*

*

Ads

FB

Selasa, 29 November 2016

Petualang Asmara Jilid 196

Bu Kong menangkis dan berusaha untuk balas menyerang, namun dalam waktu dua puluh jurus lebih saja dia telah terdesak hebat sekali. Tiba-tiba, selagi Bu Kong membalas dengan bacokan dahsyat, Bi Kiok menangkis dengan pedang kirinya sambil mengerahkan sin-kang dan pedang itu bergetar sedemikian hebat lalu diputar-putar sehingga pedang Bu Kong ikut pula terputar tanpa dapat ditahannya lagi. Dan secepat kilat, tangan kanan Bi Kiok bergerak dan hanya tampak sinar berkelebat ketika pedang panjang telah tercabut dari punggungnya dan di lain saat pedang itu telah menembus dada Liong Bu Kong.

“Auhhhhgggg...!”

Tubuh pemuda itu terjengkang ketika Bi Kiok mencabut pedangnya. Sambil melihat tubuh pemuda yang berkelojotan di atas tanah itu, Bi Kiok menggunakan kakinya mencokel pedang Lui-kong-kiam, menyambar gagang pedang dengan tangannya dan menyelipkan pedang itu di pinggangnya pula, sementara itu kedua pedangnya tadi sudah dengan cepat memasuki sarung pedang. Kemudian, dengan tenang dia menghampiri dinding karang, mencabut Giok-hong-cu dan sekali lempar perhiasan itu menancap di dahi Bu Kong, tepat di tengah-tengah dan tubuh yang berkelojotan itu diam, tak bergerak lagi.

Kini Yo Bi Kiok memandang ke arah pertempuran, mendengus perlahan dan tubuhnya mencelat ke medan pertempuran, pedang rampasan tadi digerakkan dengan tangan kirinya dan robohlah empat orang pengeroyok!

Selanjutnya, gadis ini mengamuk dengan pedang Lui-kong-kiam sehingga dalam waktu singkat, terjungkal tidak kurang dari delapan orang anak buah Pek-lian-kauw! Tentu saja semua pengeroyok terkejut sekali dan mereka menjadi gentar, cepat mereka meninggalkan Kun Liong dan Bi Kiok, mundur ke dalam guha di mana sudah dipasangi alat-alat rahasia jebakan.

Akan tetapi kedua orang muda itu tidak mengejar, melainkan berdiri saling berpandangan, Bi Kiok dengan pandang mata dingin, Kun Liong dengan mata terbelalak keheranan.

“Engkau... Bi Kiok...!”

“Kun Liong, engkau masih belum lupa kepadaku?” suara Bi Kiok dingin dan matanya menatap tajam ke arah gadis yang pingsan di panggulan pemuda itu.

“Melupakan engkau? Mungkin yang lain-lain aku dapat melupakan, akan tetapi betapa mungkin aku melupakan matamu yang bersinar indah seperti bintang pagi itu?”

Yo Bi Kjok menjebikan bibirnya, dan mendengus,
“Huh, perayu yang... mata keranjang!”

Dia memutar tubuhnya dan sekali meloncat dia telah melayang jauh ke depan lalu lari cepat sekali.

“Bi Kiok...!”






Kun Liong memanggil akan tetapi gadis itu berlari terus. Terpaksa dia pun berlari membawa tubuh Giok Keng yang masih pingsan. Yang terutama sekali adalah keselamatan Giok Keng. Biarpun dia merasa terheran-heran melihat Yo Bi Kiok yang sekarang memiliki ilmu kepandaian sedemikian tingginya, bahkan Liong Bu Kong dapat dibunuhnya dalam waktu singkat dan dia ingin sekali bicara dengan dara itu, namun melihat keadaan Giok Keng, dia harus lebih dulu menyelamatkan gadis ini. Dia tahu betapa jahatnya jarum merah Ouwyang Bouw itu.

Setelah berlarl-lari menuruni bukit dan jauh sekali meninggalkan sarang Pek-lian-kauw, akhirnya Kun Liong tiba di sebuah dusun dan cepat dia mencari rumah penginapan. Seorang pelayan menyambutnya dengan mata terbelalak heran memandang kepada wanita muda yang pingsan dalam pondongan pemuda itu.

“Adikku ini sakit parah, harap kau cepat menyediakan kamar untuk kami agar dia dapat kuobati,” kata Kun Liong, tanpa banyak cakap lagi.

Pelayan itu seorang tua yang baik hati. Melihat keadaan Giok Keng yang pucat dan pingsan, dia cepat membawa mereka ke sebuah kamar yang cukup besar, kemudian memenuhi permintaan Kun Liong menyediakan sebaskom air mendidih yang dia taruh di dalam kamar dan cepat dia meninggalkan mereka pergi.

Kun Liong mulai bekerja, tanpa ragu-ragu lagi dia menanggalkan pakaian Giok Keng berikut sepatunya dan menyelimuti tubuh yang telanjang itu dengan sehelai selimut. Dia membalikkan tubuh dara itu menelungkup dan memeriksa tubuh belakangnya. Terdapat lima batang jarum merah menancap di tubuh belakang dari punggung sampai ke pinggul! Dan jarum-jarum itu menancap dalam sekali sampai yang tampak hanya sedikit ujungnya membayang di bawah kulit yang telah mulai membiru kemerahan!

Setelah memeriksa sejenak, Kun Liong cepat menggunakan air mendidih untuk membasahi bagian luka itu sehingga kulit dagingnya di bagian itu yang terkena air panas menjadi lemas dan lunak. Kemudian, sambil duduk bersila di pinggir pembaringan, Kun Liong menggunakan kedua telapak tangannya ditempelkan kepada luka jarum itu sambil mengerahkan sin-kangnya.

Hawa yang amat kuat tergetar melalui lengannya dan setibanya di telapak tangannya, hawa yang merupakan tenaga sakti itu menyedot! Inilah tenaga Thi-khi-i-beng yang sudah dikendalikan sehingga tenaga menyedotnya yang hebat itu dapat dicurahkan dan dipusatkan pada lubang kecil bekas jarum.

Setelah kedua lengan itu menggigil beberapa lamanya, Kun Liong menarik kembali kedua tangannya dan... dua batang jarum menempel di telapak tangannya. Dengan alis berkerut dia menyimpan dua batang jarum itu, kemudian berturut-turut dia berhasil menyedot lima batang jarum itu dari tubuh Giok Keng.

Setelah lima batang jarum itu terambil semua, pekerjaan Kun Liong masih jauh daripada selesai. Biarpun jarum-jarum itu telah dikeluarkan, namun racunnya sudah mengeram di tubuh dan dia tadi sebelum mengambil jarum telah menotok beberapa bagian jalan darah untuk mencegah racun itu menjalar ke jantung.

Kini, kembali dia menggunakan sin-kang dari kedua telapak tangannya untuk menyedot dan melebarkan luka-luka itu, kemudian, tanpa ragu-ragu, dia mendekatkan mukanya dan dengan mulutnya, dia menyedot luka-luka itu satu demi satu. Darah menghitam yang tersedot keluar dari luka itu, diludahkannya ke lantai, kemudian menyedot lagi sampai berkali-kali.

Ketika melakukan ini, dia bukannya tidak sadar akan keindahan tubuh belakang dara itu yang polos, dengan kulit putih kuning dan bersih halus, namun dengan penuh keyakinan bahwa dia melakukan semua ini untuk menyelamatkan nyawa Giok Keng, maka segala bentuk khayal yang mendatangkan nafsu berahi sama sekali tidak menampakkan bayangannya.

Setelah di setiap luka dia menyedot tidak kurang dari lima kali, barulah yang tersedot keluar dari luka kecil itu darah merah. Ketika melakukan penyedotan dengan mulutnya untuk yang terakhir kali, di luka yang berada paling bawah, yaitu di belahan bukit pinggul, tiba-tiba dia mendengar suara halus di luar jendela dan melihat berkelebatnya bayangan orang,

Kun Liong tidak berani memecah perhatian karena pengobatan dengan sin-kang itu membutuhkan pengerahan tenaga dan perhatiannya. Disangkanya bahwa tentulah pelayan tadi yang mengintai untuk melihat bagaimana keadaan wanita sakit itu.

Setelah melihat bahwa lima luka itu sudah bersih dan menjadi merah darah, dengan hati-hati Kun Liong mencucinya dengan air panas, menutupnya dengan kain bersih lalu membalikkan tubuh Giok Keng yang masih pingsan.

Wajah dara itu masih pucat akan tetapi sinar kebiruan telah lenyap dari wajahnya. Kun Liong membetulkan letak selimut yang menutupi seluruh tubuh gadis itu, kemudian dia memasukkan kedua tangannya ke dalam selimut, meletakkan kedua telapak tangannya ke bawah dada, memusatkan seluruh batinnya agar tidak sampai tergoda oleh bayangan yang bukan-bukan mengenai tubuh dara yang terlentang di depannya, kemudian dia menyalurkan sin-kang.

Hawa yang hangat memasuki tubuh dara itu dan membantu kelancaran jalan darahnya, juga mengusir hawa beracun yang memenuhi dada rongga perutnya.

“Ouhhh...!”

Akhirnya terdengar dara itu merintih, pernapasannya menjadi normal kembali, jalan darahnya juga pulih, dia masih setengah sadar setengah pingsan.

Cepat Kun Liong mengeluarkan kedua tangannya dari selimut karena dia tidak ingin gadis itu sadar mendapatkan kedua tangannya masih terletak di atas dada dan perutnya! Wajahnya agak pucat dan napasnya agak memburu karena dia telah mengeluarkan banyak tenaga saktinya.

Pada saat itulah, setelah perhatiannya terhadap Giok Keng terlepas, dia baru mendengar bahwa benar-benar ada orang di luar kamar itu, mengintai di depan pintu. Dia menjadi curiga sekali dan sambil meloncat ke dekat pintu dia membentak,

“Siapa di luar...?”

Tiba-tiba dari luar terdengar suara orang mendengus marah, daun pintu di tendang terbuka dan seorang gadis cantik yang langsung menyerang dengan tusukan pedang pendeknya yang dipegang dengan tangan kiri ke dada Kun Liong dengan kecepatan kilat!

“Bi Kiok...!”

Kun Liong berseru kaget, miringkan tubuhnya ke kiri dan ketika pedang meluncur di sebelah kanannya, dia cepat menggerakkan tangan kanan menangkap pergelangan tangan gadis itu sambil mengerahkan sin-kangnya karena begitu menyentuh lengan dia merasa ada tenaga dahsyat dari lengan itu keluar menentang.

“Tranggg...! Plokkk...!”

Pedang itu terlepas dari pegangan tangan kiri Bi Kiok yang seperti lumpuh oleh pegangan tangan kanan Kun Liong akan tetapi dengan kemarahan meluap-luap gadis itu menggunakan telapak tangan kanannya menampar pipi kiri pemuda itu.

Kun Liong meringis, pipinya terasa panas dan pedih, tentu giginya sudah rontok semua kalau dia tadi tidak menerima tamparan itu dengan pengerahan tenaga.

“Laki-laki cabul! Laki-laki mata keranjang!”

Yo Bi Kiok memaki ketika melihat Giok Keng yang sudah sadar dan memandang dengan mata terbelalak itu berada dalam keadaan telanjang bulat dan hanya menutupi tubuhnya dengan sehelai selimut. Kedua kaki yang telanjang itu mencuat keluar dari dalam selimut!

“Eh... ohhh... Bi Kiok... jangan...!”

Kun Liong cepat menggunakan tangan kirinya untuk menangkap lengan kanan gadis itu, melihat betapa Bi Kiok sudah menggerakkan tangan kanan hendak mencabut pedang panjang di punggungnya. Dengan demikian, dia telah menangkap kedua lengan gadis itu yang meronta-ronta hendak melepaskan kedua tangannya.

“Eh-eh... Bi Kiok... wah, sabarlah, mari kita bicara baik-baik...”

Kun Liong membujuk ketika gadis itu meronta-ronta, bahkan mengirim tendangan yang dapat dielakkannya, akan tetapi terpaksa dia tangkis dengan kakinya pula.

“Laki-laki buaya!” Bi Kiok memaki lirih. “Dan aku selalu mengingat-ingat engkau... mengharap-harap...” Dan gadis itu terisak, lalu meronta-ronta makin kuat. “Kiranya engkau laki-laki cabul yang mempermainkan setiap wanita yang kau tolong!”

Giok Keng yang sudah sadar dan sudah bangkit duduk sambil menyelimuti tubuh dengan selimut itu sudah mendengar cukup banyak dan jelas. Cepat dia melangkah turun dan sambil menyarungkan selimut itu rapat-rapat, dia berseru,

“Tahan dulu...! Adik yang baik, engkau salah duga...! Kun Liong telah menolongku dan karena aku terkena senjata rahasia yang amat berbahaya, dia tadi telah mengobatiku... jangan menyangka yang bukan-bukan! Aku adalah Cia Giok Keng, puteri Ketua Cin-ling-pai, apa kau kira aku akan mudah saja dipermainkan orang seperti itu? Aku...”

Tiba-tiba Giok Keng menghentikan kata-katanya karena teringat betapa pemyataannya tadi berlawanan sekali dengan kenyataan. Dia berkata tidak mudah dipermainkan orang, akan tetapi buktinya, dia dipermainkan oleh Liong Bu Kong sampai hampir saja menjadi korban!

Akan tetapi kata-katanya tadi sudah cukup bagi Bi Kiok. Ketika tadi dia mengintai dari balik jendela dan melihat betapa Kun Liong “menciumi” punggung dan pinggul telanjang gadis itu hatinya panas dan marah bukan main. Selama ini dia selalu terkenang kepada Kun Liong yang dianggapnya sebagai pria yang paling baik dan hebat yang pernah dijumpainya, dan yang perjumpaannya ketika melihat Kun Liong dikeroyok orang-orang Pek-lian-kauw tadi membuat dia girang sekali.

Akan tetapi godaan Kun Liong yang memuji matanya membuat dia malu dan lari pergi, namun dia lalu membayangi Kun Liong yang membawa pergi dara yang ditolongnya itu ke sebuah kamar di rumah penginapan. Dapat dibayangkan betapa kecewa dan marah hatinya melihat Kun Liong “menciumi” tubuh itu. Kini, mendengar keterangan Giok Keng yang ternyata adalah puteri pendekar sakti Ketua Cin-ling-pai yang tentu saja sudah dikenal baik namanya itu, dia maklum bahwa dia telah salah sangka!

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: