*

*

Ads

FB

Sabtu, 02 Juli 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 028

Akan tetapi kesempatan itu dipergunakan oleh Keng Hong untuk meloncat jauh hendak melarikan diri. Sesungguhnya, kalau pemuda ini menggunakan ginkangnya, biarpun dua orang murid Lam-hai Sin-ni itu dapat bergerak cepat, mereka masih tidak akan mampu mengimbangi ginkang yang dimiliki Keng Hong.

Akan tetapi karena mereka itu pandai menggunakan senjata rahasia, mereka mengejar sambil menyerang Keng Hong dengan senjata rahasia ini. Cui Im menghujankan jarum-jarum beracun, bahkan meledakan bola-bola peledak yang mengeluarkan asap hitam namun yang kini tidak dapat mempengaruhi Keng Hong yang sudah menahan napas. Sedangkan Biauw Eng menyerang dari belakang dengan senjata rahasia tusuk konde perak yang kepalanya berukiran bunga bwee.

Mendengar desir angin senjata-senjata rahasia ini, Keng Hong mengelak dan mengibaskan kedua tangan sambil membalik sehingga semua senjata rahasia runtuh oleh angin yang menyambar dari kedua tangannya. Karena itu tentu saja larinya terlambat dan dua orang gadis itu sudah menerjangnya lagi dengan dahsyat.

Keng Hong menjadi repot sekali setelah sinar merah pedang Cui Im menyambar-nyambar di antara sinar putih sabuk Biauw Eng yang berkelebatan membentuk lingkaran-lingkaran maut. Dalam keadaan terdesak timbul marahnya. Tadinya dia tidak mau membalas karena dia tidak tega untuk melukai dua orang gadis itu, terutama sekali Biauw Eng yang dalam pandangannya merupakan seorang gadis remaja yang selain cantik jelita dan tidak genit seperti Cui Im, namun juga telah menyelamatkan nyawanya.

Akan tetapi setelah sekarang didesak hebat, mau tidak mau dia harus membela diri. Untuk menggunakan sinkangnya yang luar biasa, yaitu menggunakan daya sedot yang mengalahkan banyak orang pandai, selain tidak tega juga dia tidak mempunyai kesempatan. Dua orang gadis berilmu tinggi ini agaknya maklum akan ilmunya yang mujijat itu dan mereka tidak pernah mendekatkan diri, tidak pernah memberi kesempatan unuk ditangkap tangan pemuda yang mempunyai ilmu mujijat, melainkan menyerang dari jarak jauh mengandalkan panjangnya senjata mereka.

Tiba-tiba lingkaran sinar putih itu berkelebat menyambar ke arah kedua matanya, bukan hanya dengan satu kali totokan, melainkan secara bertubi-tubi sehingga repotlah Keng Hong harus mengelak ke kanan kiri dan ke belakang. Pada saat pandang matanya menjadi silau dan kabur, dia mendengar desing pedang Cui Im mengarah lambungnya. Cepat dia miringkan tubuh, namun pedang itu mengejarnya dan merobek celana berikut kulit dan sedikit kulit daging pahanya.

Darah mengalir dan Keng Hong menjadi marah sekali. Sambil mengeluarkan gerengan dahsyat, tangannya meraih ke arah pedang yang tajam. Namun tangannya berhasil mencengkram pedang dan sekali renggut pedang itu pindah tangan! Kemudian dia melempar pedang itu jauh-jauh dan kembali tangannya kini mencengkram ke arah sinar putih, berhasil menangkap sabuk sutera itu dan dia mengerahkan tenaganya merenggut.






Akan tetapi, Biauw Eng mempertahankan sabuknya dan akibatnya tubuh gadis ini terbawa oleh tenaga renggutan yang amat kuat, tubuhnya terangkat ke udara. Keng Hong terkejut dan melepaskan sabuk itu dan hal ini malah mengakibatkan seolah-olah tubuh gadis itu dilempar ke atas.

Cui Im berteriak ngeri melihat tubuh sumoinya terlempar ke atas seperti itu. Juga Keng Hong terbelalak memandang, namun dia bernapas lega dan penuh kagum dia mengikuti gerakan gadis baju putih itu. Biarpun tubuhnya terlempar dengan cepat sekali, ternyata Biauw Eng tidak kehilangan akal. Di atas udara, tubuhnya dapat berjungkir balik dan sabuk di tangannya menyambar ke depan, ujungnya mengait dan menbelit dahan pohon sehingga tubuhnya tergantung dan luncuran itu patah. Kemudian dengan ringan ia meloncat turun membawa sabuknya, bukan meloncat biasa, melainkan meloncat sambil menyerang Keng Hong dengan sambaran sabuk putih.

Juga Cui Im yang menjadi lega melihat sumoinya selamat, sudah menyerang lagi, bukan dengan senjata tajam karena pedangnya sudah dilempar entah kemana, melainkan dengan cengkeraman-cengkeraman tangan yang menangkap pemuda itu diseling cengkeraman-cengkeraman ke arah bagian tubuh yang lemah.

Keng Hong menjadi lemas. Dua orang gadis ini benar-benar keras kepala dan sudah nekat sekali. Setelah dia meloncat mundur dan melihat dua orang gadis itu terus maju menerjangnya, dia mengeluarkan pekik yang melengking nyaring terbawa oleh sinkang yang terdorong hawa marah, tubuhnya sudah mencelat ke atas dan dari atas dia menggerakan kaki tangannya yang menyerang ke depan bertubi-tubi, menimbulkan hawa pukulan amat kuat yang menyerang dua orang gadis itu dari kanan kiri, atas dan bawah.

Inilah jurus yang terakhir atau jurus ke delapan dari ilmu pukulan San-in-kun-hoat yang hanya terdiri dari delapan jurus itu. Biarpun hanya terdiri dari delapan jurus, namun ilmu silat yang kelihatannya sederhana ini merupakan gerakan-gerakan inti sari dari ilmu silat tinggi, maka jurus ini yang disebut jurus In-keng-hong-wi (Awan Menggetarkan Angin Hujan) amatlah hebatnya sehingga pernah Kiang Tojin tokoh Kun-lun-pai yang amat sakti itu sendiri menjadi gelagapan dan kelabakan menghadapi jurus ini. Selain jurusnya yang amat hebat, yaitu dilakukan dari udara dengan terjangan dua pasang kaki tangan yang digerakan secara bertubi-tubi, juga terutama sekali karena kedua tangan dan kedua kaki Keng Hong itu mengandung hawa sakti yang amat kuat.

Dua orang murid Lam-hai Sin-ni itu merupakan orang-orang yang lihai, terutama sekali Biauw Eng. Menghadapi serangan yang tiba-tiba dilakukan Keng Hong ini, mereka tidak gentar, akan tetapi juga tidak berani menangkis, melainkan menggunakan kegesitan tubuh mereka mengelak. Akan tetapi alangkah kaget hati kedua orang gadis itu ketika mereka mengelak, mereka bertemu dengan angin pukulan dari mana-mana, seolah-olah gerakan serangan Keng Hong ini mendatangkan semacam angin berpusingan yang datang dari sekitar mereka.

“Aihhhh....!!"

Cui Im sudah menjerit dan tubuhnya terpelanting seperti tersedot angin ke arah Keng Hong, sedangkan Biau Eng berusaha menahan dan terhuyung-huyung, juga mendekati Keng Hong. Kalau pemuda itu melanjutkan pukulan dan tendangannya, kedua orang gadis yang mendekat itu berada dalam jarak jangkauannya. Akan tetapi tiba-tiba Keng Hong mendengus dan menarik kembali kaki tangannya, lalu mengenjot tubuh dan lari menjauh tanpa menoleh lagi.

Akan tetapi Cui Im dan terutama sekali Biauw Eng bukanlah gadis-gadis yang mudah putus asa. Sama sekali tidak. Sejak kecil mereka dilatih untuk bersikap berani dan pantang mundur, kalau perlu mengejar cita-cita dengan taruhan nyawa. Kini melihat betapa pemuda yang tadinya sudah menjadi tawanan mereka itu hendak meloloskan diri, mereka menjadi penasaran dan hanya sebentar saja mereka tadi tertegun dan terkesima menyaksikan kehebatan jurus yang hebat dari pemuda itu. Setelah Keng Hong Lari, keduanya lalu mengejar dan kembali mereka menghujankan senjata rahasia mereka.

Keng Hong tidak mengelak, juga tidak menangkis karena pada saat pemuda itu menggerakan tubuhnya, tiba-tiba pemuda itu merasa tubuhnya kaku tak dapat digerakan, tanda bahwa jalan darahnya tertotok secara hebat sekali. Hal ini dapat terjadi karena dia hanya memusatkan perhatian di sebelah belakang karena dia tahu bahwa dua orang gadis nekat itu mengejarnya.

Ia tadi hanya melihat bayangan berkelebat dekat dan tiba-tiba tubuhnya menjadi kaku tertotok? Andaikata dia tadi tahu akan serangan luar biasa ini dan mengerahkan sinkang, kiranya takkan mudah dia tertotok. Keanehan yang terjadi pada diri Keng Hong ini terlihat oleh dua orang gadis pengejarnya itu dalam keadaan lain. Mereka hanya melihat Keng Hong diam tak bergerak, juga tidak mengelak serangan senjata-senjata rahasia itu sehingga mereka sendiri menjadi kaget dan mengira bahwa tentu pemuda itu tewas oleh penyerangan senjata-senjata rahasia mereka yang beracun dan lihai.

Akan tetapi tiba-tiba mata mereka terbelalak karena tahu-tahu di belakan Keng Hong muncul seorang nenek dan semua senjata rahasia itu runtuh oleh kebutan rambut kepala nenek itu yang digerakan ke depan! Nenek itu tertawa-tawa, seorang nenek yang amat menyeramkan. Usia nenek ini tentu tidak kurang dari delapan puluh tahun, namun mukanya merah seperti berlumur darah, giginya besar-besar, rambut kepalanya riap-riap dan panjang. Mukanya yang buruk menakutkan itu tidak sesuai dengan tubuhnya, biarpun tubuh seorang nenek-nenek, namun pakaian sutera hitam itu mencetak bentuk tubuh yang masih padat dengan sepasang buah dada yang besar!

"Bibi Ang-bin Kwi-bo.....!!"

Bhe Cui Im berseru kaget dan cepat membungkuk penuh hormat. Di kalangan kaum sesat, sebutan untuk mereka yang lebih tinggi kedudukannya tidak dipergunakan ucapan menghormat atau sungkan, maka Cui Im biarpun kelihatan takut-takut dan menghormati nenek ini, tetap saja ia tidak segan-segan menyebut julukan nenek itu yang tidak sedap, yaitu Ang-bin Kwi-bo (Hantu Wanita Bermuka Merah).

"Hi-hi-hik! Kalian murid-murid Lam-hai Sin-ni benar-benar tidak memalukan menjadi murid orang pandai. Karena kulihat kalian berhasil menemukan bocah ini akan tetapi tidak berhasil menguasainya, maka biarlah kalian serahkan bocah ini kepadaku dan sebagai upah jerih payah kalian yang sudah dapat menemukannya, biarlah aku tidak membunuh kalian dan kalian boleh pergi dengan aman!"

Ucapan seperti ini bagi telinga Keng Hong merupakan ucapan yang terlalu bocengli dan mau mencari enak perutnya sendiri. Akan tetapi bagi dua orang gadis itu tidak aneh karena mereka sendiri pun sejak kecil dididik untuk membawa pendapat sendiri tanpa mempedulikan kesopanan dan keadilan umum, pendeknya yang benar bagi mereka adalah kalau setiap tindakan ditujukan untuk keuntungan diri pribadi. Karena itu, ucapan nenek ini pun tidak mereka anggap bocengli, bahkan sudah wajar!

Cui Im yang sudah mengenal betapa saktinya Ang-bin Kwi-bo yang merupakan seorang di antara Bu-tek Su-kwi (Empat Iblis Tanpa Tanding), setingkat dengan gurunya, tidak berani menentang dan hanya menundukan muka tanpa menyerah.

Akan tetapi sikapnya berbeda dengan Biauw Eng. Gadis ini adalah puteri Lam-hai Sin-ni, dan karena tugas yang dilaksanakan ini adalah perintah ibunya, maka tentu saja mengandalkan nama besar ibunya yang tidak mau mengalah dan mempertahankan haknya sebagai orang yang menahan Keng Hong.

"Menyesal sekali bahwa terpaksa saya tidak dapat memenuhi kehendak bibi itu, karena tugas ini perintah dari ibu sehingga terpaksa saya harus mempertahankan hak saya atas diri murid Sin-jiu Kiam-ong yang telah kami tawan."

Mendengar ini, Ang-bin Kwi-bo menjadi tercengang dan ia memandang gadis baju putih itu penuh perhatian. Kemudian ia tertawa terkekeh dan berkata,

"Eh, kiranya engkau ini puteri Lam-hai Sin-ni? Engkaukah yang membuat nama besar dengan julukan Song-bun Siu-li itu?"

"Benar, bibi. sayalah Song-bun Siu-li Sie Biauw Eng."

"Hi-hi-hik! Engkau berani melawan aku?"

"Saya harus tahu diri dan saya maklum bahwa bibi bukanlah lawan saya. Seharusnya saya takut melawan bibi, akan tetapi saya lebih takut menghadapi ibu kalau saya melalaikan tugas yang diperintahkannya."

"Bagus! Kalau begitu, biarlah kita menggunakan hak seorang pemenang dan mari kita lihat siapa di antara kita yang akan menang dan berhak atas diri bocah ini!"

Sambil berkata demikian, Ang-bin Kwi-bo sudah meloncat ke depan menghadapi Biauw Eng yang sudah siap pula dengan senjatanya. Gadis ini bersikap hati-hati sekali karena ia cukup maklum bahwa ia menghadapi lawan yang jauh lebih tinggi tingkatnya. Namun sedikit pun tidak terbayang rasa gentar pada wajahnya yang cantik namun dingin itu.

"Hi-hi-hik lumayan juga engkau! Agaknya sudah cukup matang sehingga maklum bahwa yang diam lebih kuat daripada yang bergerak, yang diserang lebih untung daripada yang menyerang. Biarlah, kau jaga seranganku!"

Ucapan Ang-bin kwi-bo ini memang berlaku bagi dua orang lawan yang setingkat kepandaiannya, karena dalam ilmu silat, yang diam itu lebih waspada sedangkan si penyerang selalu membuka lubang untuk dirinya sendiri dan penyerangannya membuat kedudukannya agak lemah. Akan tetapi tingkat kepandaian Ang-bin Kwi-bo jauh lebih tinggi dari pada tingkat kepandaian Sie Biauw Eng. Gadis ini paling banyak baru dapat mewarisi setengah kepandaian ibunya, sedangkan tingkat kepandaian Lam-hai Sin-ni yang merupakan orang terpandai di antara empat tokoh datuk sesat, namun tidak banyak selisihnya.

Biarpun Ang-bin Kwi-bo menyatakan hendak menyerang, namun kedua kakinya tidak bergerak maju, juga kedua tangannya tidak bergerak. Yang bergerak hanya kepalanya karena ia menggunakan rambutnya yang riap-riapan itu untuk menyerang! Memang hanya rambut kepala yang menyambar itu, akan tetapi Biauw Eng yang lihai itu sama sekali tidak berani menangkis, maklum bahwa senjata rambut ini merupakan senjata keistimewaan Ang-bin Kwi-bo dan bahwa rambut-rambut halus itu kalau dipergunakan oleh Ang-bin Kwi-bo berubah menjadi rambut-rambut yang kaku kuat melebihi baja!

Biauw Eng mengelak dengan loncatan ringan ke kiri, kemudian sekali pergelangan lengan tangannya bergerak, sinar putih sabuknya sudah meluncur cepat sekali menotok jalan darah maut di tenggorokan nenek iblis itu!

Nenek itu sambil terkekeh menangkis totokan ujung sabuk ini dengan tangan kirinya, malah berusaha mencengkram ujung sabuk dengan kuku-kukunya yang panjang. Akan tetapi ujung sabuk sutera itu lemas dan cepat sekali gerakannya, sebelum menyentuh tangan lawan sudah meluncur ke samping lalu melakukan totokan-totokan bertubi-tubi dari jarak jauh.

Biauw Eng amat cerdik. Maklum bahwa kelihaian nenek itu terletak pada rambut dan kukunya, ia sengaja menjauhkan diri sehingga tidak dapat tercapai rambut maupun kuku, sebaliknya ia mengandalkan sabuknya yang panjang untuk menyerang terus secara bertubi-tubi.

Setiap kali nenek itu menangkis dan hendak mencengkeram ujung sabuk, sabuk itu sudah melejit pergi untuk menotok lain bagian. Dilihat begitu saja, amatlah menarik pertandingan ini. Ujung sabuk putih itu seolah-olah seekor kupu-kupu putih yang lincah, hinggap di sana-sini dan selalu luput dari cengkeraman tangan Ang-bin Kwi-bo.






Tidak ada komentar: