*

*

Ads

FB

Rabu, 07 September 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 196

"Yap-sicu, apakah engkau benar-benar mencintai Gui Yan Cu yang kini telah menjadi isterimu?"

Pertanyaan yang aneh! Mengapa masti ditanya lagi? Kenyataannya bahwa dia suka menjadi suami gadis itu tentu saja sudah cukup membuktikan bahwa dia mencinta Yan Cu! Akan tetapi dia harus menjawab semua pertanyaan, maka tanpa ragu-ragu lagi dia menjawab,

"Tentu saja, Losuhu! Teecu mencinta Yan Cu dengan sepenuh hati dan jiwa teecu!"

"Engkau mencintanya sejak sebelum kalian menjadi suami isteri dan dikawinkan di Cin-ling-san?"

"Benar, Losuhu. Teecu jatuh cinta kepadanya semenjak pertemuan kami yang pertama kali."

"Cinta lahir batin?"

"Benar!" Cong San menjadi makin tidak mengerti dan menatap wajah tua itu penuh pertanyaan.

"Dan sekarang, setelah mendapat kenyataan bahwa dia bukan perawan lagi, perasaan bagaimanakah yang terdapat di hatimu?"

"Teecu marah, teecu benci, menyesal, kecewa dan dendam tercampur aduk menjadi satu. Teecu........ ah, teecu tidak tahu lagi apa yang teecu rasakan! Teecu ingin..... bunuh diri saja!"

Senyum di wajah tua itu melebar.
"Yap Cong San, kalau engkau benar mencinta Gui Yap Cu, maka yang baru saja mengucapkan kata-kata itu bukanlah hatimu, bukanlah dirimu yang sejati, melainkan nafsu-nafsumu. Kalau pinceng percaya akan kata-katamu yang terakhir tadi, kalau kata-katamu keluar dari hatimu yang sejati, maka berarti bahwa selama ini engkau bukan mencinta Gui Yan Cu, melainkan mencinta...... tanda keperawanannya!"

Cong San terlongong, matanya terbelalak.
"Apa...... apa yang Suheng maksudkan?"

Saking kaget dan bingung, dia sampai lupa dan menyebut suheng kepada hwesio itu. Thian Kek Hwesio tidak mencela, melainkan berkata, suaranya jelas dan penuh ketenangan.

"Kalau engkau mencinta Gui Yan Cu, tentu pribadinya yang kau cinta, lahir batinnya, dirinya segala termasuk kebaikan dan cacad yang ada pada dirinya. Kalau engkau kehilangan dia, barulah engkau akan berduka dan menyesal. Akan tetapi karena yang kau cinta adalah tanda keperawanannya, maka begitu engkau kehilangan tanda itu, engkau menjadi berduka dan menyesal. Betapa picik dan rendahnya cintamu, Yap-sicu. Cinta berada di dalam hati, bukan di kulit daging! Cinta yang hanya sedalam kulit daging hanyalah cinta berahi!

Tanda keperawanan hanya merupakan persoalan kulit daging belaka. Kalau betul engkau mengaku cinta kepada isterimu, maka cintamu itu adalah palsu, cintamu itu hanyalah cinta berahi kalau kini engkau meributkan soal perawan atau bukan! Memilih seorang isteri bukan seperti milih seekor ayam yang hendak disembelih, kemudian merasa kecewa dan menyesal setelah mendapat kenyataan bahwa ayam itu sakit! Sama sekali bukan! Memilih seorang isteri berarti memilih jodoh, memilih teman hidup selamanya berdasarkan cinta kasih yang murni, siap untuk hidup berdampingan selamanya, senang sama dinikmati, susah sama diderita. Kalau kenyataan bahwa isterimu bukan perawan lagi melenyapkan cintamu, maka cintamu itu bukanlah cinta murni, melainkan cinta yang semata-mata didasarkan pada hubungan jasmaniah saja!"






Ucapan itu bagaikan halilintar di siang hari menyambar kepala Cong San. Dia terbelalak, matanya tak pernah berkedip memandang wajah hwesio yang tenang dan mulutnya tersenyum, akan tetapi sinar matanya tajam berpengaruh itu. Akan tetapi dia masih penasaran dan membantah.

"Akan tetapi, Losuhu. Cinta yang murni harus disertai kesetiaan, tidak boleh dikotori dengan perjinahan! Sudah terang bahwa dia telah berjinah dengan orang lain, dan ini merupakan penipuan terhadap teecu. Sebuah penipuan yang amat kotor menjijikkan!"

Berkata demikian, terbayanglah wajah Cia Keng Hong di depan mata Cong San, dadanya menjadi panas penuh dendam dan kemarahan, napasnya menjadi terengah-engah.

Thian Kek Hwesio mengangkat tangan ke atas, seolah-olah hendak mencegah pemuda itu berlarut-larut kemudian terdengar dia berkata,

"Kata-katamu itu memang benar dan tepat, Yap-sicu. Namun, kesetiaan itu hanya berlaku kepada mereka yang telah saling mengikat dengan cinta kasih, terutama dengan pernikahan. Kalau dahulu, ketika kalian saling bercinta, kemudian ternyata bahwa dia melakukan hubungan baik perjinahan maupun cinta kasih dengan pria lain, itu berarti bahwa dia menyeleweng dan mengingkari hubungan cinta yang sudah merupakan ikatan janji dan tentu saja kalau terjadi demikian, engkau berhak, bahkan sebaiknya kalau engkau memutuskan hubungan cinta itu. Kalau setelah menjadi suami isteri, isterimu melakukan penyelewengan dan berjinah dengan pria lain, maka engkau pun berhak untuk merasa menyesal dan marah, berhak untuk menceraikannya.

Akan tetapi, dalam hal ini, tidak terjadi pelanggaran seperti itu. Kalau isterimu itu dahulu, sebelum bertemu denganmu, melakukan hubungan dengan pria lain, hal ini bukanlah berarti dia menipumu, dia tidak bersalah kepadamu dan melanggar ikatan apa-apa denganmu. waspadalah, yap-sicu dan berpikirlah secara bijaksana. Kalau benar kenyataan bahwa isterimu bukan perawan itu berarti dia pernah melakukan hubungan badani dengan pria lain, maka hal itu terjadi dahulu dan merupakan peristiwa yang sudah lalu, sama sekali tidak ada sangkut-paut dengan hubungan cinta kasih di antara kalian."

Agak dingin rasa panas di hati Cong San. Sampai lama dia diam saja, otaknya diperas, terjadi perang di hatinya. Terbuka mata hatinya bahwa memang dia tidak adil sekali kalau harus membenci Yan Cu karena isterinya bukan perawan lagi. Sejak pertemuan pertama Yan Cu sudah bukan perawan lagi, dan sekarang hanyalah pembukaan rahasia itu. Akan tetapi mengapa gadis itu tidak berterus terang? Itu berarti menipunya! Ah, mana mungkin seorang gadis mengaku dan bicara tentang keperawanannya? Akan tetapi mengapa bersikap seolah-olah masih perawan, masih belum pernah melakukan hubungan jasmani dengan pria lain? habis, apakah dia harus berteriak-teriak memamerkan ketidak perawanannya"

Terjadi perbantahan di hati Cong San. Akan tetapi tiba-tiba terngiang di telinganya semua ucapan Cui Im ketika mereka bertanding di Cin-ling-san dulu.

"Yan Cu bukan perawan lagi, dia adalah bekas Keng Hong, hi-hi-hik! Tan Cong San, engkau pemuda tolol!"

Panas lagi hati Cong San, panas oleh cemburu! Matanya melotot, mukanya merah sekali. Dia akan membunuh Keng Hong! Dia akan membunuh Yan Cu! Kemudian dia akan membunuh diri sendiri!

"Yap-sicu, tenanglah dan kalahkan nafsu di hatimu sendiri," tiba-tiba terdengar suara Thian Kek Hwesio yang tenang, sabar dan penuh wibawa.

Cong San dapat mengendalikan lagi hatinya, akan tetapi dia masih penasaran dan bertanya,

"Losuhu! Apakah Losuhu hendak mengatakan bahwa seorang gadis yang melakukan hubungan badani dengan seorang pria di luar pernikahan bukan merupakan perbuatan kotor, hina, menjijikkan dan terkutuk?"

"Semua perbuatan yang menyeleweng daripada kebenaran adalah terkutuk, Sicu, Terkutuk oleh kesadarannya sendiri melahirkan hukum karma. Jika benar bahwa isterimu pernah melakukan pelanggaran itu, maka sama saja dengan dia menanam benih yang kelak setelah bersemi, buahnya akan dia petik sendiri. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan dirimu, dan...... hemmm, andaikata Sicu melakukan hal yang bukan-bukan menurutkan nafsu marah dan bertindak terhadapnya, nah hal itu dapat saja dianggap sebagai karma atau akibat perbuatannya yang sesat. Mengertikah engkau, Sicu? Akan tetapi, jangan lupa pula bahwa kalau Sicu melakukan sesuatu yang mengerikan terhadap urusan ini, sicu juga tersesat, tidak berbeda dengan yang telah dilakukan isteri Sicu, dan kesesatan ini pun berbuah kelak."

"Akan tetapi, Losuhu. Seorang perempuan yang telah begitu merendahkan dirinya, sebagai seorang gadis berjinah di luar nikah, perempuan seperti itu apakah masih dapat dipercaya akan menjadi seorang isteri yang baik?"

"Sicu bicara hanya menurutkan nafsu iba diri yang menggunakan kemarahan untuk membakar hati Sicu! Berjinah adalah satu dari sekian banyaknya perbuatan menyeleweng dari manusia, akan tetapi janganlah Sicu menempelkan sebuah perbuatan menyeleweng pada diri orang itu dan selanjutnya dicap sebagai penyeleweng seumur hidupnya!

Yap-sicu, manusia di dunia ini siapakah yang tidak pernah menyimpang dari kebenaran? Macam-macam penyelewengannya, dan kebetulan sekali perjinahan dianggap sebagai penyelewengan terbesar untuk kaum wanita, akan tetapi setiap penyelewengan adalah manusiawi, timbul dari kelemahan batin manusia. Betapapun juga, tidak boleh menilai seseorang dari perbuatan sesaat untuk menjadi tanda selama hidupnya!

Contohnya, maaf, suhu, terpaksa teecu membawa nama suhu untuk menyadarkan yap-sicu, adalah suhu kita sendiri. Beliau pernah melakukan penyelewengan yang itu, akan tetapi apakah selanjutnya beliau hidup sebagai seorang yang menyeleweng dari kebenaran? Sama sekali tidak, sungguhpun hukum karma masih selalu mengikuti beliau! Sama saja dengan isterimu, Sicu. Seorang yang melakukan penyelewengan dari kebenaran, adalah seorang yang sedang sakit. Bukan jasmaninya yang sakit, melainkan batinnya! Dan harus diingat bahwa yang sakit dapat sembuh! Sebaliknya harus selalu menjadi ingatan kita bahwa yang sesat dapat saja sewaktu-waktu jatuh sakit! Maka, selagi dalam sehat lahir batin, janganlah kita menekan terlalu berat kepada mereka yang sedang sakit lahir batinya, karena mereka itu dapat sembuh dan kita dapat jatuh sakit. Mengertikah, Sicu?"

Cong San menunduk. Semua wejangan itu meresap di hatinya dan dapat dia mengerti sepenuhnya. Hanya hati yang panas itu, betapa sukarnya menindas hati sendiri!

"Mohon petunjuk, Losuhu. Bagaimana teecu harus bersikap terhadap isteriku itu? Betapa teecu dapat melupakan perbuatannya, melupakan kenyataan bahwa isteri teecu bukan perawan lagi!"

"Cinta kasih yang murni akan dapat melenyapkan semua kekecewaan hati, Sicu. Cinta kasih yang murni akan memperbesar kesabaran dan memperkaya maaf di hati dengan kesadaran bahwa tiada manusia tanpa cacad, maka segala cacad orang yang dicinta tentu akan mudah dimaafkan. Menerima seseorang harus dengan mata terbuka, dengan kesadaran sehingga akan mudah menerima orang itu berikut cacad-cacadnya dan kelemahan-kelemahannya karena tahu bahwa diri sendiri pun bukanlah orang yang tanpa cacad."

"Akan tetapi, bagaimana teecu akan dapat melupakan tekanan batin ini? Apakah sebaiknya teecu secara terus terang menanyakan hal itu dan menuntut agar dia menceritakan penyelewengannya yang lalu?'

Hwesio itu menggeleng kepala.
"Tidak bijaksana kalau Sicu berbuat demikian. Seorang wanita memiliki perasaan yang amat peka, mudah tersingung. kalau Sicu mengajukan pertanyaan itu, apa pun kenyataannya, Sicu akan menderita akibatnya. Kalau ternyata dia tidak berdosa, dia akan tersinggung dan menganggap Sicu tidak percaya kepadanya dan hal ini mengakibatkan dia pun berkurang kepercayaannya kepada Sicu. Sebaliknya, andaikata dia berdosa, dia akan mengambil dua macam sikap, pertama dia bisa merasa malu dan rendah diri, bahkan luka dihatinya itu, setiap penyelewengan tentu membekas dan menimbulkan luka penyesalan di hati, akan terbuka dan kambuh kembali, dia akan menganggap Sicu memandang rendah tidak menghargai dia dan hal ini hanya akan mengingatkan dia akan pria pertama yang pernah merebut hati dan tubuhnya.

Kedua, kalau dia seorang yang tinggi hati, dia akan nekat dan malah menantang Sicu dengan perbuatan yang seolah-olah tidak peduli dan tidak mengindahkan lagi ikatan pernikahannya dengan Sicu karena dia menganggapnya toh sudah rusak. Sebaiknya, Sicu menenangkan diri, mengubur diri dengan cinta kasih dan penuh maaf, didasari perasaan iba kepada isteri yang pernah menyeleweng dari kebenaran sehingga harus menanti datangnya hukum karma."

"Losuhu berkata bahwa kalau dia tidak berdosa. Mungkinkah itu? Sudah jelas semalam...... bahwa.....”

"pinceng sudah berusia tujuh puluh tahun lebih, sudah tahu apa yang Sicu maksudkan. Yap-sicu, tanda keperawanan seorang wanita bukan hanya dapat dibuktikan di waktu malam pengantin pertama. Banyak hal yang dapat terjadi, yang memungkinkan dia kehilangan tanda itu diluar hubungan jasmani dengan pria, misalnya karena sakit, karena jatuh dan sebagainya. Terutama sekali harus diingat bahwa isterimu adalah seorang wanita yang berilmu tinggi, yang sejak kecil telah digembleng dengan ilmu silat, dengan gerakan-gerakan ketangkasan, maka kehilangan tanda keperawanannya bukanlah hal yang aneh lagi. Sekali lagi, kalau memang Sicu mencintanya, mengapa ribut-ribut urusan tanda keperawanan yang tidak berarti? Jangan lupa, cinta kasih tempatnya di hati, bukan di........eh, maaf, bukan di situ!"

Wajah Cong San menjadi terang kini. Sejak tadi dia mengalami perdebatan dan perang di hatinya, dan wejangan-wejangan itu telah membantunya sehingga akhirnya kesadaran memperoleh kemenangan. Sekarang seperti baru terbuka mata hatinya betapa tolol dia tadi, betapa gobloknya, hendak mengorbankan ikatan cinta kasih murni antara dia dan Yan Cu hanya oleh soal sepele saja. Soal perawan atau bukan! Aihhh terlalu lama dia meninggalkan Yan Cu!

"Losuhu....., Suheng ....... terima kasih...... terima kasih....!"

Karena teringat akan isterinya, Cong San berkelebat dan sekali meloncat telah lenyap dari ruangan itu.

Thian Kek Hwesio mengelus-elus kepalanya yang gundul sambil tertawa, kemudian dia merangkap tangan di depan dada, memejamkan mata dan mengerutkan keningnya.

"Omitohud..... semoga Yap-sute mendapat penerangan di hatinya dan dapat menyingkir dari bahaya kegelapan."

Ia berkemak-kemik membaca doa karena hatinya prihatin sekali. Dia pun dengan mata batinya yang waspada, dapat melihat awan gelap menyelubungi diri sutenya itu.

**** 096 ****
Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: