*

*

Ads

FB

Selasa, 19 Juli 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 071

"Bocah jahat, berani engkau mengacau Kun-lun-pai? Serahkan kitab itu kepada pinto!" teriak Sian Ti Tojin dan tubuh ketua baru Kun-lun-pai ini meloncat naik ke atas genteng dengan cepat sekali dan berada di atas kepala Keng Hong, kemudian tubuh itu membalik dan menukik membuat salto, tongkatnya ke bawah dan meluncur dalam penyerangannya, menusuk ubun-ubun Keng Hong, sedangkan tangan kirinya meraih ke depan merampas kitab,.

Melihat betapa sutenya menggunakan jurus maut dengan ilmu tongkatnya ini, Kiang Tojin berseru terkejut,

"Sute..!"

"Aha, Sian Ti Tojin, masa sebagai ketua Kun-lun-pai, jurusmu Hek-liong-lo-hai hanya seperti ini? Jauh kurang sempurna..!"

Keng Hong berkata cepat ketika menyaksikan gerakan serangan ketua Kun-lun-pai itu. Ia tidak mengelak, malah merendahkan tubuhnya sampai berjongkok dan menanti sampai tongkat itu dekat di atas ubun-ubunnya.

Baru dia cepat-cepat miringkan pundak dan kepala, secepat kilat tangan kirinya menyambar ujung tongkat, dibetot terus ke bawah lalu dikempit sedangkan kaki kanannya secara tiba-tiba menendang perut Sian Ti Tojin!

Kakek ini terkejut, mempertahankan tongkatnya berarti perutnya akan tertendang dan dia mengenal jurus yang lihai ini dan tahu pula bahwa pemuda ini memiliki sinkang yang luar biasa sekali. Menurut peraturan, tongkat pegangan ketua yang merupakan "tongkat komando" sama harganya dengan nyawa si ketua, sama sekali tidak boleh terampas lawan.

Tentu saja Sian Ti tojin sebagai ketua baru Kun-lun-pai, juga amat sayang kepada tongkatnya itu, akan tetapi ternyata menghadapi bahaya maut, tosu ini lebih sayang nyawanya daripada tongkatnya. Hal ini terbukti ketika dia melepaskan tongkatnya untuk menyelamatkan diri dengan meloncat ke belakang.

Akan tetapi gerakannya kurang cepat dan ujung kaki Keng Hong masih saja menendang paha Sian Ti Tojin sehingga kakek ini berteriak nyaring dan tubuhnya terlempar ke bawah genteng. Untung kepandaiannya cukup tinggi sehingga dia dapat berjungkir balik dan tidak sampai terbanting.

Pada saat yang hampir bersamaan tadi, Lian Ci Tojin juga melayang naik sambil membawa pedangnya yang sudah dia cabut dari atas tanah. Ia pun menggunakan pedang itu menyerang Keng Hong dengan bacokan dahsyat, tepat pada saat Keng Hong habis menendang roboh Sian Ti Tojin.

"Ngo-sute (adik kelima), sungguh keterlaluan engkau!"






Kiang Tojin berkata dan sebelum Keng Hong bergerak menyambut serangan Lian Ci Tojin, Kiang Tojin sudah mengangkat kedua tangannya yang terbelenggu dan menyambut sambaran pedang itu.

"Cring-tranggggg..! Auhhh!"

Tubuh Lian Ci Tojin juga terlempar ke bawah gentang, pedangnya terlepas dari pegangan ketika bertemu dua kali dengan baja belenggu dan dia roboh oleh tendangan Kiang Tojin yang gerakannya sama dengan gerakan Keng Hong merobohkan Sian Ti Tojin tadi!

"Cia Keng Hong, bagaimana engkau dapat mengenal Hek-liong-lo-hai tadi dan dapat mainkan jurus Hui-eng-coan-in (Garuda Terbang menerjang Awan) tadi? Kedua jurus itu adalah jurus-jurus simpanan tingkat tinggi dari Kun-lun-pai!" tegur Kiang Tojin, lebih merasa kagum akan kesempurnaan gerakan Keng Hong yang bahkan melebihi gerakannya sendiri itu daripada marah dan penasaran.

Keng Hong kembali menyodorkan kitab pusaka itu dengan kedua tangannya kepada Kiang Tojin.

"Maaf, Totiang, saya bukan sengaja mencuri dan tidak akan saya berani membuka rahasia ilmu-ilmu itu kepada orang lain. Saya mendapatkannya dari sini, dan terimalah pusaka peninggalan Thai Kek Couwsu ini! Dan karena Sian To Tojin telah begitu baik hati untuk menyerahkan tongkat ketua kepada Totiang, sebaiknya Totiang menerimanya sekalian!"

Kiang Tojin tertegun, seperti orang terpesona dia memandang ke arah kitab, suaranya gemetar dan kedua kakinya menggigil ketika dia bertanya lirih,

"Keng Hong, bersumpahlah. Benarkah kitab itu peninggalan Couwsu?"

"Saya bersumpah demi kehormatan saya, Totiang."

Mendengar ini, Kiang Tojin menerima kitab dengan kedua tangan, membukanya dan membaca huruf-huruf indah di halaman pertama: THAI-KEK-SIN-KUN INI DICIPTA UNTUK CALON-CALON KETUA KUN-LUN-PAI.

Wajah Kiang Tojin makin berseri ketika dia membuka-buka kitab itu, kemudian mengangkat tinggi-tinggi kitab itu di atas kepalanya, menghadapi semua tosu di bawah genteng dan berteriak,

"Para murid Kun-lun-pai! Kitab ini benar-benar peninggalan Couwsu kita! Marilah kita menghaturkan terima kasih kepada Couwsu!"

Kiang Tojin, menjatuhkan diri berlutut dan semua tosu di bawah genteng pun lalu menjatuhkan diri berlutut di atas tanah!

"Teecu sekalian menghaturkan syukur dan terima kasih atas budi kecintaan Couwsu yang telah meninggalkan kitab. Teecu bersumpah untuk menjunjung tinggi peninggalan Couwsu dan mencamkan semua ajaran Couwsu!"

Wajah Kiang Tojin berseri-seri dan matanya bersinar ketika dia bangkit berdiri lagi. Dengan lantang dia berkata,

"Engkau benar, Keng Hong. Kesulitan-kesulitan dan urusan-urusan pribadi harus disingkirkan dan dikesampingkan jika menghadapi urusan perkumpulan! Kun-lun-pai perlu dibangun, perlu diperkuat dan karena couwsu berkenan meninggalkan pusaka ini kepada pinto, maka pinto berhak menjadi ketua! Juga tongkat ketua, berkat ketangkasanmu, telah dapat dirampas kembali. Siapakah di antara para saudara yang tidak setuju kalau pinto menjadi ketua Kun-lun-pai?"

Tak seorang pun di antara para tosu berani mengeluarkan suara, bahkan empat orang tosu yang menjadi adik-adik seperguruan Kiang Tojin, memandang kepada kakek seperguruan tertua itu dengan sinar mata penuh harapan. Kemudian semua tosu mengerling ke arah Sian Ti Tojin dan Lian Ci Tojin yang berdiri dengan muka pucat.

"Cia Keng Hong, selama hidup pinto takkan melupakan perbuatanmu ini dan sekali waktu pinto akan membalas dendam ini!" bentak Lian Ci Tojin sambil mengertakkan giginya.

"Cia Keng Hong, engkau telah berani merampas tongkat ketua dan menggunakan kekerasan untuk mencampuri urusan Kun-lun-pai. Selamanya Kun-lun-pai akan mengutukmu dan menganggapmu sebagai musuh besar!" kata pula Sian Ti Tojin.

Keng Hong tertawa,
"Pemutarbalikan fakta merupakan fitnah keji, Ji-wi Totiang. Aku tidak mencampuri urusan Kun-lun-pai dan tentang tongkat, siapakah yang bergerak lebih dulu melakukan serangan? Aku hanya membela diri dan salahmu sendiri mengapa sebagai ketua kurang sempurna ilmumu, dan mengapa pula kau meninggalkan tongkatmu ke tanganku. Bukankah seorang ketua Kun-lun-pai harus menjaga tongkatnya seperti menjaga nyawa sendiri? Sekarang terserah kepadamu. Lawanlah Kiang Tojin kalau memang kau merasa lebih berhak dan lebih pandai. Adapun aku, hemm, aku hanya menjadi saksi dan aku yang akan turun tangan menghadapinya kalau kau minta bantuan tokoh-tokoh kaum sesat!"

Melihat betapa dua orang tosu itu diam saja, hanya memandang kepada Keng Hong dengan pandang mata melotot penuh kebencian, Kiang Tojin lalu menggerakkan kedua tangannya dan terdengarlah suara berkerotokan ketika belenggu pergelangan tangannya patah-patah.

"Ji-sute dan Ngo-sute, kalian juga mengerti sendiri mengapa pinto mengalah. Pertama untuk memenuhi janji bahwa siapa yang kalah harus memberikan kedudukan ketua. Pinto telah kalah oleh Ang-kiam Bu-tek yang mewakilimu, dan tongkat ketua telah dapat dirampas dari tangan pinto. Hanya karena pinto tidak menghendaki perpecahan di Kun-lun-pai sesuai dengan pesan suhu, maka pinto mengalah, suka diperlakukan sebagai orang hukuman. Andaikata pinto tidak mau menerima dan melawan setelah Ang-kiam Bu-tek pergi tentu kalian berdua tidak akan mampu melawan dan mengalahkan pinto.

Kini, pinto sadar bahwa sesungguhnya kalian telah menyelewengkan Kun-lun-pai dan bahwa sikap mengalah dari pinto tidak benar, bahkan merupakan pengkhianatan terhadap Kun-lun-pai, terhadap suhu yang telah menaruh kepercayaan kepada pinto. Dahulu tongkat ini dirampas dari tangan pinto oleh Ang-kiam Bu-tek, kini kembali ke tangan pinto atas bantuan Cia Keng Hong. Hal ini sudah sewajarnya maka pinto suka menerima kembali ini. Apalagi setelah pinto harus meminpin para anak murid Kun-lun-pai seperti yang dikehendaki pendirinya yaitu Couwsu kita!"

"Kiang Tojin, kelak kita akan saling berjumpa kembali!" Terdengar suara Sian Ti Tojin penuh kemarahan dan dendam. "Mulai detik ini, aku bukan lagi tosu Kun-lun-pai!"

"Sute...!!" Kiang Tojin berseru, akan tetapi Sian Ti Tojin sudah menoleh kepada Lian Ci Tojin dan berkata singkat, "Hayo kita pergi!"

Dua orang tosu itu sudah meloncat pergi. Keng hong bergerak hendak mengejar sambil berkata lirih,

"Dia harus dibasmi..!"

Kiang Tojin mengira bahwa Keng Hong hendak membunuh mereka karena sikap mereka sebagai murid-murid Kun-lu-pai yang murtad, maka dia cepat mencegah,

"Jangan, biarkan mereka pergi.. ini urusan Kun-lun-pai…."

Sebetulnya Keng Hong berniat membunuh Lian Ci Tojin atas perbuatannya terhadap Tan Hun Bwee dahulu, akan tetapi mendengar cegahan ini, dia menjadi tidak enak hati terhadap Kiang Tojin dan mengurungkan niatnya. Sikap dua orang tokoh Kun-lun-pai itu sudah cukup menghancurkan hati Kiang Tojin.

Para tosu yang tadinya bersekutu dengan Lian Ci Tojin dan Sian Ti Tojin menjadi ketakutan sendiri dan mereka itu menerima dengan penuh kerelaan hati ketika Kiang Tojin mengatakan bahwa siapa yang merasa bersalah dipersilakan untuk menghukum diri sendiri di dalam ruangan "pencuci dosa" dan kamar-kamar "penyesalan diri".

Berbondong-bondong para tosu yang merasa bersalah, hampir dua puluh orang banyaknya, pergi memasuki tempat-tempat yang khusus diadakan oleh Kun-lun-pai untuk menyesali perbuatan sendiri yang tersesat bagi murid-murid Kun-lun-pai.

Diam-diam Keng Hong menjadi girang dan juga kagum sekali. Ternyata bahwa Kiang Tojin masih cukup berwibawa dan para tosu yang bermain asmara dengan wanita dusun di lereng gunung dan dia tersenyum sendiri. Salahkah tosu itu? Tidak ! Tidak salah, hanya lemah terhadap pantangan yang memang diadakan oleh golongan mereka dan yang sudah diakui olehnya sendiri! Bersalah kiranya orang yang melanggar larangan yang sudah diakuinya sendiri bahwa larangan itu tak boleh dilanggar.

"Keng Hong, kedatanganmu seperti datangnya dewa yang menyadarkan pinto dari mimpi buruk. Dan besar sekali budimu terhadap Kun-lun-pai dan terhadap Couwsu kami. Tidaklah percuma kiranya ketika Thian dahulu menggerakkan hati pinto untuk membawamu ke sini, Keng Hong. Sekarang ceritakanlah, bagaimana engkau dapat menemukan tempat bertapa mendiang Couwsu, dan bagaimana pula semua pusaka gurumu sampai dapat tercuri oleh Ang-kiam Tok-sian-li yang sekarang menjadi begitu lihai dan berjuluk Ang-kiam Bu-tek?"

Keng hong yang kini diajak duduk di ruangan dalam oleh Kiang Tojin yang sudah menjadi ketua Kun-lun-pai, segera menceritakan pengalamannya semenjak dia dikejar-kejar dan naik ke puncak batu pedang. Di antara seluruh manusia di dunia ini, hanya kepada Kiang Tojinlah satu-satunya tokoh kang-ouw yang boleh dipercaya dan yang sama sekali tidak memiliki niat buruk terhadap dirinya, tidak pula menginginkan harta pusaka dan kitab-kitab peninggalan Sin-jiu Kiam-ong, Ia menceritakan betapa akhirnya dia berhasil mendapatkan tempat rahasia penyimpanan pusaka gurunya, akan tetapi betapa terpaksa dia mengajak Cui Im karena selain gadis itu telah menolongnya, juga kalau tidak dia ajak, tentu gadis itu terancam keselamatannya oleh para tokoh kang-ouw yang mengejarnya.

Diceritakan selanjutnya betapa dia tertipu oleh Cui Im itu, terjebak di ujung seberang jurang akan tetapi akhirnya kekejian Cui Im itu bahkan membuat dia berhasil menemukan tempat rahasia di mana terdapat rangka dan kitab peninggalan Thai Kek Couwsu ! Akhirnya dia menceritakan perjalanannya keluar dari tempat rahasia itu. Ia menceritakan dengan singkat, melewatkan saja keterangan tentang tempat itu sendiri, dan tidak menyebut-nyebut hal lain, misalnya pengetahuannya terhadap kekejian Lian Ci Tojin terhadap Tan Hun Bwee, maupun tosu Kun-lun-pai yang bermain cinta dengan wanita dusun.

Kiang Tojin mengelus jenggotnya yang panjang dan menarik napas panjang.
"Aaah, baru empat tahun mempelajari kitab-kitab peninggalan suhumu, gadis itu sudah sedemikian lihainya sehingga aku roboh di tangannya! Dan kitab-kitab itu dibawanya semua!"

"Saya pun merasa menyesal sekali, Totiang. Semua itu akibat kelalaian saya, merupakan kesalahan dan tanggung jawab saya. Saya sudah mengambil keputusan untuk mencari Cui Im sampai dapat, merampas semua kitab-kitab peninggalan suhu yang dicurinya, kemudian saya akan mengembalikan kitab-kitab dan pedang-pedang pusaka kepada orang yang berhak."

"Baik sekali pendirianmu, Keng Hong. Gurumu Sie Cun Hong bukanlah seorang yang jahat atau berdasarkan watak yang buruk. Tidak sama sekali, dia adalah seorang taihiap, seorang pendekar besar yang selain lihai sekali, juga selalu siap menentang segala kejahatan dan mempertaruhkan nyawa untuk membela kebenaran, keadilan dan kebajikan.

Akan tetapi dia berwatak aneh, tidak mengindahkan hukum-hukum yang diperbuat manusia, bertindak seenak hatinya sendiri asalkan bersandar kebenaran menurut penilaiannya. Boleh jadi gurumu telah menolong ribuan orang, telah menentang ribuan kejahatan, akan tetapi karena wataknya yang ugal-ugalan, sukanya akan wanita cantik tanpa memperdulikan apakah wanita itu isteri orang ataukah gadis, asal suka kepadanya tentu akan dia layani, kemudian ditambah dengan kesukaannya akan benda-benda pusaka yang tidak segan dicurinya dari tangan orang lain menggunakan kepandaiannya, maka segala kebaikannya itu dilupakan orang dan dia dimusuhi.

Karena itu, pendirianmu untuk mengembalikan benda-benda pusaka yang dahulu dicuri atau dirampas suhumu, merupakan kebaktian pada gurumu, mencuci noda pada namanya. Dan engkau tidak perlu menjadi penasaran menghadapi kenyataan bahwa benda-benda pusaka itu dicuri orang, karena benda yang mudah didapat akan mudah lenyap pula, benda yang didapat dengan mencuri tentu akan lenyap tercuri, siapa menanam pohonnya dia memetik buahnya."

Keng Hong mengangguk-angguk dan berkata.
"Saya mengenal watak mendiang suhu, Totiang, dan saya tidak dapat menyalahkannya. Memang, selagi masih hidup tidak menikmatinya, apa gunanya segala anugerah yang diberikan Thian kepada manusia? Menikmati kesenangan hidup adalah hak manusia, asalkan si manusia dapat mengekang diri, dapat mengendalikan nafsu yang mendorongnya untuk menikmati kesenangan duniawi, sehingga tidak sampai mabuk, tidak sampai melupakan kebajikan dan melakukan kejahatan hanya untuk pemuasan nafsu. Pemuasan nafsu dilakukan dengan wajar tanpa merugikan orang lain adalah kenikmatan yang menjadi anugerah Thian, mengapa ditolak? Maaf, Totiang, tentu saja pendirian seorang pendeta seperti Totiang lain lagi. Hanya sebaiknya diingat bahwa suhu bukanlah pendeta, melainkan manusia biasa."

Kiang Tojin mengerutkan alis dan menghela napas panjang.
"Pinto tidak dapat menyalahkan siapa-siapa. Ada baik ada buruk, hal itu sudah wajar. Ada senang ada susah, memang saudara kembarnya yang takkan dapat dipisahkan. Yang mencari senang akan bertemu susah, itu memang resikonya dan sudah semestinya. Pengertian saja belum cukup. Karena itu, engkau yang masih muda memang baru akan dapat mengerti dengan sempurna setelah digodok pengalaman dan sudah menjadi hakmu untuk mengalami segala hal di dunia ini. Hanya pesanku Keng Hong, pengalaman pahit jauh lebih berharga daripada pengalaman manis, dan ingat pula bahwa sesal kemudian sama sekali tiada gunanya. Ingat bahwa kebenaran yang mendatangkan kesenangan di hati sendiri belum tentu kebenaran yang sejati. Kebenaran yang mendatangkan kesenangan di hati orang lain itu pun hanya lebih dekat dengan yang sejati, Engkau bebas untuk bergerak dalam hidup, dan guru yang paling dapat diandalkan adalah GURU SEJATI yang berada di dalam dirimu pribadi."

Setelah banyak-banyak menerima wejangan Kiang Tojin, akhirnya Keng Hong meninggalkan Kun-lun-pai dengan dada lapang bahwa dia telah dapat membantu memulihkan keadaan Kun-lun-pai dan biarpun sedikit dapat pula menebus budi kebaikan Kiang Tojin.

**** 071 ****
Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: