*

*

Ads

FB

Senin, 21 November 2016

Petualang Asmara Jilid 166

“Dengan dua kamar...”

“Cukup satu saja, untukmu. Aku bisa tidur di mana saja...”

“Ah, kalau begitu aku tidak mau! Masa yang membuatnya tidur di mana saja? Kalau kau tidak membuat pondok dengan dua kamar, aku juga tidak mau tidur di situ.”

Kun Liong tersenyum dan merasa geli hatinya.
“Lucunya kita ini. Pondok belum jadi, dimulai pembangunannya pun belum, kita sudah cekcok tentang jumlah kamarnya!”

Hong Ing teringat akan ini dan dia pun tertawa. Ketawanya bebas dan diam-diam Kun Liong kagum dan terheran-heran. Mengapa gadis yang pakaiannya tidak karuan, hanya sedikit kain menutupi dari atas buah dada sampai ke paha, tanpa sepatu, dengan rambut mulai tumbuh masih awut-awutan, mengapa gadis seperti ini kelihatan begini menarik?

Padahal, kalau dalam keadaan seperti itu Hong Ing berada di dalam kota yang ramai, tentu dia akan diikuti dan digoda oleh banyak anak kecil, dianggap seorang gila! Akan tetapi baginya, pada saat itu tidak ada bidadari di kahyangan yang lebih cantik, lebih manis, lebih menarik dan lebih menggairahkan daripada Pek Hong Ing!

Mulailah Kun Liong membuat alat-alat untuk membangun pondok. Alat-alat sederhana sekali dan tidak salah kalau Hong Ing membandingkan dia dengan seorang manusia dari jaman batu karena Kun Liong terpaksa membuat alat-alat dari batu karang! Kapak, pisau, semua dari batu karang tajam!

Biarpun dengan sukar, namun akhirnya jadi juga sebuah pondok berdiri di belakang batu karang besar di tepi laut itu. Sebuah pondok yang modelnya menurut kehendak Hong Ing. Agak tinggi dari tanah, sebuah pondok panggung karena Hong Ing takut kalau-kalau ada ular memasuki pondok dan kamarnya. Di depannya dipasangi anak tangga, atapnya dari daun, dindingnya dari bambu. Pintunya dua, di depan dan belakang, kamar Hong Ing di depan, ada jendelanya yang menghadap ke laut! Kamar Kun Liong di belakang.

Selain pondok itu, juga Kun Liong membuat perabot rumahnya. Sebuah dipan kayu untuk Hong Ing, berikut sebuah bangku kayu, dan sebuah dipan bambu untuknya sendiri. Sebuah meja dan dua bangkunya di depan kamar. Tong-tong tempat air tawar.

Pada malam pertama mereka pindah ke pondok, kebetulan malam terang bulan. Hampir dua bulan Kun Liong membuat pondok itu, dibantu oleh Hong Ing yang menganyam dinding dan atap. Mereka berdua setelah makan malam, duduk di luar pondok, di atas pasir yang bersih dan putih tertimpa sinar bulan purnama.

Hong Ing menarik napas panjang, menggunakan sebuah sisir bambu buatan Kun Liong menyisiri rambutnya yang sudah ada sejari panjangnya.

“Hemm, alangkah senangnya. Kita sudah punya rumah! Baru aku merasa sebagai manusia, bukan seperti binatang yang bersarang di dalam guha kotor!”

Kun Liong menoleh dan memandang wajah dara itu. Kebetulan sinar bulan menimpa wajah itu sepenuhnya, membuat wajah dara itu kelihatan seperti disepuh emas, cemerlang dan indah sekali. Senyum di bibir yang manis itu kelihatan amat indahnya, indah dan halus seperti sajak sasterawan di jaman dahulu.






Kun Liong terpesona! Ketika Hong Ing melirik, pandang mata mereka bertemu dan dara itu memperlebar senyumnya. Kun Liong gelagapan karena senyum dan pandang mata dara itu membuat dia merasa seperti seorang maling tertangkap basah! Cepat dia menutupi kecanggungannya dengan pertanyaan.

“Benar-benarkah kau merasa senang, Hong Ing?”

Dara itu menunda sisirnya dan memandang wajah Kun Liong, senyumnya masih cerah dan dia mengangguk.

“Senang sekali. Engkau pandai sekali, Kun Liong. Apakah tidak ada yang tak dapat kau lakukan? Apa saja engkau bisa! Ilmu silatmu tinggi, kau pandai kesusastraan. Bahkan pandai berfilsafat. Bisa mengobati kakiku, pandai menghibur dan sekarang kau malah menjadi tukang kayu, tukang batu, pembuat sisir, penangkap ikan dan burung, pemasak daging... wah, apa yang kau tidak bisa?”

Merah wajah Kun Liong saking senangnya dengan pujian ini. Dia menunduk dan sambil tersenyum dia berkata,

”Aahh, kau melebih-lebihkannya saja. Sebuah pondok butut seperti ini...”

“Tapi kokoh kuat... bukan, Kun Liong?”

“Ya, cukup kuat. Tak usah kau khawatir. Ular dan segala binatang takkan dapat masuk. Pula, di sini tidak ada binatang buasnya.”

“Kau memang pandai dan rendah hati...”

Kun Liong senang sekali, kepalanya menunduk. Hong Ing tidak bicara lagi, dan ketika diam-diam dia mengerling, dara itu tidak memandangnya, melainkan sedang sibuk menyisir rambutnya dan memandang ke arah bulan purnama.

Betapa indahnya gerakan itu menyisir rambut! Kepalanya agak dimiringkan sehingga separuh mukanya tertimpa cahaya bulan. Sepasang matanya kelihatan berkilauan dan memantulkan sinar bulan yang redup dan sejuk. Bibirnya bergerak-gerak, kadang-kadang mulut yang manis itu agak terbuka menahan rasa perih ketika sisirnya macet pada rambut yang lengket.

Rambut itu biarpun baru sejari panjangnya, sudah kelihatan berombak, maka seringkali sisirnya macet. Dengan tangan kanan memegang sisir dan tangan kiri menata rambut, dara itu mengangkat kedua lengannya sehingga tampaklah sedikit bulu halus di ketiaknya yang tidak tertutup.

Kun Liong terpesona. Betapa hebatnya daya tarik seorang wanita kalau sedang bersolek! Dan Hong Ing adalah seorang wanita yang luar biasa, memiliki kecantikan yang khas dan aneh. Apalagi kini hanya mengenakan pakaian yang tidak lengkap itu.

Aku cinta padanya! Kun Liong terkejut sendiri. Bodoh, bantah suara lain di kepalanya yang gundul. Kau hanya menganggap saja ini cinta, padahal tak lain tak bukan hanya perasaan tertarik oleh keindahan bentuk tubuh yang bulat itu, kecantikan wajah yang sudah dipercantik lagi oleh cahaya bulan purnama, dan suasana yang sunyi dimana hanya ada mereka berdua! Bukan! Bukan cinta! Dia tidak akan dapat mencinta seorang yang bagaimana pun, karena dia tahu bahwa cintanya itu dikotori oleh keinginan memiliki, keinginan membelai dan merayu, keinginan yang terdorong nafsu birahi!

Tidak! Dia tidak mencinta, hanya memang dia suka, bahkan tergila-gila oleh kecantikan Hong Ing. Sama saja dengan rasa sukanya kepada dara-dara yang lain, termasuk Lim Hwi Sian yang bahkan sudah menyerahkan badannya kepadanya. Hwi Sian telah menyerahkan tubuhnya kepadanya karena mencintanya, kata dara itu! Dan bagaimana dengan Hong Ing? Hong Ing telah merasa berhutang budi kepadanya, dan mereka hanya tinggal menyendiri di pulau kosong ini, dengan pakaian yang begitu minim! Bagaimana kalau mereka berdua terseret oleh godaan nafsu birahi?

“Tidak boleh!”

Hong Ing terkejut sekali, sisirnya hampir terlepas ketika tiba-tiba Kun Liong menampar kepala gundulnya sendiri! Kun Liong sendiri terkejut dan baru sadar bahwa dia tadi menjadi begitu gemas kepada dirinya sendiri sampai dia menampar kepalanya!

“Eh, ada apakah?”

Tentu saja wajah pemuda itu menjadi merah sekali, merah sampai ke kepalanya bukan hanya merah karena tamparannya.

“Ehh... ohh... tidak apa-apa, aku hanya termenung...”

“Mengapa termenung sambil menampar kepala sendiri?”

“Eh... anu... tadi ada seekor nyamuk menggigit kepalaku...”

Kun Liong menggosok-gosok telapak tangannya seolah-olah ada nyamuk mati mengotori tangan itu.

“Hi-hik, kau memang aneh. Mengapa ada nyamuk diajak bicara dan kau membentak tidak boleh? Lucu sekali!”

“Aku tidak ingat lagi mungkin karena termenung tadi...”

Kembali terdengar dara itu terkekeh geli. Hemm, dia mulai menertawakan aku. Aku Si Kepala Gundul ini, pemuda miskin, yatim piatu, mana ada harganya bagi seorang dara seperti Hong Ing? Bayangkan saja! Seorang pangeran gagah tampan, putera seorang Kaisar yang tentu saja kaya raya masih ditolak Hong Ing! Apalagi dia! Seperti seekor anjing merindukan kelinci di bulan!

“Kun Liong, kau jangan suka melamun seperti itu. Orang melamun, bicara sendiri, memukul kepala sendiri hemmm, seperti orang tidak waras saja...”

Ah, dia mulai mengatakan aku tidak waras, sama dengan memaki gila!
“Memang, kadang-kadang aku seperti gila, Hong Ing.”

Hong Ing memandang wajah Kun Liong cepat-cepat, agaknya dapat menangkap nada marah dalam ucapan pemuda itu, alisnya diangkat tinggi-tinggi dan matanya menyapu penuh selidik. Akan tetapi Kun Liong sudah menunduk dan tidak bicara lagi. Dia tidak melihat betapa dara itu tersenyum geli melihat dia menunduk dengan wajah bersungut-sungut, mulut cemberut.

Hening sampai agak lama. Kadang-kadang kalau Kun Liong mencuri pandang dengan kerling sekilat, dia melihat dara itu masih bersila dan menengadah, memandang ke bulan.

Rasa mendongkol di hati Kun Liong tak dapat bertahan lama. Mana mungkin dia dapat marah lama-lama kepada seorang dara yang kelihatan begitu tidak berdaya, yang mengalami penderitaan seperi itu dan amat membutuhkan perlindungan? Tidak mungkin dia bisa sekejam itu.

Heran dia. Mengapa Hong Ing memilih menjadi nikouw, bahkan kini memilih menjadi seorang buruan yang terlunta-lunta, daripada menjadi isteri seorang pangeran yang kaya raya dan berkuasa? Mengapa memilih hidup sengsara kalau kehidupan mulia terbentang di depan kakinya?

Tiba-tiba dia teringat. Sebetulnya dia belumlah mengenal gadis ini sungguh-sungguh, dan dia mengerti dan mengenalnya hanya menurut cerita gadis itu sendiri. Hong Ing adalah murid Go-bi Sin-kouw, seorang tokoh kang-ouw yang berilmu tinggi. Siapa tahu isi hati gadis itu? Kakak seperguruan gadis ini, nona Lauw Kim In, menurut cerita Hong Ing, juga mau diambil kekasih oleh seorang pemuda iblis macam Ouwyang Bouw!

Siapa tahu, gadis ini mendekatinya karena memang ada pamrih sesuatu. Bokor itu! Semua tokoh kang-ouw agaknya menduga keras bahwa dialah yang menyembunyikan bokor emas asli, pusaka Panglima The Hoo yang diperebutkan itu!

Dia mengerling lagi, dan melihat bahwa Hong Ing sudah berhenti menyisir rambutnya. Rambut itu hitam mengkilap, menghias kepala dara itu sehingga kepala itu kelihatan seperti setangkai bunga mawar! Manisnya bukan main!

“Hong Ing...”

Kun Liong berhenti sebentar karena jantungnya berdebar oleh dugaan yang bukan-bukan tadi dan oleh ketegangan usahanya untuk memancing dan menyelidiki.

“Hemmm...”

Hong Ing menoleh, mereka saling berpandangan dan kembali Kun Liong yang harus lebih dulu menundukkan kepalanya yang gundul karena pandang mata dara itu seolah-olah memiliki daya menembus sampai ke dalam dadanya.

“Mengapa engkau menolak pinangan Pangeran Han Wi Ong? Dia putera Kaisar dan...”

“...dan aku tidak mencintanya!” Hong Ing menyambung cepat.

“Tapi, dia putera Kaisar, berkuasa dan kaya raya, dia tampan dan gagah pula.”

“Biar dia seratus kali lebih berkuasa, kaya raya, dan tampan gagah, kalau aku tidak mencinta, apakah aku harus memaksa diri?”

“Agaknya engkau amat mementingkan cinta dalam perjodohan.”

“Tentu saja! Menikah tanpa cinta sama dengan memasuki gerbang neraka.”

“Hemmm...”

“Apakah kau tidak berpendapat demikian, Kun Liong?”

“Entahlah. Hanya... kasihan Pangeran Han Wi Ong...”

“Ahh, salah mereka sendiri! Laki-laki yang tidak tahu diri! Betapa banyaknya pria yang hendak memaksakan cintanya kepada seorang wanita. Kalau ditolak, adalah kesalahan mereka sendiri, mengapa harus dikasihani?”

Kun Liong mengangkat muka memandang wajah itu dan tampak olehnya betapa wajah yang cantik itu dihias senyum mengejek, agaknya merasa jijik terhadap cinta kaum pria!

“Banyakkah sudah kau dicinta orang?”

“Banyak sekali!”

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: