*

*

Ads

FB

Rabu, 29 Juni 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 012

"Aiiihh....! Tolongggg....! lepaskan aku....!!”

Jerit melengking ini jelas keluar dari mulut seorang wanita. Keng Hong yang tadinya mengira bahwa turunnya tentu akan dihadang musuh, mendapat kenyataan bahwa Kiam-kok-san (Puncak Lembah Pedang) di bawah batu pedang sunyi saja. Akan tetapi tiba-tiba dia mendengar lengking yang mengerikan itu, yang membuat bulu tengkuknya berdiri! Apalagi karena sebagai seorang yang tergembleng hebat, dia mendapat perasaan seolah-olah banyak pasang mata yang selalu mengikuti gerak-geriknya.

Keng Hong tidak mempedulikan perasaan ini karena dia sudah melesat ke kiri, berlari ke arah suara yang menjerit tadi. Apapun yang terjadi, sudah pasti bahwa disana ada seorang wanita yang minta tolong, yang membutuhkan bantuan karena terancam keselamatannya.

"Jangan menolak setiap uluran tangan yang minta tolong", demikian pesan gurunya, "Namun waspadalah terhadap tangan yang berniat menolongmu.”

Bukan karena teringat akan pesan suhunya, melainkan terutama sekali karena dorongan hati sendiri. Keng Hong melesat cepat untuk menolong wanita yang terancam bahaya, timbul dari dorongan welas asih yang memang sudah ada pada tiap hati manusia.

Tak lama kemudian tibalah dia di sebuah lapangan terbuka dan dia tercengang. Di situ telah berkumpul puluhan orang tosu Kun-lun-pai dan di depan sendiri tampak penolongnya, Kiang Tojin berdiri dengan sikap angker, tangan kirinya mencengkeram pundak seorang wanita cantik yang meronta-ronta dan merintih-rintih. Dan selain tokoh-tokoh Kun-lun-pai, tampak pula Thian seng cinjin sendiri berdiri dengan bersandar pada tongkatnya! Ketua Kun-lun-pai ini tampak sudah tua sekali dan sikap mereka semua yang kini memandang Keng Hong membayangkan bahwa mereka itu memang sedang menantinya!

Keng Hong menghentikan larinya dan otomatis dia menoleh. Benar saja seperti dugaannya tadi, di sebelah belakangnya kini muncul belasan orang tosu Kun-lun-pai dan dia berdiri terkurung di tengah, berhadapan dengan Kiang Tojin yang menangkap wanita cantik itu dan ketua Kun-lun-pai yang berdiri dengan sikapnya yang agung dan ramah!

Keng Hong merasa seolah-olah menjadi seekor kelinci yang dikurung oleh puluhan ekor harimau kelaparan! Akan tetapi, dia adalah seorang yang sejak kecil sudah belajar kesopanan. Melihat Kiang Tojin yang menjadi penolongnya dan para tosu Kun-lun-pai yang pernah melepas budi selama dua tahun kepadanya, dia cepat-cepat menjatuhkan dirinya berlutut di depan Thian seng Cinjin dan Kiang Tojin sambil berkata.





"Boanpwe (saya yang rendah) bekas kacung Cia Keng Hong datang menghadap para locianpwe (orang-orang tua gagah), mohon di maafkan segala kesalahan boanpwe!"

Thian seng cinjin tersenyum lebar dan Kiang tojin berseri wajahnya lalu menggerakkan tangannya yang mencengkeram pundak wanita itu sambil berkata kepada anak muridnya,

"Belenggu wanita jahat ini!"

Dua orang tosu lalu datang dan mengikat kaki tangan wanita itu pada sebatang pohon. Keng Hong melirik dengan ujung matanya, melihat betapa wanita yang usianya sekitar dua puluhan tahun dan amat cantik jelita itu menangis perlahan sehingga hatinya merasa kasihan sekali. Akan tetapi dia segera mengalihkan perhatiannya ketika Kiang Tojin berkata.

"Baik sekali, Keng Hong. Bangun dan berdirilah karena engkau bukan anak murid kami, juga bukan kacung kami lagi. Sudah sebulan lamanya kami menunggu. Apakah yang menyebabkan engkau terlambat sampai sebulan baru turun dari Kiam-kok-san?"

Keng Hong terkejut. Kiranya para tosu Kun-lun-pai ini sudah tahu bahwa suhunya telah meninggal sebulan yang lalu dan diam-diam telah menjaga dan menanti dia turun dari puncak batu pedang. Yang menjaga dan memata-matai di Kiam-kok-san hanyalah murid-murid Kun-lun-pai, agaknya ketua Kun-lun-pai dan Kiang Tojin masih belum berani melanggar pantangan untuk mengotori Kiam-kok-san! Kemudian dia teringat betapa dia telah membakar jenasah suhunya di dalam pondok. Agaknya pembakaran itulah yang memberitahukan para tosu. Sebelum dia menjawab, karena melihat dia meragu dan bingung, Kiang Tojin sudah berkata lagi.

"Kami melihat betapa asap mengebul dari puncak Kiam-kok-san. Kami tidak suka mengganggu seorang murid yang berkabung atas kematian gurunya, maka kami hanya menunggu. Akan tetapi, alangkah banyaknya orang yang telah menanti-nantimu, Keng Hong. Wanita jahat ini adalah orang terakhir dari kaum sesat yang menunggumu turun gunung dan yang sudah siap menurunkan tangan jahat kepadamu.”

“Bohong! Tosu bau tak pernah mandi! Siapa yang hendak turun tangan jahat terhadap pemuda itu? Aku hanya ingin menonton keramaian, kemudian tersesat di sini dan kalian menggunakan pengeroyokan menangkap aku! Cih, tak tahu malu! Segerombolan kakek tua bangka mengeroyok seorang gadis! Kau kira aku tidak tahu? Kalian hanya berpura-pura menjadi pendeta, padahal menggunakan kesempatan untuk meraba-raba dan membelai-belai tubuhku dengan alasan hendak menangkap seorang penjahat!"

Hebat sekali penghinaan ini. Banyak di antara para tosu Kun-lun-pai menjadi merah sekali mukanya, entah merah karena malu ataukah karena marah. Akan tetapi yang jelas, banyak di antara mereka yang melotot marah dan memandang wanita cantik itu penuh kebencian.

Namun Kiang Tojin dan Thian Seng Cinjin hanya tersenyum, sedikitpun tidak terpengaruh oleh ucapan-ucapan menghina itu. Kiang Tojin hanya membalikkan tubuhnya dan tiba-tiba tangan kanannya bergerak ke depan dengan jari telunjuk menuding ke arah wanita yang terikat di pohon itu. Jarak di antara mereka ada tiga meter, akan tetapi terdengar angin bercuit dan.... tubuh wanita itu menjadi lemas dan ia tak dapat mengeluarkan suara lagi karena ia telah terkena totokan yang dilakukan dari jarak jauh! Hanya matanya saja yang memandang dengan mendelik penuh kemarahan.

Diam-diam Keng Hong terkejut dan kagum sekali. Juga merasa betapa ketekunannya selama lima tahun ini sesungguhnya tidak ada artinya kalau dibandingkan dengan tingkat kepandaian tosu yang menjadi penolongnya ini. Sebagai orang yang pernah mempelajari ilmu silatnya masih kalah jauh sekali oleh Kiang Tojin, dan agaknya kalau harus melawan tosu ini, belum tentu dia sanggup bertahan sampai lima jurus!

"Keng Hong, ketahuilah bahwa kaum sesat dan orang-orang gagah yang menaruh dendam kepada gurumu selalu mengincarmu untuk merampas pedang Siang-bhok-kiam dan rahasia penyimpanan kitab-kitab gurumu. Kami para tosu Kun-lun-pai sama sekali bukanlah orang-orang serakah dan tidak menghendaki apa-apa, baik dari Sin-jiu Kiam-ong atau dirimu. Akan tetapi, mengingat bahwa engkau datang ke Kun-lun-pai tidak membawa apa-apa, maka kepergianmu dari sini pun tidak boleh membawa apa-apa! Kalau Siang-bhok-kiam berada bersamamu, harus kau tinggalkan pedang itu kepada pinto. Demikian pula, segala benda lain yang kau bawa, kitab-kitab atau apa saja, harus ditinggalkan. Hal ini bukan sekali-kali karena pinto ingin memilikinya, melainkan pertama, benda-benda itu hanya akan mendatangkan malapetaka padamu, dan daripada jatuh ke tangan kaum sesat sehingga mereka menjadi lebih lihai, lebih baik kami simpan atau kami hancurkan di Kun-lun-san!"

Keng Hong mengerutkan keningnya,
"Akan tetapi, pedang yang saya bawa ini adalah pemberian suhu, bukan hasil mencuri milik Kun-lun-pai!"

Kiang Tojin tersenyum dan mengangguk-ngangguk,
"Betul, akan tetapi Sin-jiu Kiam-ong telah meninggal dunia di Kiam-kok-san, karena itu semua peninggalannya harus ditinggalkan di Kiam-kok-san pula. Biarpun engkau muridnya, tak boleh engkau membawanya pergi dari Kun-lun-san.”

"Kalau saya menolak?"

Kiang Tojin mengerutkan alisnya dan mengangkat mukanya.
"Keng Hong, tak tahukah engkau bahwa peraturan kami ini demi keselamatanmu sendiri? kalau engkau menolak, berarti engkau lupa akan budi dan pinto terpaksa menggunakan kekerasan!"

Keng Hong dapat menyelami maksud hati Kiang Tojin dan dia makin kagum dan tunduk kepada tosu Kun-lun-pai yang bijaksana dan cerdik ini. Akan tetapi untuk mengalah begitu saja dia merasa enggan. Apalagi tidak ada kesempatan yang lebih baik daripada berlatih melawan Kiang Tojin yang tidak mempunyai niat buruk terhadap dirinya. Biarpun dia berlatih dengan penolongnya yang berilmu tinggi ini.

"Maafkan saya, Totiang. Sebelum menyerahkan pedang ingin sekali saya menerima petunjuk Totiang dalam hal ilmu silat.”

Kiang Tojin tertawa,
"Ha-ha-ha, memang sejak dahulu engkau keras hati. Baiklah, Keng Hong. Kau boleh menyerangku, pinto juga ingin melihat sampai di mana hasilmu berguru kepada mendiang Sin-jiu Kiam-ong! Mulailah!"

Biarpun belum pernah mempergunakan kepandaian yang dipelajarainya selama lima tahun itu untuk bertanding dalam pertempuran sungguh-sungguh, namun Keng Hong sudah menguasai dasar-dasar ilmu silat tinggi. Juga dia selalu ingat akan semua nasihat dan petunjuk suhunya. Ia ingat akan nasehat gurunya bahwa bagi seorang yang sudah tinggi ilmu silatnya, lebih baik di serang lebih dahulu daripada menyerang, karena lawan yang menyerang itu otomatis akan membuka bagian yang kosong sehingga mudah "dimasuki" dalam serangan balasan yang dilakukan otomatis pula.

Karena dia tahu bahwa Kiang Tojin adalah lawan yang amat berat, maka setelah berseru keras dia maju memukul dengan gerakan perlahan dan hati-hati, hanya menggunakan seperempat bagian perhatiannya saja untuk menyerang, yang tiga perempat bagian dia cadangkan untuk penjagaan diri agar begitu lawannya membalas, dia dapat menghindar dengan elakan atau tangkisan.

"Wuuuttt!" Pukulan tangan kanannya menyambar, mendatangkan angin yang kuat.

"Bagus.....!"

Kiang Tojin berseru, kagum melihat kenyataan betapa kuat pukulan Keng Hong sehingga tidak mengecewakan menjadi murid Sin-jiu Kiam-ong karena dia sendiri tidak akan sanggup melatih seorang murid selama lima tahun sudah memiliki sinkang yang sedemikian kuatnya. Namun diam-diam dia kecewa menyaksikan gerakan-gerakan itu yang amat sederhana, padahal dia tadinya mengira bahwa ilmu silat yang diturunkan kakek raja pedang itu kepada muridnya tentu hebat.

Melihat pukulannya hanya dielakkan Kiang Tojin dan ternyata tosu itu sama sekali tidak membalasnya, bahkan jelas menanti serangan selanjutnya, tahulah Keng Hong bahwa tosu penolongnya ini benar-benar hanya ingin mengujinya. Pujian yang keluar dari mulut Kiang Tojin itu membuat telinganya merah. Sudah jelas bahwa dia memukul dengan gerakan sederhana saja, bahkan dengan tenaga yang hanya seperempatnya, bagaimana bisa di sebut bagus? Apakah tosu penolongnya ini mengejeknya?

Biarlah, kalau aku kalah biar kalah, roboh di tangan tosu yang menjadi tokoh kedua Kun-lun-pai ini, apalagi yang menjadi penolongnya, tidaklah amat memalukan. Maka dia berkata.

"Totiang, maafkan kelancanganku!"

Seruan ini dia tutup dengan gerakan menyerang. Kini Keng Hong tidak mau diejek untuk kedua kalinya. Ia mengerahkan sinkang dari pusarnya. Hawa panas meluncur cepat ke arah kedua lengannya dan dia mempergunakan ginkangnya. Tubuhnya melesat bagaikan kilat menyambar ke arah Kiang Tojin dan sekaligus dia memukulkan kedua tangannya dalam serangan berantai.

Harus diketahui bahwa dalam silat tangan kosong, Keng Hong belum dapat dikatakan lihai. Ia hanya digembleng dengan pengertian dan gerakan dasar-dasar ilmu silat saja. Setiap gerakan tangan dan geseran kaki memang dapat dia lakukan dengan mahir, namun rangkaian ilmu silat belum banyak dia pelajari karena waktunya tidak mengijinkan.

Dari suhunya dia hanya baru dapat memetik ilmu silat tangan kosong yang oleh gurunya dinamai San-in-kun-hoat (ilmu silat awan gunung) yang diambil dari keadaan di puncak Kiam-kok-san. Ilmu silat ini merupakan gerakan-gerakan inti ilmu silat tinggi, namun diatur amat sederhana sehingga hanya terdiri dari delapan buah jurus serangan saja!

Dalam serangan ke dua ini Keng Hong yang tidak mau diejek itu telah mempergunakan jurus yang disebut Siang-in-twi-an (Sepasang Awan Mendorong Gunung). Kedua kakinya masih di udara ketika dia melompat, namun siap melakukan tendangan susulan sebagai perkembangan jurus ini, sedangkan kedua lengannya didorongkan ke depan secara bergantian sambil mengerahkan tenaga sinkang sekuatnya.

"Siuuuuttt....!"

"Siancai...!"

Kiang Tojin terkejut bukan kepalang. Melihat tenaga pada serangan pertama tadi, dia sudah kagum, akan tetapi serangan kedua ini benar-benar membuat dia kaget karena serangan ini bukan merupakan serangan main-main dari seorang pemuda yang baru lima tahun belajar ilmu silat!

Serangan ini lebih pantas kalau dilakukan seorang tokoh persilatan yang sudah melatih diri selama puluhan tahun! Tenaga pukulan itu dapat dia ukur dari angin yang menyambar dan biarpun Kiang Tojin sendiri tidak berani menerima pukulan sehebat itu. Cepat tosu itu meloncat ke samping dan memutar tubuh sambil mengangkat tangan karena melihat kedudukan tubuh Keng Hong di udara itu dia maklum bahwa pemuda ini akan melanjutkan jurus itu dengan tendangan. Dugaannya memang tepat dan baik dorongan tangan maupun tendangan Keng Hong banyak mengenai angin belaka, dan hanya berhasil membuat pakaian tosu itu berkibar.

**** 011 ****





Tidak ada komentar: