*

*

Ads

FB

Minggu, 20 November 2016

Petualang Asmara Jilid 151

Lebih sulit lagi, kini Acui dan Amoi yang merasa betapa hawa sin-kang mereka tersedot oleh Kun Liong dan betapa tubuh mereka menindih, merasakan kemesraan aneh seolah-olah mereka akan dibawa mati bersama-sama pemuda itu dan keduanya kini tidak mengeluh lagi, melainkan merintih perlahan dan menciumi muka pemuda gundul itu dengan mesra!

Hal ini membuat Kun Liong makin gelagapan lagi, maka dia lalu mengerahkan seluruh tenaga dari pusarnya, mencurahkan seluruh perhatiannya untuk menarik kembali tenaga hisap. Hal ini amat sukar dilakukan karena tubuhnya seperti membengkak, membuat dia sukar bergerak. Namun akhirnya dia berhasil. Dia tidak ingin membunuh tujuh orang wanita itu dan dia maklum bahwa kalau dia tidak cepat-cepat dapat menarik kembali daya hisap dari Thi-khi-i-beng, tentu mereka akan mati dalam keadaan lemas kehabisan tenaga.

“Aughhh...!”

Berturut-turut tujuh orang wanita itu mengeluh ketika tiba-tiba daya hisap itu lenyap dan mereka dapat melepaskan diri dari pemuda itu. Go-bi Sin-kouw meloncat ke belakang dan terhuyung-huyung, mukanya pucat dan tangannya yang memegang tongkat menggigil, matanya memandang terbelalak penuh kengerian kepada Kun Liong dan bibirnya yang kebiruan itu berkata perlahan,

“Thi-khi-i-beng...!”

“Tar-tar-tar...!”

Kini ujung cambuk di tangan Kim Seng Siocia meledak-ledak di atas tubuh Kun Liong. Pemuda ini terkejut sekali dan menggulingkan tubuhnya ke kanan kiri untuk menghindar dari sambaran ujung cambuk itu.

“Hi-hi-hik! Aku tahu bahwa engkau telah menggunakan Thi-khi-i-beng semalam, akan tetapi aku sudah siap untuk ilmu itu! Cambukku inilah yang akan melumpuhkan Ilmu Thi-khi-i-beng dan akan mencabut nyawamu!”

Kun Liong merasa betapa tubuhnya digigit ujung cambuk yang dipasangi piauw tajam meruncing itu. Dia tahu pula bahwa ujung piauw itu beracun, akan tetapi untuk ini dia tidak khawatir karena tubuhnya sudah kebal akan racun.

Akan tetapi rasa nyeri membuat dia harus melanjutkan satu-satunya jalan untuk membela diri, yaitu bergulingan di atas tanah. Gerakannya gesit sekali akan tetapi celakanya tubuh yang penuh hawa sin-kang kelebihan itu sukar sekali dikendalikan sehingga gerakannya bergulingan menjadi kacau, kadang-kadang terlampau cepat sampai dia menjadi pening sendiri!

“Tahan senjata! Bebaskan dia, kalau tidak, aku akan membunuh pangeran ini”

Kim Seng Siocia menengok, demikian pula Go-bi Sin-kouw dan yang lain-lain. Ternyata yang berseru itu adalah Pek Hong Ing dan dara ini telah merampas sebatang pedang lawan dan kini dia telah menempelkan pedangnya di leher Pangeran Han Wi Ong, sedangkan tangan kirinya mencengkeram tengkuk pangeran itu. Wajah Pangeran Han Wi Ong menjadi pucat dan dia berkata dengan suara parau,

“Lepaskan dia... lepaskan...!”

Kim Seng Siocia memandang ragu. Bagaimana dia mau melepaskan Kun Liong yang amat dibutuhkan itu hanya untuk menolong pangeran itu? Cambuknya sudah meledak-ledak lagi, akan tetapi Go-bi Sin-kouw dan para pasukan pemerintah sudah bergerak maju menghadangnya dengan sikap bermusuh!

“Kim Seng Siocia, yang terpenting adalah keselamatan Pangeran!” bentak Go-bi Sin-kouw garang.






Biarpun nenek ini masih belum pulih, tubuhnya terasa lemah kepalanya pening karena terlampau banyak sin-kangnya terhisap oleh Kun Liong, namun dia siap untuk menyerang wanita gemuk itu demi keselamatan pangeran yang amat diharapkannya akan mengangkat tinggi derajatnya itu.

Selagi Kim Seng Siocia meragu, tiba-tiba tampak tubuh Kun Liong yang rebah di atas tanah itu mencelat tinggi sekali ke atas, seperti sebatang anak panah dan pemuda itu sendiri berseru kaget.

Betapa dia tidak akan kaget karena ketika melihat kesempatan baik ini, dia bermaksud mencelat ke tempat Hong Ing menawan Sang Pangeran, akan tetapi dia lupa bahwa tubuhnya berada dalam keadaan yang tidak sewajarnya, maka begitu dia mengerahkan tenaganya meloncat, tubuhnya itu bukan melayang ke arah Hong Ing, melainkan mencelat ke atas seperti dilontarkan.

Maka dia memekik kaget, akan tetapi tentu saja mereka yang menonton dari bawah, termasuk Kim Seng Siocia, tidak tahu bahwa teriakannya itu karena kaget. Mereka semua memandang dengan mata terbelalak penuh kagum dan gentar karena belum pernah mereka selama hidup mereka menyaksikan ada orang dapat meloncat seperti itu!

Kun Liong dapat menguasai tubuhnya, tidak sampai melayang turun seperti sebuah batu, melainkan dapat mengatur keseimbangan tubuhnya dan membiarkan tubuhnya melayang turun ke dekat Hong Ing.

Dara ini memandang kepadanya dengan mata penuh kekaguman pula. Tadi Hong Ing telah menyaksikan semua dan dia seperti dalam mimpi. Sama sekali tidak pernah diduganya bahwa pemuda gundul itu ternyata memiliki ilmu kepandaian sehebat itu! Bukan saja lebih lihai dari gurunya sendiri, juga lebih lihai dari Kim Seng Siocia dan bahkan dia merasa yakin bahwa kalau pemuda itu menghendaki biarpun dikeroyok oleh semua orang itu tidak akan kalah!

“Hong Ing, terima kasih atas pertolonganmu.”

Hong Ing merasa jantungnya seperti ditusuk. Bukan main pemuda ini! Sudah jelas pemuda ini yang berusaha menolongnya mati-matian, sekarang untuk bantuannya menawan Pangeran Han Wi Ong, bantuan yang tidak banyak artinya ini, Kun Liong serta merta menghaturkan terima kasih!

“Sekarang bagaimana, Kun Liong?”

Dia bertanya sambil menempelkan pedang di leher Pangeran Liong, tentu saja dia tidak berani lagi memimpin dan membiarkan Kun Liong yang mengambil keputusan.

“Mari kita lari dari tempat ini.”

“Tapi... kita harus membawa pangeran ini sebagai sandera...”

“Jangan, Hong Ing. Kasihan dia. Sudah luput mendapatkan dirimu, masih dijadikan sandera lagi. Sekarang pun kita sudah terlalu banyak membuat dosa terhadap pemerintah. Marilah!”

Dia menggandeng tangan Hong Ing, kemudian meloncat dan dara itu menjerit penuh kengerian. Siapa yang tidak merasa ngeri kalau melihat betapa tubuhnya tiba-tiba mencelat ke atas seperti diterbangkan seekor burung saja? Kun Liong sendiri terkejut. Dia lupa lagi!

Akan tetapi dia tidak menjadi gugup, sambil memeluk pinggang Hong Ing dia mengatur tubuhnya sehingga mereka dapat meluncur turun jauh dari situ lalu keduanya melarikan diri secepatnya. Suara derap kaki banyak orang di belakang membuat mereka mengerti bahwa mereka berdua dikejar! Maka keduanya harus berlari.

Kun Liong mengerahkan gin-kangnya dan karena Hong Ing kalah jauh, maka dara ini yang sudah mengerahkan gin-kangnya masih saja terseret dan seolah-olah kedua kakinya tidak menyentuh bumi karena dia seperti bergantung kepada lengan Kun Liong.

Beberapa hari kemudian Kun Liong dan Hong Ing tiba di luar tembok kota Guan-tin, tidak jauh dari kota raja, di sebelah barat kota raja. Mereka telah melarikan diri hampir dua pekan lamanya dan merasa lega bahwa mereka telah berhasil meninggalkan para pengejar mereka.

Memang mereka telah berhasil menghindarkan diri dari kejaran pasukan pengawal Pangeran Han Wi Ong dan anak buah Kim Seng Slocia. Hal ini terutama sekali karena pengejaran pasukan itu mengalami kelambatan dengan adanya kerja sama dengan anak buah dari Go-bi-san yang sebagian besar terdiri dari wanita-wanita muda yang cantik-cantik dan genit itu. Tidak dapat dicegah pula terjadinya permainan di antara mereka, yaitu antara para gadis anak buah Kim Seng Siocia dan para anggauta pasukan pengawal pangeran!

Melihat hal ini, baik Kim Seng Siocia maupun Pangeran Han Wi Ong tidak dapat mencegah dan membiarkannya saja, bahkan peristiwa itu menambah erat perhubungan di antara mereka. Pangeran Han Wi Ong menghendaki bantuan wanita gemuk yang lihai ini dan sebaliknya, Kim Seng Siocia tentu saja merasa senang dapat bekerja sama dengan seorang pangeran yang mempunyai kedudukan tinggi di istana kaisar.

Akan tetapi Pangeran Han Wi Ong tentu saja tidak menghentikan usahanya melakukan pengejaran. Biarpun dia sendiri tidak melakukan pengejaran, namun dia tidak pernah dapat melupakan Hong Ing dan karenanya selain minta kepada Go-bi Sin-kouw dan Kim Seng Siocia untuk terus mengejar, juga dia telah mengirim utusan-utusan berkuda ke kota raja dan di sepanjang jalan para utusan itu menyebar berita bahwa dua orang yang bernama Yap Kun Liong dan Pek Hong Ing menjadi orang buruan pemerintah!

Bahkan pangeran yang pandai melukis ini telah melukiskan wajah kedua orang itu, dan tentu saja baik Kun Liong maupun Hong Ing dilukis sebagai seorang pemuda dan seorang gadis yang gundul kepalanya.

Kun Liong dan Hong Ing berjalan perlahan menuruni lereng pegunungan terakhir dari mana sudah tampak kota Guan-tin. Tiba-tiba mereka mendengar derap kuda dan keduanya cepat menyelinap dan bersembunyi. Serombongan tentara berkuda melewat cepat dan setelah rombongan tujuh orang itu pergi jauh menuju ke kota Guan-tin, barulah mereka keluar dari balik semak-semak.

“Ahh, betapa tidak enaknya hidup dikejar-kejar seperti ini...” Hong Ing mengeluh. “Seperti binatang buruan saja, atau... aku merasa seperti menjadi seorang penjahat besar yang takut melihat alat pemerintah!”

“Kita harus bersikap hati-hati. Belum tentu mereka itu mengejar kita. Sabarlah, Hong Ing. Setelah kita masuk kota di depan itu, dan di sana terdapat sebuah kuil Kwan-im-bio, engkau tentu akan memperoleh tempat yang aman dan tenteram.”

Keduanya berjalan lagi dan sampai lama tidak mengeluarkan suara, namun kata-kata terakhir yang keluar dari mulut Kun Liong itulah yang membuat mereka berdua diam dengan alis berkerut dan wajah keruh tanpa mereka sendiri sadari.

Akhirnya Kun Liong menarik napas panjang seolah-olah menghibur diri sendiri dan terdengar dia berkata dengan suara datar,

“Engkau memang memerlukan tempat yang tenang dimana engkau dapat hidup tanpa gangguan lagi. Subomu juga pangeran itu, tentu takkan tinggal diam dan akan terus mencarimu. Memang tidak enak hidup menjadi orang yang dikejar-kejar.”

“Dan engkau...?” Hong Ing bertanya, menghentikan langkahnya dan memandang pemuda itu.

Kun Liong juga menghentikan langkahnya, menoleh. Mereka saling berpandangan.
“Aku? Aku kenapa?”

“Engkau akan menjadi orang buruan, akan dikejar terus.”

Kun Liong tersenyum.
“Jangan khawatir, Hong Ing. Pangeran itu tidak membutuhkan aku, sedangkan kalau Kim Seng Siocia mengejarku, hemm... lain kali aku akan memberi pengajaran kepadanya agar tidak dilanjutkan cara hidupnya yang busuk itu.”

“Kun Liong, karena aku berkali-kali engkau mengalami kesengsaraan dan terancam bahaya.”

“Ah, jangan berkata demikian. Dalam keadaan seperti kita sekarang ini, kita berdua sama saja entah aku yang menyeretmu ataukah engkau yang menyeretku. Betapapun juga, kita berdua masih dapat mengatasinya dan masih selamat sampai saat ini. Mari kita melanjutkan perjalanan kita. Mudah-mudahan sampai di kota depan itu saja.”

Dan tiba-tiba wajah Kun Liong menjadi muram lagi. Kini dia merasa heran sekali dan tiba-tiba dia sadar bahwa dia sama sekali tidak menghendaki perjalanan bersama Hong Ing ini berakhir! Dia menginginkan agar mereka berdua terus melakukan perjalanan bersama. Biarpun menjadi orang-orang buronan, atau orang buruan, betapapun sengsaranya, kalau mereka berdua berdampingan, agaknya dia tidak akan merasa sengsara!

Membayangkan betapa dia akan berpisah, meninggalkan Hong Ing di dalam kuil Kwan-im-bio dan dia seorang diri melanjutkan perjalanan, benar-benar amat memberatkan hatinya. Ada apakah dengan perasaan hatinya? Dia mengerling ke kiri dan melihat betapa wajah yang cantik itu pun muram seperti orang bersusah hati. Tentu saja, pikirnya. Betapa tidak akan susah hati dara ini yang dikejar-kejar oleh gurunya sendiri?

Bagi Hong Ing, hidupnya sudah tidak ada harapan lagi. Tadinya hanya ada dua orang yang penting baginya, yaitu sucinya dan subonya. Kini subonya seperti memusuhinya, dan sucinya telah pergi jauh entah ke mana. Tentu saja Hong Ing bersusah hati, dan kesusahan hati dara itu sama sekali berbeda dengan kesusahan hatinya. Jauh sekali bedanya. Tentu saja Hong Ing tidak pernah menyusahkan perpisahan mereka. Kun Liong memaki diri sendiri.

Seorang dara seperti Hong Ing, cantik jelita tanpa cacat, seorang dara yang menolak pinangan seorang pangeran yang tampan dan gagah serta berkedudukan tinggi seperti Pangeran Han Wi Ong, seorang dara berwatak bersih seperti Hong Ing yang rela menjadi seorang nikouw daripada dipaksa menjadi isteri pangeran, sungguh tak mungkin sama sekali ingin berdampingan dengan orang macam dia! Seorang pemuda yang menderita penyakit kepala gundul, bodoh, miskin sehingga sebuah rambut pun tidak punya, tidak mempunyai harapan untuk masa depan, siapa sudi kepadanya?

“Tolol!”

Kun Liong memaki diri sendiri. Mengapa dia menjadi makin berduka mengenangkan semua ini? Biasanya, dia tidak begini. Biasanya dia tidak menyusahkan sesuatu, tidak memikirkan kemiskinan dan kebodohannya.

Untung mereka telah tiba di kota Guan-tin. Keramaian kota menghibur dan membuat Kun Liong lupa akah kedukaannya.

“Mari kita mencari warung nasi, perutku lapar sekali dan aku masih mempunyai bekal uang,” kata Kun Liong. “Setelah makan, baru kita mencari Kuil Kwan-im-bio. Kota ini cukup ramai, kurasa tentu ada Kwan-im-bio di sini.”

Hong Ing hanya mengangguk dan mereka mencari-cari sebuah warung nasi. Dari jauh sudah kelihatan sebuah warung nasi yang cukup ramai dan ke sanalah mereka menuju. Akan tetapi tiba-tiba Hong Ing menuding ke kiri. Kun Liong menoleh dan tertarik melihat sekelompok orang berkumpul di situ memandangi sesuatu yang ditempelkan di dinding.

“Apakah itu? Mari kita menengok sebentar,” Kun Liong berkata.

Keduanya lalu menghampiri dan begitu melihat, mereka menjadi terkejut sekali. Kiranya yang menempel di atas dinding adalah gambar mereka berdua! Di atas gambar itu tertulis nama mereka yang disebut sebagai orang pelarian dan penjahat besar!

“Heiii, inilah mereka...!”

Tiba-tiba seorang di antara mereka yang memandangi gambar itu berteriak. Kun Liong mendongkol sekali. Orang itu bermata juling. Mengapa justeru orang yang matanya juling malah yang pertama-tama mempergoki mereka? Karena maklum bahwa tentu akan terjadi keributan dan mereka tentu akan dikeroyok, Kun Liong cepat memegang tangan Hong Ing dan ditariknya dara itu untuk melarikan diri meninggalkan kota Guan-tin.

“Kejar...!”

“Tangkap...!”

Orang-orang yang mengharapkan hadiah dari pembesar setempat itu segera melakukan pengejaran, namun tentu saja tidak ada yang mampu menyusul larinya kedua orang yang memiliki kepandaian tinggi itu. Setelah jauh meninggalkan kota itu dan tidak ada lagi yang mengejar, barulah Kun Liong dan Hong Ing berhenti di tepi jalan yang sunyi.

“Gila benar pangeran itu,” Kun Liong bersungut-sungut. “Kiranya rombongan tentara berkuda itu adalah utusannya untuk menyebar gambar kita. Dengan begini kita secara resmi telah menjadi pemberontak dan orang buruan pemerintah. Amat berbahaya memasuki kota-kota besar, terutama kota raja!”

“Habis bagaimana kita dapat mencari sebuah kuil Kwan-im-bio?” Hong Ing bertanya.

“Tak mungkin mencari di kota. Andaikata bisa mendapatkan di kota, kiranya ketua kuil tidak akan berani menerimamu, Hong Ing. Tidak ada jalan lain, kita harus mencari sebuah kuil yang berada jauh dari kota ramai. Akan tetapi dimana ada kuil seperti itu, aku sendiri tidak tahu. Biarlah kita mencari perlahan-lahan, akhirnya kita tentu akan mendapatkannya juga.”

Hong Ing menarik napas panjang.
“Sudahlah, Kun Liong. Mengapa kau repot-repot karena aku? Kau lanjutkanlah perjalananmu, biar aku sendiri yang akan mencari kuil...”

“Hemmm, kemana kau hendak mencari? Di mana-mana tertempel gambarmu...”

“Dan juga gambarmu. Karena itu, sebaiknya kalau kau meninggalkan aku sehingga andaikata tertangkap, hanya aku yang tertangkap, akan tetapi engkau tidak.”

“Hong Ing, kau kira aku orang macam apa?”

“Engkau adalah seorang yang berilmu tinggi, Kun Liong. Maafkan aku, baru sekarang aku mengetahui. Sungguh aku bodoh sekali. Kiranya engkau amat lihai, bahkan memiliki Thi-khi-i-beng!”

“Bukan begitu maksudku. Kau kira aku orang yang begitu pengecut untuk meninggalkan engkau begitu saja? Tidak, sebelum engkau mendapatkan tempat yang baik, sebelum aku yakin benar bahwa engkau telah aman, aku tidak akan meninggalkan kau.”

Hong Ing menunduk.
“Sudah terlalu banyak aku menyusahkanmu, Kun Liong. Engkau membikin aku tidak enak hati saja. Sudah cukup aku berhutang budi kepadamu, biarlah aku mencari sendiri kuil Kwan-im-bio.”

Kun Liong memandang dengan sinar mata tajam, akan tetapi gadis itu tetap menunduk.
“Hong Ing, ingin benarkah kau kutinggalkan? Apakah aku sudah terlalu memuakkan hatimu?”

Hong Ing mengangkat mukanya, muka yang berubah pucat dan kepalanya digelengkan cepat-cepat.

“Bukan begitu, Kun Liong...”

“Kalau tidak begitu, sudahlah. Hal itu tidak perlu kita persoalkan lagi. Mari kita melanjutkan perjalanan. Kita harus berhati-hati, tidak boleh melalui jalan besar, tidak boleh memasuki kota dan terutama sekali jangan mendekati kota raja.”

“Habis, kemana kita harus pergi?”

“Ketika aku membantu Cia Keng Hong Supek...”

“Aihh, jadi pendekar sakti itu supekmu? Kau tidak pernah menceritakan riwayatmu kepadaku. Pantas saja engkau lihai bukan main. Aku seperti buta...”

“Hushhh, jangan terlalu memuji. Biar lain kali aku menceritakan riwayatku yang tidak lebih baik daripada riwayatmu, Hong Ing. Ketika aku membantu Supek menyelidiki tentang bokor pusaka yang diperebutKan, aku lewat pantai Teluk Pohai dan di tempat sunyi itu, dalam sebuah hutan, aku melihat sebuah kuil tua Kwan-im-bio. Marilah kita pergi ke sana, Hong Ing.”

Akan tetapi wajah nikouw muda itu tidak membayangkan kegembiraan hati mendengar ini, bahkan dia hanya berkata lesu.

“Terserah kepadamu, Kun Liong. Marilah!”

Maka berangkatlah kedua orang itu melanjutkan perjalanan menuju ke pantai Teluk Pohai. Mereka memilih jalan yang sunyi, bahkan kadang-kadang terpaksa bersembunyi di siang hari kalau melalui jalan yang ramai dan melanjutkan perjalanan di waktu malam.

Perjalanan itu menjadi lama dan sukar sekali namun anehnya bagi kedua orang muda itu, keanehan yang tidak terasa lagi oleh mereka bahwa perjalanan yang jauh, lama, sukar, dan berbahaya itu sama sekali tidak terasa berat oleh mereka! Ada pula keanehan pada sikap Kun Liong dan hal ini pun sama sekali tidak dirasakan dan diketahui oleh pemuda itu sendiri, yaitu bahwa terhadap Hong Ing dia tidak pernah memperlihatkan sikapnya seperti yang sudah-sudah kalau menghadapi wanita. Dia tidak pernah menggoda! Bahkan sebaliknya, dia bersikap sopan dan bersungguh-sungguh.

**** 151 ****
Petualang Asmara







Tidak ada komentar: