*

*

Ads

FB

Senin, 05 September 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 186

Di lereng Pegunungan Cin-lin-san yang sunyi, tempat pertapaan nenek Tung Sun Nio, kini menjadi amat ramai dan meriah karena akan dirayakan pernikahan dua pasang pengantin. Dua pasang orang muda yang saling mencinta yang sudah bersama-sama mengalami suka duka penuh bahaya. Perayaan pernikahan dua pasang mempelai diadakan di tempat itu, memenuhi permintaan nenek Tung Sun Nio.

Dan memang nenek itu berhak menentukan tempat perayaan, karena orang-orang muda yang menjadi pengantin, sebagian besar adalah keluarganya. Cia Keng Hong yang akan menikah dengan Sie Biauw Eng, adalah muridnya, juga murid utama mendiang suaminya, Sin-jiu Kiam-ong, Sie Biauw Eng adalah puteri mendiang suaminya yang dilahirkan oleh Lam-hai Sin-ni, jadi adalah anak tirinya sendiri.

Adapun Gui Yan Cu yang akan menikah dengan Yap Song Can, adalah muridnya yang disayang seperti anak sendiri. Hanya Yap Cong San seorang yang tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan nenek ini. Akan tetapi Yap Cong San adalah murid ketua Siauw-lim-pai yaitu Tiong Pek Hosing dan ketua Siauw-lim-pai ini dahulu adalah kekasih Tung Sun Nio. Karena itu, bukan sama sekali tidak ada hubungan dengannya! Maka, pernikahan dua pasang mempelai itu benar-benar merupakan peristiwa yang besar dan menggembirakan bagi Tung Sun Nio.

Sudah puluhan tahun lamanya Tung Sun Nio mengasingkan diri sehingga dia tidak dikenal orang di dunia kang-ouw. Adapun Cia Keng Hong sendiri, biarpun akhirnya dapat membersihkan nama gurunya dan telah menyadarkan para tokoh kang-ouw, akan niatnya mengakhiri permusuhan yang ditimbulkan mendiang gurunya, hampir semua tokoh kang-ouw masih merasa segan untuk mendekati pemuda itu.

Karena inilah maka perayaan itu hanya dihadiri oleh beberapa orang tokoh kang-ouw yang memiliki hubungan baik dengan Cia Keng Hong dan Yap Cong San. Adapun Gui Yan Cu yang sejak kecil ikut gurunya tidak mempunyai kenalan pula, sedangkan Sie Biauw Eng sebagai puteri Lam-hai Sin-ni, tentu saja hanya dikenal oleh para tokoh golongan hitam yang sekarang bahkan menjadi musuh-musuhnya karena wanita cantik jelita yang lihai ini telah mengubah cara hidupnya semenjak dia bertemu dan jatuh cinta kepada Cia Keng Hong.

Di antara para tokoh kang-ouw yang hadir tampak dua orang wakil dari Hoa-san-pai, lima orang wakil Kun-lun-pai yang diutus sendiri oleh ketua Kun-lun-pai yaitu Kiang Tojin yang menjadi sahabat baik Cia Keng Hong. Ouw Kian yang menjadi ketua tiat-ciang-pang bersama dua orang pembantunya, dan belasan orang tokoh kang-ouw lain yang merasa kagum kepada Cia Keng Hong. Biarpun tidak banyak tokoh kang-ouw yang hadir, namun suasana pesta meriah karena dipenuhi oleh penduduk dusun-dusun di kaki Pegunungan Cin-lin-san yang banyak mengenal Gui Yan Cu.

Yap Cong San sebagai pengantin pria dari Siauw-lim-pai, diantar oleh lima orang hwesio tokoh Siauw-lim-pai, di fihak pengantin pria di kuil Siauw-lim-si sudah diadakan upacara tersendiri sebelum Yap Cong San berangkat.

Semua tamu sudah berkumpul, meja sembahyang sudah diatur dan dua pasang mempelai sudah diarak keluar untuk melakukan upacara sembahyang pengantin. Mengagumkan dan menyenangkan sekali kalau melihat dua pasang pengantin ini karena memang merupakan pasangan yang amat setimpal.

Sie Biauw Eng berwajah cantik manis dan agung, seperti puteri istana, bayangan dingin yang dahulu kini telah berubah penuh kehangatan dan gairah. Gui Yan Cu berwajah cantik jelita seperti bidadari, cerah dan memandang wajah dara ini seperti memandang matahari pagi.

Adapun dua orang pengantin prianya juga tampan dan gagah. Cia Keng Hong berwajah tampan dengan sinar mata tajam seperti berkilat, sikap tenang dan biarpun usianya baru dua puluh empat tahu, namun wajahnya sudah membayangkan kematangan batin, sinar matanya penuh pengertian dan sikapnya seperti sebuah telaga yang amat dalam.






Yap Cong San juga tampan sekali, gerak-geriknya halus sesuai dengan kedudukannya sebagai seorang ahli sastra, karena di samping ilmu silatnya yang tinggi juga pemuda ini merupakan seorang sastrawan yang pandai.

Dua pasang pengantin itu bersembahyang, dipimpin oleh seorang hwesio Siauw-lim-pai yang masih terhitung suheng dari Yap Cong San sendiri. Memang sebagai seorang hwesio, tentu saja suhengnya itu ahli dalam urusan upacara sembahyang maka dialah yang ditunjuk untuk memimpin upacara sembahyang pengantin.

Tung Sun Nio menyaksikan dengan air mata membasahi pipinya saking terharu.Terkenanglah nenek ini akan masa dahulu, sebagai isteri Sin-jiu Kiam-ong Sie Cun Hong. Menyesallah hatinya kalau mengenang masa mudanya, dimana ia mengalami penderitaan dalam rumah tangganya. Teringat ia betapa ketika ia menikah dengan Sie Cun Hong, mereka berdua pun bersembahyang seperti yang dilakukan dua pasang mempelai ini, akan tetapi kenyataannya kemudian amat menyakitkan hati. Dia sudah menjatuhkan cinta hatinya kepada Ouwyang tiong, akan tetapi orang tuanya dia diharuskan menikah dengan Sie Cun Hong. Karena Sie Cun Hong adalah seorang yang tampan dan gagah perkasa, ia masih mengharapkan dapat hidup bahagia di samping suaminya itu.

Akan tetapi, ternyata Sie Cun Hong yang sudah terkenal sebagai seorang laki-laki yang gila wanita itu, tidak berubah dan bermain cinta dengan wanita mana saja yang mau melayaninya! Bahkan pelayannya sendiri, Oh Hian Wi, pelayan yang setia, dilayani pula oleh suaminya itu dan mereka melakukan hubungan gelap ketika gadis pelayan itu ikut bersamanya untuk melayaninya.

Padahal, dia baru saja menikah belum sebulan lamanya, masih dalam suasana pengantin baru! Dia menangkap basah suaminya dan Oh Hian Wi dan mengerti bahwa hubungan mereka itu telah dilakukan semenjak dia dan pelayannya tinggal di rumah suaminya, bahkan mungkin di malam pengantin setelah dia tidur, suaminya itu mendatangi Oh Hian Wi yang tergila-gila kepadanya. Sekali menikah, suaminya mendapatkan dua orang wanita! Semenjak itu, hambarlah perkawinannya sehingga menciptakan serangkaian kejadian yang merupakan malapetaka!

Nenek Tung Sun Nio menghela napas dan diam-diam ia berdoa untuk kebahagiaan dua pasang pengantin itu. Pernikahannya yang gagal, batinnya yang lelah sehingga sebagai isteri Sie Cun Hong dia berlaku serong, bermain cinta dengan bekas kekasihnya, Ouwyang Tiong ketika orang ini mengunjunginya, telah mengakibatkan kehancuran hidupnya. Dia menderita puluhan tahun lamanya, menderita batin.

Juga Ouwyang Tiong menderita batin sehingga pemuda itu lari kepada agama sehingga dia memperoleh kemajuan dan kedudukan tinggi, akhirnya menjadi ketua Siauw-li-pai. Biarpun biang keladinya adalah suaminya sendiri yang masih mengobral cinta, namun dia sendiri pun bersalah. Pernikahan yang hanya berlandaskan cinta bergelimang nafsu berahi, akan gagal!

Yang menjadi pengikat erat, yang mengekalkan pernikahan bukan hanya berahi semata, sungguhpun hal ini merupakan syarat penting sekali. Tanpa kemesraan hubungan badani antara suami isteri, pernikahan pun akan gagal! Baru sekarang ia menyadarinya betapa agung cinta kasih antara suami isteri yang hanya akan dapat menjadi kekal sampai kematian memisahkan mereka kalau kedua fihak bersama-sama memupuknya dengan kebijaksanaan, dengan kesetiaan dan dengan kesadaran akan kewajiban masing-masing, sebagai isteri dan sebagai suami, kemudian sebagai ibu dan sebagai ayah anak-anak mereka!

Tung Sun Nio tenggelam dalam lamunannya dan baru sadar setelah upacara sembahyang selesai dan kedua mempelai itu berlutut memberi hormat di depan kakinya.

Tung Sun Nio membalas penghormatan mereka, kemudian dengan terharu ia menggunakan jari-jari tangannya menjamah dan mengelus kepala empat orang muda, bibirnya berbisik hampir tidak kedengaran,

"Semoga Tuhan memberkahi kelian dengan kehidupan yang rukun dan bahagia."

Ia mengusap air matanya dan dua pasang pengantin itu sudah bangun berdiri dan memberi hormat kepada para tamu yang sudah bangun dari tempat duduk dan membalas penghormatan mereka.

"Ha-ha-hi-hi-hik! Hanya tiga kali dalam hidup manusia disambut orang-orang lain. Lahir, menikah dan mati. Kalian berempat sudah menjalani yang dua, tinggal terakhir! Bersiaplah kalian berempat untuk mati, hi-hik-hik!"

Semua orang terkejut dan menengok keluar di mana tahu-tahu telah berdiri seorang nenek yang bukan lain adalah go-bi thai-houw, bersama Cui Im dan Mo-kiam Siauw-ong!

Tung Sun Nio yang juga terkejut kini mengerutkan alisnya dan membentak.
"Hian Wi manusia rendah budi ! engkau mau apa??"

Biasanya, bekas pelayan ini amat takut kepadanya, bahkan dalam pertemuan terakhir di puncak Tai-hang-san, kedatangannya membuat nenek iblis itu lari ketakutan. Akan tetapi sekali ini, Go-bi Thai-houw sama sekali tidak kelihatan takut, bahkan tertawa mengejek,

"Tung Sun Nio, engkau bukan majikanku lagi, dan mestinya sudah dulu-dulu kau kubunuh. Hi-hi-hik, engkau mengusirku untuk menjauhkan aku dari suamimu, siapa tahu, kiranya engkau sendiri malah berhubungan gelap dengan Ouwyang tiong dan.."

"Tutup mulutmu, Iblis tua!"

Keng Hong membentak marah sekali sehingga suaranya menggeledek, mengejutkan semua orang.

"Wah, Keng Hong, engkau bersikap seolah-olah engkau seorang yang bersih dan suci. Heh-heh-heh, siapa yang tidak mengenal Cia Keng Hong? Guru kencing berdiri murid kencing berlari! Sin-jiu Kiam-ong seorang yang gila perempuan, muridnya tidak kalah hebat! Eh, Keng Hong, sudah berapa banyak perempuan yang mabuk dalam pelukanmu dan rayuanmu? Hi-hi-hik! Masih teringat aku betapa pandai engkau merayu...!"

"Bhe Cui Im perepuan hina!"

Biauw Eng kini sudah melepas kerudung pengantin dari mukanya. Mukanya pucat dan sepasang matanya mengeluarkan sinar kilat saking marahnya.

"Hi-hi-hik, sumoiku yang manis. Engkaulah yang hina dan bodoh, mau dijadikan isteri seorang laki-laki cabul yang wataknya sama saja dengan mendiang Sin-jiu Kiam-ong. Aku berani bertaruh bahwa dalam waktu beberapa hari saja dia akan melakukan penyelewengan dengan wanita yang mana saja asal cantik dan suka melayaninya. Dia tampan Biauw Eng, tentu banyak wanita yang suka kepadanya!"

"Go-bi Thai-houw! Kalau bukan Keng Hong yang melarang, engkau sudah mampus di tangan kami berempat ketika bertanding di puncak Tai-hang-san! Mengapa engkau sekarang malah datang untuk mengacau? Mengapa kalian berdua yang telah diberi kesempatan hidup tidak mengubah kelakuan, tidak bertobat malah kini melanjutkan kesesatan kalian?"

Yap Cong San tak dapat menahan hatinya mendengar ucapan dua orang wanita itu yang amat menghina dan hendak membongkar rahasia mendiang guru dan ibu guru Keng Hong bahkan menghina Keng Hong secara keterlaluan.

Go-bi Thai-houw hanya terkekeh, akan tetapi Cui Im memandang pemuda itu dengan mata mengejek. Ia pernah tergila-gila kepada pemuda Siauw-lim-pai yang tampan itu dan terang-terangan di tolak oleh Cong San sehingga kini timbul pula kebenciannya kepada pemuda itu.

"Yap Cong San, engkau berlagak bicara seperti orang bijaksana, padahal engkau pun tolol dan bodoh seperti Biauw Eng! Siapa yang kau jadikan isteri itu? Apakah engkau tidak mengenal siapa Gui Yan Cu ini? Memang dia cantik jelita, akan tetapi siapa tahu isi hatinya? Dia murid Tung Sun Nio, seorang isteri yang serong! Dan lama dia merantau berdua saja dengan Keng Hong, mana dia mau melepaskan seekor domba berdaging lunak seperti Yan Cu? Hi-hi-hik, aku berani bertaruh potong leher kalau di antara Yan Cu dan Keng Hong tidak ada hubungan cinta, ha-ha-ha!"

"Bhe Cui Im, kau perempuan rendah dan keji!"

Yan Cu juga sudah merenggut kerudungnya dengan muka merah saking marahnya. Namun diam-diam ia merasa khawatir sekali karena tak dapat disangkal pula bahwa memang dahulu ia amat tetarik kepada Cia Keng Hong. Agaknya, kalau tidak ada Biauw Eng dan Cong San, laki-laki pertama yang akan dicintanya lahir batin adalah Cia Keng Hong!

"Go-bi Thai-houw dan Cui Im! Tidak perlu banyak cakap lagi. Katakanlah, apa maksud kedatangan kalian ini?"

Keng Hong melangkah maju dan bertanya, sikapnya tenang namun sepasang matanya mengeluarkan sinar kilat yang membuat Cui Im di luar kesadarannya melangkah mundur setindak. Di dalam hatinya, dia amat gentar kalau harus menghadapi Keng Hong yang ia tahu memiliki ilmu kepandaian yang amat hebat.

Mo-kiam Siauw-ong yang sejak tadi hanya mendengarkan saja, kini berkata,
"Cia Keng Hong, perlukah pertanyaan itu kau ajukan? Mereka berdua ini telah kau musuhi dan tentu kedatangan mereka untuk membalas dendam, seperti juga aku."

"Engkau siapakah?"

"Aku Mo-kiam Siauw-ong datang untuk menuntut balas jasa atas kematian tiga orang suhuku, Thian-te Sam-lo-mo!"

"Hemmm... bagus! Kalian bersekutu untuk mengacaukan upacara pernikahan. Benar-benar perbuatan hina dan curang, di dalam dunia kaum sesat sekalipun orang akan menghormati upacara pernikahan. Akan tetapi karena kalian sudah datang, kami pun sudah siap! Akan tetapi, ingatlah, Cui Im, sekali ini aku tidak mau mengampunkan engkau."

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: