria menjadi jungkir balik!"

Tiba-tiba wajah yang cantik itu menjadi merah sekali, bibir yang mungil itu tersenyum ditahan, matanya mengerling malu-malu.

"Ihhh, engkau juga.... mata keranjang dan...... dan kurang ajar .....? Sukar dipercaya.....!"

Keng Hong tertawa lirih dan menggeleng-geleng kepalanya, pandang matanya secara jujur menatap wajah itu dengan kekaguman.

"Apakah artinya mata keranjang, Bi-moi? Menurut mendiang suhu, wanita itu seperti bunga yang indah. Wanita mana yang tidak selalu berusaha untuk mempercantik diri? Untuk apa semua usaha itu? Tentu agar kelihatan cantik dan menimbulkan rasa kagum di hati pria. dan sudah menjadi hak setiap orang pria untuk mengagumi kecantika wanita. Semua pria tentu saja suka melihat kecantikan wanita, kecuali mereka yang munafik, kalau ada wanita cantik pura-pura menundukkan muka padahal matanya mengerling! Di lahirnya pura-pura tidak suka akan tetapi diam-diam merindukannya!

Semua pria suka akan wanita cantik, sedikitnya suka memandang dengan kagum seperti orang mengagumi setangkai bunga yang cantik dan indah. Semua wanita suka untuk dikagumi pandang mata pria, biarpun banyak yang berpura-pura marah dan membenci. Padahal disudut hatinya, Wanita mana yang tidak suka dipandang dengan kagum? Tentang kurang ajar, harap jangan keliru sangka, Bi-moi. Pria yang mana saja boleh memandang kagum akan kecantikan wanita yang mana saja, akan tetapi kalau melakukan perbuatan yang lebih daripada ini, yaitu ingin mengganggu dengan perbuatan, barulah jahat dan tidak baik.

Seperti juga setiap orang boleh mengagumi setangkai bunga, akan tetapi untuk berlancang tangan untuk memetiknya adalah perbuatan tidak benar karena bunga itu tentu ada yang memilikinya. Kalau aku menyatakan dengan sejujurnya apa yang terpikir olehku, itu bukan kurang ajar namanya, Bi-moi. Aku memandangmu dengan kagum karena memang hatiku kagum akan kecantikanmu, aku menyatakannya dengan mulut bahwa engkau cantik jelita dan manis, bukan berarti kurang ajar."

Makin merah wajah Ciang Bi dan gadis itu menunduk. akan tetapi ia tidak marah, bahkan jantungnya berdebar karena..... girang! Memang tepat sekali ucapan yang didengarnya. Dia suka akan pujian mengenai kecantikannya, apalagi kalau pujian itu keluar dari mulut seorang pemuda yang dikaguminya! Kalau dia sampai bermusuh dengan Bong Cit adalah karena pemuda she Bong itu mengeluarkan kata-kata kotor dan kemudian hendak menangkapnya.

"Kau.... kau terlalu jujur dan blak-blakan, Twako......" akhirnya dengan lirih Ciang Bi berkata. "kau membikin aku menjadi..... menjadi malu...."

Keng Hong tertawa dan memandang wajah yang ayu itu. Sinar merah api unggun membuat bentuk wajah itu menjadi gemilang dan tampak jelas garis-garisnya, seperti garis-garis daun bunga mawar dengan lekuk-lengkungnya yang tak lebih tak kurang, tepat dan cocok, serasi pada tempatnya, membuat mata tidak bosannya memandang dan mengaguminya.

"Salah siapakah, Bi-moi? Salahkah mata ini kalau melihat wajah yang cantik dan indah, sedap dipandang tak membosankan? Ataukah pemilik wajah itu sendiri yang salah mengapa wajahnya cantik? Kalau salah mataku, biarlah mulai sekarang aku akan meramkan mata kalau bicara dan berhadapan denganmu agar aku jangan dapat melihat wajahmu! Sebaliknya, kalau salah wajahmu mengapa begitu cantik, biarlah mulai sekarang kau menutupi wajahmu dengan saputangan atau dengan kedok yang buruk agar mataku tidak dapat mengagumimu. Bagaimana?"

Gadis itu tersenyum lebar, menekan diri agar tidak tertawa terkekeh, dan pandang matanya bersinar-sinar ditujukan kepada wajah pemuda yang makin menarik hatinya itu. pemuda yang perkasa, yang telah menyelamatkan nyawanya dan nyawa adiknya, yang ramah-tamah, yang telah melepas budi namun selalu merendahkan diri, yang amat tampan dan memiliki sepasang mata yang seolah-olah dapat menembus dadanya dan menjenguk isi hatinya, yang kini bahkan memuji-mujinya dengan kata-kata merayu-rayunya!

"Wah......., Hong-ko...... engkau benar-benar pandai merayu hati! Hong-ko.....' apakah sesungguhnyakah....... kau menganggap aku cantik dan....... dan apakah engkau,.......... suka kepadaku?"

Gadis itu memberanikan diri mengeluarkan pertanyaan ini yang keluar dari lubuk hatinya, dan dia diberanikan oleh sikap dan kata-kata Keng Hong yang selalu terbuka dan jujur blak-blakan itu.

Keng Hong tersenyum lebar.
"Pria yang manakah di dunia ini yang tidak akan merayu wanita cantik seperti seekor kumbang menari-nari dan menyanyi di atas setangkai bunga? Kaum cendekiawan, kaum sastrawan selalu merayu segala keindahan dengan kata-kata indah yang dirangkai dalam bentuk sajak-sajak sehingga terciptalah sajak-sajak abadi yang menyanjung keindahan bunga dan kecantikan wanita! Tentu saja aku merayumu dengan kata-kata indah sedapatku, Bi-moi, karena memang engkau cantik dan patut menerima rayuan dan sanjungan pria yang manapun juga di dunia ini. Kau bertanya apakah aku suka kepadamu? Aduh, Bi-moi, perlukah ditanya lagi? Tiada seekor pun kupu-kupu atau kumbang yang tidak suka akan kembang! Tiada seorang pun pria yang tidak suka akan seorang wanita cantik, kecuali kalau pria itu tidak normal atau....... banci!"

Gadis itu kembali menekan perutnya karena geli, akan tetapi mulutnya bertanya,
"Banci? Apakah itu? Manusia atau binatang?"

Keng Hong menggelengkan kepalanya. Semua ucapan yang keluar dari mulutnya tadi hanyalah tiruan saja dari ucapan suhunya dan dia sendiri pun tidak tahu apa itu yang disebut banci. Maka dia pun hanya mencontoh jawaban suhunya ketika dia bertanya tentang banci.

"Banci itu bisa manusia bisa binatang, akan tetapi yang pasti dia itu bukan pria dan bukan pula wanita, atau boleh juga disebut bahwa dia itu dapat menjadi pria maupun wanita!"

"Eh....., aku menjadi bingung. Bagaimana sih jelasnya?"

"Jelasnya...... aku sendiri pun tidak tahu karena selama hidupku belum pernah aku bertemu dengan seorang banci!"

"Engkau belum menjawab pertanyaanku, Hong-ko, apakah engkau suka kepadaku?"

"Sudah kukatakan tadi, mana ada kumbang tidak suka akan kembang?"

"Engkau bukan kumbang!"

"Hanya kiasan, Bi-moi, kuumpamakan diriku seekor kumbang dan engkau setangkai kembang. Kumbang takkan pernah jemu untuk berdendang memuji kecantikan kembang, takkan jemu-jemu membelai dan menciumnya......"

Wajah Ciang Bi menjadi makin merah, kepalanya menunduk, jantung berdebar keras dan jari-jari tangannya menggigil. Keng Hong yang melihat jari tangannya mengigil itu, jari-jari tangan yang kecil dan bentuknya meruncing, dengan kuku-kuku jari yang halus bersih terpelihara, tanpa disadarinya telah menggeser duduknya mendekat, kemudian dengan hati-hati dia memegang tangan itu.

"Tanganmu gemetar, Moi-moi...... dan agak dingin. Mengapa?"

Memang ada getaran keluar dari tangan Ciang Bi, getaran sebagai akibat denyut jantungnya, juga akibat perasaannya. Dia merasa berbahagia, terharu dan juga...... takut! Semua perasaan ini bergelut dengan rasa suka di hatinya, memdatangkan kemesraan sehingga tanpa disadarinya pula jari tangannya membalas sentuhan pemuda itu dan jari-jari tangan mereka saling meremas.

"Hong-ko...... kalau kau menjadi kumbangnya.......aku suka menjadi kembangnya......."

Suara Ciang Bi juga gemetar, napasnya agak terengah karena hatinya berguncang. Keng Hong tersenyum girang, lalu dengan tangan kirinya ia meraba dagu yang halus itu, mengangkat muka cantik itu sehingga mereka berpandangan dan dia bertanya.

"Bi-moi cintakah engkau kepadaku?"

Pertanyaan yang langsung seperti tusukan sebatang pedang yang meruncing. Suhunya dahulu selalu menceritakan segala pengalamannya di waktu muda diselingi nasihat-nasihat tentang wanita. Nasihat yang dia masih ingat dan kini dia praktekkan terhadap Ciang Bi adalah begini :

"Jangan sekali-kali memaksa wanita untuk melayani cintamu dan jangan sekali-kali jatuh cinta karena sekali jatuh, engkau akan terikat dan kesengsaraan akan timbul. Lebih baik tanya terus terang apakah wanita itu mencintaimu dan jangan menolak cinta kasih wanita, kalau engkau tertarik kepadanya tentu saja!"

Nasehat inilah yang teringat oleh Keng Hong ketika dia secara tiba-tiba mengajukan pertanyaan yang langsung itu kepada Ciang Bi. Tentu saja gadis itu menjadi malu sekali untuk menjawab. Namun karena hati Ciang Bi sudah terpikat, baik oleh ketampanan wajah, kelihaian, maupun budi bahasa pemuda itu, ia makin menunduk dan menjawab lirih seperti bisikan,

"Dengan seluruh jiwa ragaku, Koko....."

Tangan mereka makin erat saling meremas dan terdengar Keng Hong berkata, juga secara blak-blakan,

"Juga masih mencintaku biarpun aku kelak tak mungkin kelak menjadi suamimu?"

Ciang Bi mengangkat mukanya menandang, wajahnya menjadi pucat, akan tetapi kemudian menjadi merah kembali dan ia menjawab,

"Apa kau kira sikapku ini merupakan perangkap untuk menjebak seorang calon suami?"






Tidak ada komentar: