*

*

Ads

FB

Minggu, 13 November 2016

Petualang Asmara Jilid 137

“Hemm, begitukah? Aku jatuh cinta padamu, tidak seperti kepada wanita lain. Aku tidak suka memaksamu, tidak tega memperkosamu. Akan tetapi kalau kau tidak menerima lamaranku secara baik-baik, apa boleh buat! Kalau kau berkeras tidak mau, akan kubunuh sumoimu ini, aku ngeri untuk memperkosa seorang nikouw, takut kelak di neraka mengalami hukuman yang terlampau berat! Setelah membunuh sumoimu, aku akan memperkosamu, walaupun dengan hati terluka, dan hendak kulihat apakah kau akan terus berkeras hati menolakku.”

Setelah berkata demikian, Ouwyang Bouw menghampiri Hong Ing. Dara ini sama sekali tidak takut menghadapi kematian, namun mati secara konyol demikian sungguh mengerikan dan membuat dia penasaran. Kalau dia mati dalam pertandingan, hal itu bukan apa-apa. Akan tetapi untuk mati dalam keadaan tertotok seperti itu, benar-benar mengerikan juga, maka dia memandang pemuda yang menghampirinya itu dengan mata terbelalak dan muka pucat.

“Ha-ha-ha, kau dulu dapat menyelamatkan diri dari jarum-jarumku, bukan? Mungkin hanya mengenai bagian yang tidak berbahaya. Sekarang hendak kulihat, apakah goresan jarum-jarumku di dadamu akan dapat kau pertahankan. Ha-ha-ha-ha!”

Sambil tertawa-tawa, Ouwyang Bouw mengeluarkan dua batang jarum kecil merah. Jari tangan kirinya bergerak cepat dan... jubah pendeta yang menutupi dada Hong Ing telah terbuka, memperlihatkan pakaian dalamnya berikut belahan dadanya yang membusung keluar. Ketika pemuda itu sudah mengangkat jarum ke atas hendak diguratkan pada kulit dada yang membusung dan halus itu, tiba-tiba Kim In menjerit.

“Tahan dulu!”

“Ha-ha-ha, kau kasihan kepada sumoimu, Manis? Baik benar hatimu, dan aku menjadi makin cinta kepadamu.”

Kim In mengerutkan alisnya dan memutar otaknya yang sejak tadi sudah menimbang-nimbang. Jelas bahwa pemuda ini amat lihai, mungkin tidak kalah oleh subonya dan tidak kalah oleh Thian-ong Lo-mo! Keadaan dia dan sumoinya sudah tidak berdaya sama sekali. Sumoinya tentu akan tewas dalam keadaan tersiksa dan mengerikan, dan bagaimana dia akan dapat menghindarkan dirinya dari perkosaan dan penghinaan? Hanya ada satu jalan, yaitu menerima lamaran pemuda itu yang betapapun juga merupakan seorang pemuda yang tampan, tegap dan gagah.

“Aku mau menerima pinanganmu, akan tetapi dengan tiga syarat!” katanya.

Sekali meloncat, Ouwyang Bouw sudah menghampiri Kim-In, tangannya bergerak dan dara itu telah terbebas dari totokan. Kim In bangkit berdiri, dibantu oleh Ouwyang Bouw dengan gerakan lemah lembut dan mesra, kelihatannya gembira bukan main mendengar kesanggupan Kim In.

“Apakah syaratnya, Manis!”

“Pertama, kau harus membebaskan sumoi.”

“Suci! Jangan korbankan diri untukku!” Hong Ing berseru ngeri.

“Tidak, Sumoi. Hanya inilah jalan terbaik, untukmu dan juga untukku. Kau bebas dan asal kau menjadi nikouw dan bersembunyi di dalam bio yang terasing, kiranya Subo takkan dapat menemukanmu,” kata Kim In sambil menarik napas panjang.






“Dan... kau...?” Hong Ing berbisik dengan mata terbelalak.

“Aku...? Tak perlu kau memikirkan aku. Aku akan menjadi isterinya dan aku akan membalas dendam kepada musuh-musuhku.”

“Apa syaratnya yang ke dua dan ke tiga? Syarat pertama tentu saja kulaksanakan sekarang juga!” Ouwyang Bouw yang kegirangan itu sudah meloncat ke dekat Hong Ing dan berkata, “Adikku yang baik, sumoiku. Maafkan cihumu (kakak iparmu), ya?”

Dia membebaskan totokan Hong Ing dan dengan sopan menutupkan kembali jubah Hong Ing yang terbuka!

Hong Ing bangkit berdiri, menalikan lagi ikat pinggangnya dan memandang sucinya dengan muka pucat. Benarkah sucinya hendak mengorbankan diri seperti itu, menjadi isteri pemuda gila putera datuk sesat itu?

“Syarat ke dua, mulai saat ini engkau harus tunduk kepada semua keinginanku.”

“Baik, baik, tentu aku akan tunduk kepada keinginan isteriku yang tercinta.”

“Dan syarat ke tiga, engkau harus menurunkan seluruh kepandaianmu kepadaku.”

“Ha-ha-ha, isteriku yang manis. Tentu saja! Aku menerima semua syarat itu!”

“Bersumpahlah!”

Ouwyang Bouw lalu berlutut dan bersumpah.
“Disaksikan Langit dan Bumi, aku Ouwyang Bouw bersumpah untuk memenuhi semua keinginan isteriku yang bernama... eh, siapa namamu?”

Mau tak mau Kim In merasa geli hatinya sedangkan Hong Ing memandang ngeri.

“Namaku Lauw Kim In,”

“Wah, namanya seindah orangnya!”

“Teruskan sumpahmu.”

“O ya... aku bersumpah untuk memenuhi semua keinginan isteriku yang bernama Lauw Kim In dan mengajarkan semua ilmuku kepadanya. Kalau aku melanggar sumpah, biar aku tidak akan lama menjadi suaminya!”

Dia meloncat bangun dan langsung merangkul dan mencium pipi Kim In! Gadis ini menjadi merah sekali mukanya, berpaling kepada sumoinya dan berkata,

“Nah, Sumoi. Kau pergilah, dan semoga kau berbahagia dengan... Kun Liong...” Dia mengusap air matanya dan berkata kepada Owyang Bouw. “Mari kita pergi!”

“Isteriku yang tercinta!” Owyang Bouw bersorak, lagsung memondong tubuh Kim In, berjingkrak seperti anak kecil. “Isteri yang manis, Kim In... Moi-moi..., mari kita berbulan madu di puncak gunung... di tepi telaga... ha-ha-ha...!”

Cepat seperti terbang pemuda yang memondong tubuh Kim In itu lari dan lenyap dari depan Hong Ing yang masih bengong dengan air mata mengalir turun membasahi kedua pipinya.

Peristiwa itu seperti mimpi saja bagi Hong Ing. Sungguh merupakan hal yang sama sekali tidak terduga-duga. Begitu saja pemuda itu datang, dan begitu saja terjadi perubahan hebat dalam hidup Kim In dan dia sendiri! Dalam beberapa menit saja keadaan hidup mereka telah berubah sama sekali, dan sedikit pun hal itu tidak pernah mereka sangka. Betapa anehnya hidup!

Begitu saja kini sucinya menjadi isteri Ouwyang Bouw, dan dia yang sudah putus asa kini bebas sama sekali! Dengan jantung berdebar-debar Hong Ing menjatuhkan diri duduk di atas rumput. Dia memikirkan keadaan sucinya. Mengapa sucinya demikian mudahnya menerima pinangan Ouwyang Bouw, pemuda yang biarpun tampan dan lihai sekali namun seperti berotak miring itu?

Dia mengenangkan lagi apa yang baru saja terjadi, dan dia merasa terharu setelah dia mengerti akan keputusan yang diambil sucinya. Sucinya adalah seorang yang telah patah dan hancur hatinya, patah oleh penyelewengan tunangan yang dicintanya, kemudian hancur oleh kematiannya. Hatinya dirundung dendam terhadap Thian-ong Lo-mo yang sukar untuk dibalas dan dia selalu menantikan kesempatan untuk membalasnya. Kemudian terjadi peristiwa pertemuan dengan Ouwyang Bouw itu.

Agaknya dalam waktu singkat, sucinya telah dapat mempertimbangkan dan mengambil keputusan yang bulat. Kalau dia menolak, tentu Ouwyang Bouw akan membunuh Hong Ing dan kemudian akan memperkosanya, mungkin kemudian membunuhnya pula. Dan selain bahaya ini, juga sucinya menghadapi keadaan yang amat tidak enak dengan memaksa Hong Ing kembali menghadapi subo mereka. Kalau dia menerima, tidak saja Hong Ing akan terbebas, juga dia mendapat kesempatan baik untuk membalas dendam kepada Thian-ong Lo-mo dan memperoleh ilmu-ilmu yang hebat! Keuntungannya jauh lebih besar kalau dia menerima dan kerugiannya amat hebat kalau dia menolak. Itulah sebabnya!

Hong In menarik napas panjang.
“Terima kasih atas pengorbananmu, Suci... semoga engkau berbahagia...”

Dan sambil menghapus air matanya, nikouw muda ini meninggalkan hutan, meninggalkan kaki Pegunungan Go-bi-san, menjauhkan diri dari tempat tinggal subonya di sebuah di antara puncak-puncak Pegunungan Go-bi-san.

Akan tetapi karena pikirannya masih terpengaruh oleh peristiwa tadi dan dia merasa berduka mengenangkan nasib sucinya, Hong Ing salah jalan. Benar dia menjauhi puncak tempat tinggal subonya, akan tetapi dia memasuki daerah lain dari Pegunungan Go-bi-san yang tak dikenalnya, daerah selatan yang penuh dengan hutan besar dan kabarnya merupakan daerah yang sukar dan amat berbahaya sehingga subonya sendiri seringkali mengatakan agar kedua orang muridnya itu jangan memasuki daerah ini.

Hong Ing sadar babwa dia salah jalan setelah malam tiba dan dia terseret dalam sebuah hutan yang amat lebat. Karena tidak mungkin mencari jalan keluar dalam cuaca gelap itu, terpaksa Hong Ing bermalam di hutan itu setelah mendapatkan sebuah guha yang cukup besar. Dia membuat api unggun dan dapat pulas sejenak, cukup untuk menghilangkan lelahnya.

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Hong Ing sudah keluar dari guha dengan niat mencari buah yang dapat dimakan. Perutnya terasa lapar sekali. Setelah makan, baru dia akan mencari jalan keluar dari hutan itu.

Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara berkeredepan disusul berkelebatnya bayangan banyak orang dan tahu-tahu di situ telah berdiri tiga belas orang wanita muda yang cantik-cantik mengurungnya! Melihat sikap mereka yang galak dan seperti arca hidup itu, Hong Ing terheran dan teringat bahwa dia adalah seorang nikouw, maka cepat dia merangkap kedua telapak tangannya dan berkata.

“Omitohud, Cuwi (Anda Sekalian) mau apakah mengurung pinni (aku) yang sedang mencari buah untuk menghilangkan rasa lapar?”

Seorang diantara mereka melangkah maju. Mereka itu adalah gadis-gadis berusia antara lima belas sampai dua puluh lima tahun, ada yang membawa pedang, golok atau tombak, sikap mereka membuktikan bahwa mereka itu rata-rata pandai ilmu silat akan tetapi ada sesuatu yang aneh pada pandang mata mereka yang seperti pandang mata sebuah boneka!

“Nikouw (Nona pendeta) siapakah dan tidak tahukah bahwa engkau telah melanggar wilayah kami tanpa ijin?” tanya wanita yang melangkah maju.

Seperti semua temannya, pakaiannya indah akan tetapi berwarna kuning semua, dan rambutnya digelung dua di kanan kiri dan dibungkus sutera merah merupakan sepasang bunga mawar.

“Pinni adalah Pek Nikouw dan maafkan kalau pinni melanggar wilayah Cuwi karena sesungguhnya pinni tidah sengaja.”

Wanita yeng memimpin pasukan aneh ini bermain mata dengan teman-temannya, kemudian berkata,

“Kalau engkau bukan seorang nikouw, tentu sudah kami tangkap dan kami seret ke depan Siocia. Akan tetapi, karena engkau seorang nikouw, maka kami harap Sukouw suka ikut bersama kami menghadap Siocia (Nona) agar Siocia sendiri yang memutuskan.”

Hong Ing adalah seorang dara perkasa, yang tentu saja memiliki keberanian besar dan memiliki watak tidak mau dihina atau ditundukkan orang begitu saja. Biarpun dia berpakalan nikouw dan kepalanya gundul, akan tetapi dia menjadi nikouw karena terpaksa, maka wataknya sebagai seorang dara perkasa masih tetap ada. Dia mengerutkan alisnya dan berdiri dengan tegak, memandang mereka dan berkata,

“Aturan apakah ini? Andaikata benar ini wilayah kalian, mana tanda-tandanya? Dan aku masuk kesini bukan sengaja, mengapa hendak ditangkap? Kalau aku tidak mau ditangkap, kalian mau apa?”

Mendengar ini, tiga belas orang gadis itu berseru marah dan pemimpin mereka segera membentak,

“Tangkap dia!”

Dua orang menubruk, akan tetapi dengan mudah Hong Ing mengelak sambil menggerakkan kaki tangannya menendang dan memukul. Akan tetapi betapa kagetnya ketika melihat bahwa dua orang itu dapat pula mengelak dan menangkis serangan balasannya dan mulailah dia dikeroyok! Dengan marah Hong Ing mencabut pedang pemberian sucinya dan membentak.

“Mundur semua, kalau tidak ingin mati di ujung pedangku!”

“Phuihh, perempuan sombong!” bentak mereka dan tiga belas orang wanita itu menggunakan senjata masing-masing untuk mengeroyok Hong Ing.

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: