*

*

Ads

FB

Senin, 05 September 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 188

"Heh-heh-heh, tidak mungkin? Kau tanyakan saja kepada isteri Sin-jiu Kiam-ong ini. Eh, Tung Sun Nio, bukankah engkau telah berjina dengan Ouwyang Tiong sehingga tertangkap basah oleh suamimu? Hayo, menyangkallah!"

Lima orang hwesio itu dengan mata terbelalak menoleh dan memandang kepada Tung Sun Nio.

"Maaf, Toanio... benarkah itu...?" Thian Lee Hwesio memberanikan hatinya bertanya.

Yang ditanya tidak dapat menjawab, tidak mengangguk atau menggeleng, hanya berdiri dengan muka pucat sekali dan dua titik air mata turun di sepasang pipi yang keriput. Tak disangkanya bahwa sampai sekarang pun bekas kekasihnya itu, Ouwyang Tiong yang kini telah menjadi ketua Siauw-lim-pai yang terhormat, masih akan menderita karena perbuatan mereka dahulu yang disesatkan oleh pengaruh iblis, rahasia mereka dibuka secara menghinakan sekali oleh Go-bi Thai-houw!

Menyaksikan keadaan gurunya, Yan Cu tak dapat menahan kemarahannya lagi. Ia meloncat maju dengan serangan kilat sambil membentak,

"Nenek iblis! Aku akan mengadu nyawa denganmu!"

"Toanio.. bagaimana..?"

Thian Lee Hwesio mendesak. Urusan itu amat penting baginya, bagi para saudaranya, bagi seluruh anggauta Siauw-lim-pai, karena menyangkut nama baik ketuanya yang berarti menyangkut kehormatan Siauw-lim-pai sendiri.

Tung Sun Nio seperti orang termenung, melihat muridnya menerjang nenek iblis itu. Kemudian seperti orang kehilangan semangat, ia mengangguk dan berkata,

"Harap kalian jangan menyalahkan dia. Kasihan dia yang sudah banyak menderita..."

"Omitohud...!"

Pengakuan itu membuat lima orang hwesio Siauw-lim-pai terbelalak pucat dan merangkap sepuluh jari tangan ke depan dada.

Go-bi Thai-houw yang diserang oleh Yan Cu, cepat membuat gerakan meliuk ke belakang, kedua tangan bergerak dan tahu-tahu sepasang pergelangan tangan Yan Cu telah ditangkapnya!

“Lepaskan muridku!"

Tung sun Nio yang melihat bahaya mengancam muridnya, segera menyerang dengan tusukan pedang ke arah kepala. Go-bi Thai-houw mengerahkan tenaga, memaksa tangan Yan Cu yang memegang pedang itu bergerak membalik sehingga pedangnya menangkis pedang gurunya sendiri.

"Krakkk!" Kedua pedang itu patah.






"Aku atau kau yang harus mampus!”

Tung Sun Nio memekik dan menubruk maju dengan kedua tangan, mencengkeram ke arah dada dan ubun-ubun Go-bi Thai-houw yang masih memegang kedua pergelangan tangannya yang telah membiru dan nyeri sekali. Akan tetapi, ia cepat bangkit berdiri dan terbelalak, memandang betapa gurunya kini sudah saling mengadu telapak tangan dengan Go-bi Thai-houw. Tubuh gurunya menggigil seperti orang kedinginan, sedangkan Go-bi Thai-houw masih terkekeh-kekeh.

"Subo...!"

Yan Cu maklum bahwa gurunya terancam nyawanya. Ia tidak mempedulikan kedua lengannya yang nyeri, tidak peduli akan kesaktian nenek iblis itu dan menerjang maju. Akan tetapi sebuah tendangan kaki kiri Go-bi Thai-houw yang melayang dengan cepat tak tersangka-sangka membuat dia terlempar dan terguling-guling lagi.

"Keng Hong suheng...!! Tolong Subo...!!"

Yan Cu yang menjadi panik dan khawatir akan keselamatan subonya, menjerit dengan teriakan melengking nyaring.

Pada saat itu, Keng Hong masih mengamuk. Memang benar bahwa para tamu yang berkepandaian, seperti dua orang wakil Hoa-san-pai, lima orang wakil Kun-lun-pai, tiga orang tokoh Tiat-ciang-pang dan belasan orang kang-ouw lain membantu fihaknya menghadapi para bajak sungai, akan tetapi jumlah mereka amat banyak dan mereka dipimpin oleh oran-orang yang pandai pula, terutama sekali Mo-kian siauw-ong yang lihai. Maka dia sendiri mengamuk dan robohlah puluhan orang anggauta bajak sungai di tangan pendekar sakti ini. Ketika mendengar jerit Yan Cu, barulah dia teringat akan dua orang musuh yang amat sakti.

Setelah sadar akan hal ini, dia terkejut sekali, tubuhnya mencelat ke belakang dan dengan gerakan kilat dia meloncat ke arah suara Yan Cu. Kaget dia melihat Yan Cu yang untuk ke sekian kalinya sudah terguling-guling lagi dan melihat pula nenek Tung Sun Nio terhuyung-huyung dan roboh terdorong oleh kedua tangan Go-bi Thai-houw dan juga dia terheran-heran melihat lima orang suheng Cong San hanya berdiri memandang, sama sekali tidak membantu subonya itu.

Sekilas pandang maklumlah dia bahwa subonya telah terluka hebat, maka dengan kemarahan meluap dia lalu menerjang Go-bi Thai-houw dengan serangan dahsyat, memukul dengan dorongan telapak tangan kanan, sedangkan tangan kirinya mencengkeram ke arah ubun-ubun nenek iblis itu.

Serangan ini dahsyat bukan main karena Keng Hong mempergunakan jurus ilmu silat Thai-kek Sin-kun dan kedua tangannya dijalari tenaga sinkang yang amat kuat. Karena kekhawatirannya menyaksikan keadaan subonya dan sumoinya, Keng Hong sekali ini mengerahkan seluruh tenaganya.

"Plak! Bresssss!!!"

Hebat bukan main pertempuran antara tenaga sinkang yang dahsyat itu ketika si nenek iblis menangkis kedua pukulan Keng Hong. Keduanya terdorong mundur sampai lima langkah dan kembali diam-diam Keng Hong harus mengakui dalam hatinya bahwa selama dia berhadapam dengan tokoh-tokoh hitam, para datuk golongan sesat, baru sekaranglah dia bertemu lawan yang amat hebat tenaga sinkangnya, bahkan yang agaknya masih mengatasi kekuatannya sendiri karena pertemuan tenaga tadi memuat dia menjadi agak pening sedangkan nenek itu masih terkekeh-kekeh.

Dia tidak tahu bahwa nenek itu terkekeh bukan karena tidak merasakan akibat benturan tenaga itu, melainkan terkekeh untuk menutupi rasa kagetnya! Nenek itu pun terkejut bukan main ketika merasa betapa seluruh tubuhnya tergetar. Mengapa pemuda itu sehebat ini tenaganya? Belum lama yang lalu, di puncak Tai-hang-san, tidak sedahsyat ini tenaga Cia Keng Hong!

"Heh-heh-heh, sekali ini engkau akan mampus di tanganku, murid Sin-jiu Kiam-ong!"

Tiba-tiba nenek itu menubruk maju dan entah kapan mengeluarkannya, kedua tangannya sudah memegang sepasang kebutan yang digerakkan cepat sekali ke arah muka dan pusar Keng Hong.

"Wuuuttt... syuuuttt!"

Keng Hong yang melihat berkelebatnya sinar merah dan biru, cepat membuang diri ke belakang sambil mengebutkan kedua lengan bajunya. Ia merasa angin menyambar mukanya dan untung bahwa hawa pukulan yang keluar dari lengan bajunya dapat menyampok buyar ujung kebutan merah yang dia tahu amat berbahaya. Sambil berjungkir balik ketika membuang diri ke belakang, tangannya bergerak mencabut Siang-bhok-kiam!

Karena gentar menghadapi tenaga sinkang Keng Hong setelah benturan tangan pertama tadi, Go-bi Thai-houw mencabut keluar senjatanya, sepasang kebutan yang sesungguhnya hampir tak pernah ia keluarkan apabila ia menghadapi lawan. Dan hal ini merupakan kesalahannya karena dengan ilmu silatnya yang tinggi dan aneh, dengan tenaga sinkangnya yang mujijat karena bercampur dengan ilmu hitam yang didapat di waktu ia masih gila, belum tentu Keng Hong akan dapat mengalahkannya apabila mereka bertanding dengan tangan kosong.

Akan tetapi sekali pemuda sakti itu mencabut pedang Siang-bhok-kiam dan memutar senjata itu, terkejutlah Go-bi Thai-houw karena sinar hijau bergulung-gulung dan mengeluarkan suara berdesing melengking itu benar-benar merupakan kiam-sut yang amat luar biasa dan bagi dia jauh lebih berbahaya kalau menghadapi lawan ini dalam pertandingan tangan kosong!

Betapapun juga, dia tidak percaya bahwa dia akan kalah melawan seorang pemuda yang patut menjadi cucunya! Sepasang kebutannya bergerak dan tiba-tiba beberapa helai benang kebutan merah dan biru terlepas dari ikatannya menyambar ke arah tiga belas jalan darah maut di depan tubuh Keng Hong!

Benang-benang kebutan ini merupakan senjata rahasia yang amat berbahaya karena selain dilepas dari jarak amat dekat selagi mereka bertanding, juga benang-benang itu karena dilepas dengan dorongan tenaga sinkang yang mujijat, menjadi kaku seperti jarum-jarum panjang!

Kaget juga Keng Hong menyaksikan sinar-sinar berkelebatan menyerangnya ini, akan tetapi dengan sikap tenang dia memutar pedangnya melindungi tubuhnya dan benang-benang itu runtuh menjadi potongan-potongan halus karena beberapa kali terbabat pedang, kemudian dia melanjutkan gerakan pedangnya, mainkan Ilmu Pedang Siang-bhok-kiam-sut yang dia warisi dari suhunya, Sin-jiu Kiam-ong!

Go-bi Thai-houw menjadi kagum bukan main. Setajam-tajamnya sebatang pedang kayu, tentu tidak setajam pedang logam, akan tetapi pedang kayu itu dapat membabat benang-benang kebutannya yang melayang itu sampai menjadi potongan-potongan halus membuktikan betapa ampuh pedang itu dan betapa dahsyat tenaga sinkang tangan yang memegangnya. Kini nenek itu tidak berani memandang rendah lagi dan berhentilah suara ketawanya. Ia menyerang dengan pengerahan tenaga dan kepandaian sekuatnya sehingga terjadilah petandingan hebat yang membuat pandang mata para penonton menjadi kabur.

Gui Yan Cu yang tadi terkena tendangan dua kali oleh Go-bi Thai-houw, tidak terluka hebat, akan tetapi tendangan kedua yang mengenai bawah pusar membuat tubuh bagian itu terasa nyeri. Dia sudah bangkit kembali dan ketika melihat bahwa Keng Hong sudah melayani Go-bi Thai-houw, dan tidak berani membantu karena maklum bahwa kepandaiannya masih jauh di bawah tingkat mereka.

Apalagi dia percaya akan kesaktian suhengnya, maka dia lalu menghampiri subonya yang masih menggeletak rebah terkena pukulan Go-bi Thai-houw ketika kedua orang nenek itu tadi mengadu tenaga sinkang. Ia melihat subonya berusaha bangkit duduk dengan susah payah, wajah subonya pucat sekali.

"Subo...!" Ia menubruk dan membantu subonya bangkit duduk.

"Jangan pedulikan aku... lekas bantu mereka... suamimu dan Biauw Eng..."

Tung Sun Nio berkata lemah sambil menuding ke medan pertempuran, Yan Cu memandang subonya dengan ragu-ragu.

"Subo terluka hebat.. perlu dirawat..."

Subonya menggeleng kepala.
"Dahulukanlah yang lebih penting, suamimu terancam bahaya..."

Mendengar ini, Yan Cu cepat menengok dan ia segera meloncat bangun. Memang benar apa yang diucapkan subonya. Kalau tadi Cong San bersama Biauw Eng dapat mengimbangi Cui Im yang amat lihai dengan pengeroyokkan mereka, kini keadaan kedua orang itu terdesak hebat dengan masuknya Mo-kiam Siauw-ong dalam pertempuran itu membantu Cui Im!

Kiranya pertempuran antara para bajak yang dipimpin oleh kepala masing-masing melawan para tokoh kang-ouw, tidaklah terlalu berat lagi bagi para bajak setelah kini Keng Hong meninggalkan medan pertempuran untuk menghadapi Go-bi Thai-houw.

Yang paling hebat kepandaiannya di antara para tokoh kang-ouw hanyalah ketua Tiat-ciang-pang Ouw Kian yang mengamuk dengan kedua tangan kosong yang merupakan tangan baja, akan tetapi Ouw Kian dikeroyok oleh enam orang kepala bajak yang semua memegang senjata sehingga terjadi pertempuran mati-matian yang amat hebat pula.

Tentu saja Mo-kiam Siauw-ong lebih memeperhatikan Cui Im dan Go-bi Thai-houw daripada keselamatan para bajak, maka ketika dia melihat bahwa Keng Hong yang kepandaiannya menggetarkan hatinya kini bertanding melawan nenek Go-bi Thai-houw dan melihat Ang-kiam Bu-tek Bhe Cui Im dikeroyok dua oleh Cong San dan Biauw Eng yang juga amat lihai, dia sudah membantu Cui Im tanpa diminta.

Kalau dibandingkan dengan kepandaian Biauw Eng, tokoh lembah Sungai Fen-ho ini masih kalah jauh, bahkan jika dia sendiri saja melawan Cong San, dalam dua puluh jurus saja dia tentu akan roboh. Akan tetapi, di sampingnya terdapat Cui Im yang lihai sehingga bantuannya merepotkan Biauw Eng dan Cong San karena murid Thian-te Sam-lo-mo ini pun bukan seorang lemah.

Tung sun Nio sudah terluka hebat dan nenek ini maklum bahwa luka di dalam dadanya akibat himpitan tenaga sinkang Go-bi Thai-houw yang luar biasa kuatnya itu tak mungkin dapat diobati lagi. Dia tidak peduli akan keadaan dirinya sendiri. Dia sudah tua, usianya sudah sembilan puluh tahun! Mati bukan apa-apa lagi bagi seorang setua dia. Akan tetapi hatinya gelisah bukan main menyaksikan pertandingan itu, maka dia tidak mau membuat gelisah hati muridnya dan memaksa muridnya membantu Biauw Eng dan Cong San.

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: