*

*

Ads

FB

Senin, 12 September 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 211

"Yap Cong San, jangan menambah dosamu dengan maki-makian keji." Keng Hong berkata tenang. "Isteriku benar, engkau bermata seperti buta. Engkau menjadi gila dan buta oleh cemburu kosong terhadap isterimu dan aku. Engkau menduga bahwa aku dan sumoi bermain gila, berzina. Padahal aku hanya mencinta isteriku seorang, dan isterimu hanya mencinta engkau suaminya! Betapa keji fitnah yang kau lontarkan kepadaku, terutama kepada sumoi. Aiiiihhhh, betapa inginku menghajarmu, menyeretmu ke depan sumoi dan menciumi kakinya mohon pengampunan!"

Melihat pembantahan itu, Cui Im hanya tersenyum dan saling pandang dengan Go-bi Thai-houw. Mereka merasa bangga sekali menyaksikan hasil daripada siasat mereka yang dilaksanakan dengan penuh kesabaran dan kecerdikan. Kini diam-diam mereka menikmati hasil itu dan merasa amat gembira.

Sedemikian hebat rasa benci di hati Cui Im terhadap Keng Hong dan Biauw Eng sehingga selain ingin menyaksikan kedua orang ini mati di tangannya, juga dia merasa gembira kalau sebelum dibunuh mereka itu menderita tekanan-tekanan batin lebih dulu dan bertengkar dengan bekas sahabat terbaik!

"Cia Keng Hong, manusia iblis! tak perlu engkau berlagak pendekar budiman! Aku bukan anak kecil lagi dan aku bukan semata-mata melemparkan fitnah kosong! Telah lama aku menderita oleh perbuatanmu yang kotor, semenjak aku menikah! Aku telah menyabarkan diri, menekan batin sampai akhirnya meletus oleh kelanjutan perbuatan-perbuatanmu yang kubuktikan sendiri. Aku bukan diburu rasa cemburu kosong, melainkan dihadapkan dengan kenyataan-kenyataan perbuatanmu yang menjijikkan. Aku tidak akan menyalahkan bahwa engkau mencinta Yan Cu, akan tetapi setelah dia menjadi isteriku, mengapa masih juga engkau kejar-kejar? Manusia biadab.........!!"

"Hemmmmmm, bukti apakah yang kau sebut tadi, Cong San? Bukti surat-surat palsu itu?"

Cong San kelihatan kaget, dan Keng Hong melanjutkan.
"Sumoi telah datang dan memperlihatkan dua surat itu. Surat yang huruf-hurufnya persis huruf tulisanku itu bukanlah surat yang kutulis. Pesuruhku yang mengantarkan suratku kepada kalian tidak pernah pulang ke Cin-ling-san. Surat yang memakai namaku itu adalah surat palsu, Cong San. Demikian pula, surat yang kau anggap tulisan isterimu itu bukanlah tulisan Yan Cu, melainkan dipalsukan orang. Ah, betapa buta engkau. Apakah tidak ada sedikit pun dugaan di hatimu siapa yang telah membuat surat-surat palsu itu?"

"Bohong.......!!" Cong san membentak. "Pengecut engkau! Setelah berani berbuat, mengapa hendak menyangkal pula? Semenjak dahulu, Yan Cu adalah kekasihmu, semenjak belum menjadi isteriku! Bahkan dia..... aku........ telah........"

"Yap Cong San, katakan saja bahwa ketika menikah denganmu, Gui Yan Cu bukan perawan lagi dan engkau menduga bahwa hal itu adalah perbuatan suamiku bukan?" Tiba-tiba Biauw Eng berkata dengan senyum mengejek.

Kembali Cong San terkejut, kemudian makin marah.
"Setelah engkau tahu akan hal itu, engkau masih hendak menyalahkan aku dan membela manusia jahanam itu?"

"Tutup mulutmu dan jangan memaki suamiku. Engkaulah yang jahanam, Cong San! Engkaulah yang jahanam dan buta, engkaulah yang mempunyai hati dan pikiran kotor, yang membayangkan hal-hal keji yang bukan-bukan. Yan Cu memang kehilangan tanda keperawanannya, akan tetapi bukan karena berjina dengan suamiku, juga bukan dengan laki-laki lain. Kau mau tahu sebabnya? Bukalah telingamu baik-baik. Ketika iblis betina Cui Im menyerbu ke Cin Ling-san, isterimu kena ditendang oleh nenek iblis betina yang tersenyum-senyum itu, dan sengaja ditendangnya agar kehilangan tanda keperawanannya itu! Aku melihat sendiri pakaian pengantin Yan Cu yang berdarah! nah, tahukah engkau sekarang dan insyaflah engkau betapa tolol dan kejinya terhadap isterimu?"






Cong San menoleh dan memandang Go-bi Thai-houw dengan mata terbelalak penuh keraguan. namun nenek itu, juga Cui Im, hanya tersenyum mengejek.

"Hatimu sudah diracun cemburu, Cong San." Keng Hong melanjutkan keterangan isterinya. "Engkau sudah cemburu dan menuduh isterimu secara keji dalam hati sehingga engkau selalu cemburu. Hal itu dipergunakan oleh Cui Im untuk menipumu. Surat memang ada kubuat untuk engkau dan isterimu, surat biasa yang kusuruh antar seorang dari kampung kami. Akan tetapi pesuruh itu tak pernah pulang dan suratku tentu telah dipalsu oleh Cui Im sehingga engkau menjadi makin cemburu. Kemudian surat tulisan Yan Cu, memang dia pernah membuatkan resep untuk seorang laki-laki tua, tentu kaki tangan iblis betina itu dan surat isterimu dipalsu. Betapa tololnya engkau!"

Wajah Cong San berubah dan kini dia menoleh kepada Cui Im dengan pandang mata penuh keraguan. Cui Im tersenyum dan berkata,

"Yap Cong San, engkau tentu mengerti bahwa orang-orang yang sudah tidak ada harapan lagi untuk hidup akan berusaha menolong dirinya dengan segala macam kebohongan. Bukankah engkau sudah menyaksikan dengan mata kepala sendiri pertemuan antara mereka dengan penuh kasih? Hi-hi-hik, kurasa engkau tidak begitu bodoh, dan kalau semua yang mereka fitnahkan itu benar, apakah aku masih akan enak-enak saja duduk di sini menanti kau curiga kepadaku?"

Cong San membalik, memandang Keng Hong penuh kebencian.
"Manusia pengecut! Engkau membohong! Aku melihat sendiri engkau bertemu dengannya, engkau men..... menciumnya........ engkau......... kubunuh engkau!" Dia menerjang maju dan menggerakan tangan hendak memukul kepala Keng Hong.

"Wuuuttt...... plakkk!"

Cui Im sudah melesat dari tempat duduknya dan menangkis pukulan maut itu. Cong San memandangnya dengan marah, akan tetapi Cui Im memegang lengannya dan menariknya menjauh, lalu membisiki telinganya,

"Bodoh! Dia sengaja memancing kemarahanmu agar dengan sekali pukul engkau dapat membunuhnya. Terlalu enak baginya. Dia harus mati disiksa!"

"Tidak!" Cong San menggeleng kepala. "Cukup bagiku asal dapat kubunuh dia! Aku tidak sekejam itu!"

"Hussshhh...... engkau tidak kejam, akan tetapi aku terlalu sakit hati. Pula, aku lebih dulu hendak mengorek rahasia ilmunya, baru dia boleh kau bunuh. Kau bersabarlah sampai tiga hari, terpaksa aku akan mencegahmu."

Cong San menarik napas panjang. Dia maklum bahwa dia tidak dapat menandingi iblis betina ini, dan harus dia akui bahwa tanpa kerja sama dengan Cui Im, tak mungkin dia dapat menundukkan Keng Hong.

"Terserah. Akan tetapi, aku tidak ingin melihat kau membunuh Biauw Eng juga kau tidak boleh mengganggu anaknya!" Setelah berkata demikian, Cong San membalikkan tubuh dan lari memasuki kamarnya.

"Hi-hi-hik, Cia Keng Hong. Bagaimana sekarang?"

"Iblis betina, kau bunuhlah aku. Siapa takut mati?" Jawab Keng Hong.

"Bhe Cui Im, bunuhlah kami, akan tetapi bebaskan anak kami. Dia tidak ikut dalam permusuhan kita!" Kata Biauw Eng.

Cui Im tertawa terkekeh-kekeh girang menyaksikan kekhawatiran Biauw Eng yang dibencinya.

"Enak saja! Aku akan menyiksa Keng Hong sepuasku, tidak hanya menyiksa tubuhnya, akan tetapi juga menyiksa hatinya. Biar dia melihat isterinya dipermainkan banyak laki-laki di depan matanya sampai mati, kemudian anaknya akan kuberikan kepada segerombolan anjing kelaparan, biar dia melihat tubuh anaknya dirobek-robek mulut anjing. Baru kubunuh dia sekarat demi sekarat, ha-ha-ha-hi-hik!"

Biauw Eng dan Keng Hong bergidik dan wajah mereka pucat, akan tetapi mereka maklum iblis betina itu tentu akan mengeluarkan ancaman dan kata-kata yang lebih mengerikan lagi kalau mereka membantah, apalagi kalau mereka minta dikasihani, maka mereka menekan semua pikiran dan tidak mempedulikannya lagi.

Untuk menyiksa hati Biauw Eng, Cui Im mencubit paha Giok Keng. Anak kecil itu yang sudah berhenti menangis, menjerit dan menangis lagi. Biauw Eng memejamkan matanya dan Cui Im tertawa-tawa gembira, melemparkan anak itu kepada seorang perempuan pembantunya.

"Jaga dia baik-baik, jangan sampai sakit. Aku ingin dia sehat-sehat dan gemuk ketika dikoroyok anjing! Siauw-ong, seret mereka berdua ke dalam kamar tahanan dan jaga yang kuat. Siapkan asap beracun dan begitu melihat mereka berhasil melepaskan diri, semperotkan asap beracun ke dalam kamar!"

Dengan kasar dua orang anak buah Mo-kiam Siauw-ong menyeret Keng Hong dan Biauw Eng dari ruangan itu. Mo-kiam Siauw-ong dengan menyeringai hendak mencengkeram dada Biauw Eng, akan tetapi Cui Im menghardiknya,

"Siauw-ong! Siapapun tidak boleh menjamahnya. Kalau hukuman kujalankan, engkau boleh menjadi orang pertama yang menikmatinya. Bawa pergi!"

Mo-kiam Siauw-ong menyeringai kecewa, akan tetapi janji itu membuat dia mengangguk-angguk puas dan dia mengirim tendangan ke arah pinggul Biauw Eng.

Keng Hong menggigit bibirnya dan dia berjanji kepada diri sendiri bahwa sekali dia dapat lolos, dia tidak akan memberi ampun kepada Mo-kiam Siauw-ong, apalagi Bhe Cui Im!

Akan tetapi, Keng Hong mendapat kenyataan dengan hati kecewa bahwa tempat tahanan mereka itu benar-benar amat kuat, sebuah kamar yang sempit hanya dua meter persegi, dari tembok berlapis baja dan pintunya juga dari baja, dengan lubang-lubang kecil, sedangkan depan pintu berjaga dua lusin pengawal yang semua memegang semprotan asap beracun yang dia tahu amat berbahaya. Maka pendekar yang masih lumpuh tertotok itu hanya menyerahkan nasibnya dan nasib isterinya ke tangan Tuhan.

Cui Im mengepal kedua tangannya. Kalau menurutkan kemarahan hatinya, ingin dia di saat itu juga memukul mati Keng Hong dan Biauw Eng. Berjam-jam lamanya dia membujuk Keng Hong. Menjanjikan kebebasan bagi anaknya, bahkan sampai kebebasan mereka semua kalau Keng Hong suka menurunkan Ilmu Thi-khi-i-beng dan Thai-kek Sin-kun kepadanya. Bujukan-bujukan halus sampai ancaman-ancaman yang paling mengerikan tidak dapat menggerakkan hati Keng Hong yang tetap menolak dan menantang dibunuh daripada harus menuruti permintaannya.

"Cui Im, percuma saja kau membujuk. Apa kau kira aku tidak mengenal manusia berhati iblis macam engkau ini? Bujuk dan janjimu tidak ada harganya sedikit pun juga. Andaikata aku terbujuk dan menuruti kehendakmu, tetap saja engkau takkan memegang janji. Lebih baik menghadapi ancamanmu yang pasti kau laksanakan, karena bujuk dan janjimu jauh lebih jahat daripada ancamanmu lebih palsu. Tidak, aku tidak akan memberikan apa pun juga kepadamu. Dari pada ilmu ditinggalkan kepadamu, jauh lebih baik kubawa mati!"

Ketika Cui Im beralih kepada Biauw Eng dengan bujukannya bahwa Keng Hong menuruti permintaannya, anak dan Biauw Eng akan dibebaskan, Biauw Eng menjawab,

"Aku setuju sepenuhnya dengan keputusan suamiku. Kalau dia menurut, tetap saja engkau akan membunuh kami. Aku tidak dapat mengharapkan kebebasan dari seorang iblis macam engkau, dan akan dikutuk Tuhanlah kalau kami meninggalkan sesuatu untuk orang seperti engkau ini karena ilmu itu hanya akan menambah kekejian dan kejahatanmu."

"Baik, kalian rasakan nanti pembalasanku. Aku beri waktu tiga hari. Kalau pada hari ketiga Keng Hong belum mau memenuhi permintaanku, dia akan menyaksikan betapa engkau diperkosa berganti-ganti oleh banyak laki-laki sampai mati! Kemudian, akan dia lihat pula anjing-anjing kelaparan memperebutkan daging anaknya. Setelah itu, baru akan kupotong dia sekerat demi sekerat!"

Namun, ancaman hebat itu kini tidak lagi mendatangkan kengerian dalam hati suami isteri yang sudah nekat mati bersama, mati bertiga dengan anak mereka itu.

Dengan hati penuh kemarahan, kekecewaan dan kemengkalan, Cui Im kembali kekamarnya, melempar tubuhnya ke atas ranjang dan ia terlentang dan termenung, merasa betapa kosong hatinya. Dia merasa benar betapa dalam menghadapi ancaman maut dan siksa sebelum mati, suami isteri itu tetap tenang dan penuh kepercayaan akan cinta masing-masing! Dia merasa kosong, sunyi, merana dan sengsara!

Hampir saja ia melemparkan sesuatu untuk membunuh pelayan wanita yang muncul di pintu kamarnya untuk melenyapkan kemarahan hatinya.

"Mau apa kau??" bentaknya.

Pelayan itu pucat mukanya. Dia sudah mengenal watak wanita iblis ini yang dengan mudah saja membunuh orang yang tak berdosa.

"Hamba..... hamba....... diperintah Coa-kongcu untuk menghadap Paduka......." Saking amat takutnya dia bersikap amat merendah.

"Disuruh apa? Cepat bicara!"

"Kongcu mohon menghadap......."

"Pergilah! Suruh dia datang, rewel benar!"

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: